Jumat, 29 Oktober 2010

Ku Suka Ini, So.....

Tanda Tanda C.I.N.T.A_____.♥♫♥♫♥♫♥♥♫♥♫♥♫♥♥♫♥♫♥. * . * . * . * ..
oleh RENUNGAN N KISAH INSPIRATIF pada 30 Oktober 2010 jam 11:54

_____.♥♫♥♫♥♫♥♥♫♥♫♥♫♥♥♫♥♫♥. * . * . * . * ..







Tanda Tanda Cinta Menurut Ibnu Qayyim Al-jauziah



Pertama,ketika mereka saling mencintai maka mereka tidak akan pernah saling mengkhianati,

mereka akan senantiasa saling setia,memberikan semua komitmen mereka,





_____.♥♫♥♫♥♫♥♥♫♥♫♥♫♥♥♫♥♫♥. * . * . * . * ..









Kedua,ketika seseorang mencintai,maka dia akan mengutamakan yg di cintainya,

seorang istri akan mengutamakan suami dalam keluarga

dan seorang suami tentu saja akan mengutamakan istri dalam perlindungan dan nafkahnya,

mereka akan sama sama saling mengutamakan,

tidak ada merasa seperior.







_____.♥♫♥♫♥♫♥♥♫♥♫♥♫♥♥♫♥♫♥. * . * . * . * ..









Ketiga,ketika mereka saling mencintai maka,

sedetikpun mereka tidak akan mau berpisah,

lubuk hatinya selalu saling terpaut,meskipun secara fisik,

berjauhan,hati mereka,seolah selalu tersambung,

ada do'a istrinya,agar suami selamat dalam pekerjaan,

ada tengadah jemari istri,kepada Allah,supaya suami selalu dalam perlindungan-NYA,

tidak tergelincir,juga ada ingatan suami,yg sedang membanting tulang meraup nafkah halal utk istri tercinta,

sedang apakah gerangan istrinya,lebih semangatlah ia,







_____.♥♫♥♫♥♫♥♥♫♥♫♥♫♥♥♫♥♫♥. * . * . * . * ..







Nasehat berharga dari Nabi Muhammad,

salah satu wasiat Rasulullah yg di ucapkan pada saat saat terakhir kehidupannya dalam peristiwa haji wada,

"Barang siapa di antara para suami bersabar atas perilaku buruk dari istrinya,maka Allah akan memberinya pahala seperti yg Allah berikan kepada Ayyub atas kesabaran menanggung penderitaan,

dan barang siapa di antara para istri bersabar atas perilaku buruk suaminya,

maka Allah akan memberinya pahala seperti yg Allah berikan kepada Asiah,istri fir'aun (HR Nasa-iy dan Ibnu Majah)







_____.♥♫♥♫♥♫♥♥♫♥♫♥♫♥♥♫♥♫♥. * . * . * . * ..









Perempuan yg paling mempesona adalah istri yg shalehah,

istri yg ketika suami memandangnya pasti menyejukkan mata,

ketika suaminya menuntunnya kepada kebaikan maka dg sepenuh hati dia akan mentaatinya,

jua tatkala suami pergi,maka dia akan amanah menjaga harta dan kehormatannya,

istri yg tdk silau dg gemerlap dunia,melainkan istri yg selalu bergegas merengkuh setiap kemilau ridha suami,

lelaki yg berpredikat lelaki,terbaik adalah suami yg memuliakan istrinya,

suami yg selalu dan selalu mengukirkan senyuman di wajah istrinya







_____.♥♫♥♫♥♫♥♥♫♥♫♥♫♥♥♫♥♫♥. * . * . * . * ..

Pemuda Harapan, Sebuah Refleksi Sumpah Pemuda 1928


Pemuda dikenal dengan agent of change, dalam realitasnya mereka memang mempunyai daya gedor yang luar biasa dalam melakukan perubahan. Tengok saja, bagaimana begitu gagahnya nabi Ibrahim.as muda yang begitu lugas menentang kebatilan yang ada di sekelilingnya. Sebagaimana diceritakan dalam Al-Qur’an: “Mereka berkata: ‘Siapakah yang melakukan (perbuatan) ini terhadap tuhan-tuhan kami? sungguh dia termasuk orang yang zalim, Mereka (yang lain) berkata: ‘Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela (berhala-berhala) ini, namanya Ibrahim.” (QS.Al-Anbiya, 21:59-60).

Begitu juga para pemuda tangguh yang bersama-sama Rasulullah SAW dalam rangka melakukan perombakan terhadap tatanan jahiliyah yang ada. Sebut saja, Ali bin abi thalib (8 tahun), Zubair bin awwam (8 tahun), thalhah bin ubaidillah ( 11 tahun), al-arqam bin abi al-arqom (12 tahun), Abdullah bin Mas’ud (14 tahun), saad bin Abi Waqqash (17 tahun), ja’far bin Abi Thalib (18 tahun), zaid bin haristah (20 tahun ), mush’ab bin Umair (24 Tahun), Umar bin Khattab (26 tahun, juga Abu bakar ash-shidiq (37 tahun) ketika awal mula tampil sebagai pembela Islam. Mereka semua telah menorehkan tinta emas dalam perjuangan dan perubahan.

Di belahan bumi manapun, termasuk di Indonesia, pemuda seringkali mejadi icon dari perubahan tersebut, terlepas dari seperti apa bentuk perubahan itu. Saking besarnya potensi yang dimiliki oleh pemuda, sampai-sampai bung Karno pernah mengatakan “Beri aku seribu orang, dan dengan mereka aku akan menggerakkan Gunung Semeru. Beri aku sepuluh pemuda yang membara cintanya kepada Tanah Air, dan aku akan mengguncang dunia”.

Pada tanggal 28 Oktober 1928 , kisah heroik juga di dilakukan oleh para pemuda Indonesia yang ingin mempersatukan bangsanya, mereka mengeluarkan rumusan yang diberi nama ”Sumpah Pemuda”. Yang berbunyi:

Soempah Pemoeda: Pertama, -Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe toempah darah indonesia. Kedua,-Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia. Ketiga,-Kami portra dan poetri Indonesia, menjunjung bahsa persatuan bahasa Indonesia.

Secara historis, paradigma pemikiran dan energi yang menggerakkan para pemuda itu beragam bentuknya, ada yang bercorak nasionalis, sosialis, religius ataupun gabungan dari corak-corak dari semua itu. Semuanya mewakili 3 ideologi yang ada di dunia saat ini, yaitu Kapitalisme, Sosialisme (serta sosdem) dan Islam.

Di negri ini pernah ada beberapa kejadian monumental yang sempat mewarnai sepak terjang para pemuda dalam kancah kehidupannya. Tercatat: angkatan 45, mereka bersama-sama para sesepuhnya berhasil mengusir penjajahah belanda yang telah lama menduduki Indonesia, kemudian disusul angkatan 66 dimana mereka juga menjadi pelopor atas penggulingan komunisme. Dan terakhir, bagaimana kita tahu, pemuda angkatan 98 dengan begitu heroiknya sukses mengakhiri kekuasaan rezim orde baru saat itu.

Di tengah beberapa corak pergerakan pemuda yang ada, tentunya corak pemuda yang berbasis Ideologi Islam adalah pilihan yang paling tepat dan pilihan akal sehat. Hal ini dikarenakan, pertama, merupakan tuntutan Aqidah dan syariah sebagai ummat Islam, sebagaimana Allah SWT memerintahkan kita untuk menerima Islam secara keseluruhan (kaffah) dan bukan setengah-setengah. Kedua, Dengan perubahan ini, kesejahteraan, kenyamanan, serta kemuliaan ummat akan benar-benar terwujud.

Bagi para pemuda pencetus sumpah pemuda, mungkin acungan jempol untuk semangat mereka, namun semangat saja tidak cukup, tetap saja hal ini tidak bisa memberikan kebangkitan yang hakiki bagi Indonesia. Dengan Semangat nasionalismenya, timor-timur lepas, Aceh menggugat cerai terhadap Indonesia, begitu juga beberapa daerah lain, seperti Papua dan Maluku. Hal ini disebabkan semangat ikatan ini hanyalah bersifat temporal dan cenderung berubah-ubah, punya potensi meningkat ketika menerima ancaman dari luar. Namun, ketika ancaman itu telah pergi (penjajah belanda misalnya) semangat nasionalisme itu pun ikut pergi.

PR Besar Para Pemuda

PR besar harus dipikul oleh genarasi muda saat ini, salah satunya dikarenakan Indonesia belum sepenuhnya merdeka, bagaimana tidak, meskipun penjajah belanda telah pergi, namun hukum dan undang-undangnya masih tetap bercokol di negri ini. Walhasil, banyak yang seharusnya kekayaan alam milik rakyat malah dikuasai oleh para tuan menir baru (barat). Kondisi moral, termasuk para remajanya begitu memprihatinkan, situasi keamanan dan kenyamanan bagi masyarakat yang juga belum memuaskan. Bahkan Dr.Helfferick pernah mengatakan, bahwa kita ini adalah ”eine nation kuli und kuli enter den nationen” : bangsa kuli dan kulinya bangsa lain. (Meutia hatta. 2008).

Kini tumpuan satu-satunya negri ini hanyalah pada Ideologi Islam, setelah gagalnya sosialisme (ordelama), kapitalisme (ordebaru sampai sekarang). Para pemuda kembali diharapkan menjadi pelopor perubahan, perubahan yang bukan dengan coba-coba alias spekulasi, namun perubahan yang benar-benar sudah teruji dan terbukti selama berabad-abad mampu memberikan kepuasan hati.

Hanya orang yang tidak paham realitas sejarah dan hatinya sudah diselimuti kedengkian terhadap Islam saja yang tidak mengakui keberhasilan Islam dalam mengatur kehidupan bermasyarakat dan bernegara. T.W. Arnold misalnya, dalam bukunya The Preaching of Islam, menuliskan bagaimana perlakuan yang diterima oleh non-Muslim yang hidup di bawah pemerintahan Daulah Utsmaniyah. Dia menyatakan, sekalipun jumlah orang Yunani lebih banyak dari jumlah orang Turki di berbagai provinsi Khilafah yang ada di bagian Eropa, toleransi keagamaan diberikan pada mereka, dan perlindungan jiwa dan harta yang mereka dapatkan membuat mereka mengakui kepemimpinan Sultan atas seluruh umat Kristen. Itulah pengakuan yang jujur dari orang-orang barat itu sendiri.

Kini Indonesia butuh perubahan sekali lagi dan untuk yang terakhir kali, yakni perubahan menuju Indonesia yang lebih baik, perubahan ke arah Islam. Perubahan dengan jalan Islam. Islam yang rahmatan lil ‘alamin.

Panutan kita bukan orang seperti Karl Marx, Mahatma gandhi, Hugho chaves, Ir.Soekarno, atau aktivis muda Idealis Soe Hok Gie, namun panutan kita adalah Muhammad SAW. Kita ingin seperti Ali bin abi thalib yang begitu gagah berani menjadi pembela agama Allah, kita ingin seperti Thariq bin ziyad sang pembebas andalusia, kita juga ingin seperti Muhammad Al-Fatih seorang pemimpin muda dari pasukan penakluk kota konstatinopel yang dalam pidatonya (sebelum penaklukan) mengatakan: ”wahai semua pasukan, kalian harus menjadikan syariat didepan mata kalian”. Yang dengan ijin Allah akhirnya berhasil menjalankan misinya. Karena kita adalah pemuda Islam. Allahu Akbar!

Senin, 11 Oktober 2010

Dibutuhkan Keberanian Politik ! (http://hizbut-tahrir.or.id)

Manusia mengakui sifat penakut termasuk pengecut dan dianggap sebagai sifat yang tidaklah melekat pada seorang manusia kecuali akan menciptakan dalam dirinya kehinaan dan kerendahan. Manusia sepanjang sejarah –dan masih saja hingga sekarang- sangat menghormati orang pemberani dan memberikan contoh keberanian. Rasulullah saw berlindung dari sifat pengecut sebagaimana diriwayatkan oleh imam Bukhari di dalam Shahihnya dan oleh imam Ahmad di dalam Musnadnya. Hisyam ibn Abi Abdillah menceritakan dari Qatadah dari Anas ibn Malik bahwa Nabi saw berkata di dalam doa Beliau:
«اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالجُبْن وَالْبُخْلِ وَالْهَرَمِ وَعَذَابِ الْقَبْرِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَفِتْنَةِ الْمَمَاتِ»
Ya Allah aku berlindung kepadaMu dari kelemahan, kemalasan, sifat penakut, sifat bakhil, dari kepikunan dan azab kubur, dan aku berlindung kepadaMu dari fitnah selama hidup dan fitnah kematian
Kadang kala sikap pengecut itu terjadi dihadapan musuh yang brutal atau di depan penguasa zalim, atau di depan masyarakat yang rusak atau di depan manusia yang sombong dan takabur. Kaum muslim memberikan –dan masih terus memberikan- contoh paling baik dalam hal keberanian dan sikap tak gentar dalam memerangi musuh. Jika musuh menyerang satu negeri kaum muslim, penduduk negeri itu dan kaum muslim lainnya keluar untuk membela dan mengusir serangan. Banyak contoh dalam hal itu seperti Irak, Palestina, Chechnya dan lainnya.
Kaum muslim juga memberikan contoh paling baik dalam hal keberanian dan sikap tak gentar di dalam perang di jalan Allah dan menyebarkan risalahNya hingga pasukan Islam di hadapan musuhnya menjadi pasukan yang tak terkalahkan. Rasulullah saw dan para sahabat Beliau sebelumnya telah memberikan contoh terbaik dalam hal keberanian dan tidak pengecut dalam mengemban dakwah Islamiyah kepada penduduk Mekah dan lainnya. Mereka bersabar dan menanggung semua bentuk siksaan. Tekad mereka tidak luntur hingga Allah menolong mereka dengan tegaknya daulah Islamiyah di Madinah.
Islam datang dan mendorong kaum muslim atas keberanian politik. Yaitu keberanian dalam memelihara urusan-urusan masyarakat dan mengoreksi orang yang lalai dalam melakukan ri’ayah itu. Politik (siyasah) secara bahasa artinya adalah ri’ayah (pemeliharaan). Islam datang dan menegaskan makna itu. Rasulullah saw bersabda:
«كَانَتْ ‏بَنُو إِسْرَائِيلَ ‏تَسُوسُهُمْ الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لَا نَبِيَّ بَعْدِي وَسَتَكُونُ خُلَفَاءُ تَكْثُرُ»
Dahulu Bani Israel dipelihara urusan mereka oleh para nabi. Setiap kali seorang nabi meninggal digantikan oleh nabi yang lain. Dan sesungguhnya tidak ada nabi sesudahku, tetapi akan ada para khalifah yang banyak (Shahih Muslim)
Artinya dahulu mereka dipelihara. Rasulullah saw juga bersabda:
«كُلُّكُمْ رَاعٍ فَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ»
Setiap kalian adalah pemelihara dan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya (Shahih Bukhari)
Allah telah mewajibkan umat Islam untuk mengoreksi penguasanya, meluruskan kebengkokannya, memonitor aktifitas-aktifitas dan tindakan-tindakannya, dan menaatinya pada selain kemaksiyatan kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman:
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. (QS Ali ‘Imran [3]: 110)
Imam Ahmad meriwayatkan di dalam Musnadnya: “Seorang laki-laki datang kepada Nabi saw lalu berkata: jihad apakah yang lebih utama?” Nabi menjawab:
كَلِمَةُ حَقٍّ عِنْدَ إِمَامٍ‏ جَائِرٍ
Kalimat yang haq di depan imam (pemimpin) yang jahat
Para sahabat memahami hukum itu yakni tak gentar dalam mengoreksi penguasa dan tidak bersikap pengecut di hadapannya. Para tabiun dan tabiut tabi’in mengikuti para sahabat dalam hal itu. Mereka memberikan contoh paling baik dalam hal itu. Kaum muslim mengoreksi Umar ibn al-Khaththab ra dalam masalah kain Yaman dan dalam hal penentuan mahar. Para sahabat mengoreksi Mu’awiyah.
Para tabi’un mengoreksi penguasa dan para wali mereka. Banyak kisah masyhur tentang Sa’id ibn Jubair bersama al-Hajaj, dan Sa’id ibn al-Musayyab dengan Abdul Malik ibn Marwan. Daalm hal itu para fukaha kaum muslim mengikuti para tabi’un seperti Ahmad ibn Hanbal, Abu Hanifah, Malik dan banyak lagi yang lain diantara ulama umat ini. Mereka tidak menerima dari penguasa adanya kelalaian dan kezaliman walau hanya dalam satu hukum padahal negara dan sistem di dalamnya berjalan sesuai hukum-hukum Islam.
Umat terus dalam keberanian politiknya antara maju atau berhenti sesuai dengan kekuatan pemahaman umat terhadap Islam. Umat telah membayar harga mahal pada zaman ini ketika bersikap pengecut dari mengoreksi para khalifah akhir dari Utsmaniyun dan ketika itu umat tidak melakukan apa yang diwajibkan oleh Allah atas mereka dengan menindak Kamal Ataturk kafir untuk mempertahankan hukum Allah agar tetap diterapkan.
Tragedi besar terjadi ketika Kamal Ataturk mengumumkan runtuhnya daulah Khilafah dan mengusir Khalifah ke luar negeri secara hina dan rendah. Dengan hilangnya khilafah dan ibu penyayang, maka sikap pengecut menyebar di tengah umat –kecuali orang yang dirahmati Allah- dan lenyaplah keberanian politik. Umat tidak lagi peduli untuk mengoreksi penguasa atau pemimpin, padahal umat sanggup memerangi penjajah dan pendudukan dan terbukti bahwa umat memiliki potensi vital dan keberanian luar biasa.
Umat pada zaman ini ditimpa bencana adanya ulama yang hati mereka dikuasai oleh rasa takut, mereka menafikan keberanian, mencintai kehinaan. Mereka tidak membiarkan umat untuk melakukan muhasabah al-hukam dan sebaliknya juga tidak memimpin umat dalam hal itu. Bahkan ketika individu atau partai mengoreksi penguasa maka mereka, para ulama itu, berdiri menghadang individu atau partai itu dan menikamnya dengan perkataan mereka atas wajibnya mentaati penguasa dan bersabar atas siksaaannya, serta tidak mencelakakan diri sendiri ke dalam kebinasaan. Dan mereka setelah itu memperbanyak pujian, sanjungan dan doa untuk penguasa itu. Akhirnya umat berada diantara dua himpitan: penguasa dan para begundalnya diantara aparat keamanan dan ulama serta fatwa-fatwa mereka.
Para penguasa dalam hal itu, mereka menopang tuan-tuan barat mereka dengan bekerja menyebarkan kepengecutan politik di tengah kaum muslim dan menghalangi kaum muslim dari keberanian politik hingga mereka bisa menjamin kelangsungan status quo dan supaya kaum muslim tidak bisa mengembalikan posisi mereka di tengah umat-umat dan mengemban kebaikan kepada seluruh manusia. Para penguasa itu melakukan pembunuhan, penyiksaan, pemenjaraan dan pengasingan terhadap setiap orang yang mengoreksi mereka dan menjelaskan kebenaran kepada mereka. Kaum Ba’ats di Irak membunuh banyak orang dari kaum muslim dan yang paling menonjol adalah syaikh Abdul Aziz al-Badri.
Si muka masam penjahat Libiya membunuh 13 orang muslim di depan kerumunan para murid dan pengajar padahal dosa mereka tidak lain karena mereka menjelaskan dan mendebatnya bahwa as-sunah an-nabawiyah –yang dihapuskan oleh al-Qadafi- merupakan bagian dari sumber yurisprudensi sebagaimana al-Quran al-Karim. Apa yang dilakukan oleh para perwira Mesir tanah Kinanah yang membunuh puluhan orang terutama Sayid Quthub.
Dan apa yang dilakukan oleh setiap rezim berupa pembantaian dan terorisme yang menghancurkan badan dan tidak cukup tempat untuk menyebutkannya. Mereka meneror masyarakat dan menyebarkan kengerian dan ketakutan seperti bahwa penguasa mengetahui segala hal. Mereka memiskinkan masyarakat dan merampas kekayaan negeri seakan masyarakat adalah budak mereka dan negara merupakan ladang bagi mereka dan anak keturunan mereka.
Mereka tidak peduli dengan orang fakir, miskin, tuna wisma atau anak-anak kecil. Yang penting bagi mereka adalah ambisi mereka dan terealisasinya keinginan-keinginan mereka. Mereka menegaskan pepatah “saya dan setelah saya adalah topan”. Mereka menyebarkan contoh dan perkataan yang asing di tengah umat, seperti “tangan tidak bisa menghancurkan bor” dan “letakkan kepalamu diantara kepala-kepala”. Semua itu tidak lain untuk membuat umat menerima dan pasrah pada realita.
Para penguasa itu mempekerjakan “ulama“ yang perhatian tertingginya adalah menjinakkan dan menundukkan umat serta membungkukkannya kepada penguasa itu. Di negeri Nejad dan Hijaz misalnya, penggunaan pekerja dan pelayan kafir adalah tidak boleh, tetapi lain pagi lain pula sore, dan jadilah penggunaan pasukan asing menjadi wajib dan boleh! Dan Anda temukan di Uzbekistan “ulama” yang berdiri membela Karimov penguasa negeri yang memerintah dengan kekufuran, memenjarakan dan membunuh ribuan kaum muslim secara terang-terangan. Dan Anda dapati di Mesir dan Yordania “ulama” yang menobatkan diri mereka untuk memberikan justifikasi perjanjian-perjanjian khianat dan melindungi entitas Yahudi dan membuat kaum muslim kelaparan di Gaza. Anda dapati di negeri Syam orang yang berdiri dan memuji rezim yang hina dan tercela pembunuh puluhan ribu kaum muslim.
Kaum muslim di Barat pun tidak selamat dari kepengecutan politik. Mereka tidak menghiasi diri dengan keberanian politik. Padahal asumsinya adalah mereka hidup di bawah sistem demokrasi yang selalu mendendangkan kebebasan dan kelapangan dada terhadap koreksi. Negara-negara barat ingin agar kaum muslim melebur di dalam masyarakat dan kaum muslim menjadi warga Eropa atau Amerika yang beragama Islam sebagaimana kondisi warga Amerika Kristen atau Yahudi atau lainnya. Artinya kaum muslim menjadi orang-orang yang melaksanakan ibadah akan tetapi hukum dan ide mereka tentang sesuatu dan perbuatan tidak disandarkan kepada Islam. Melakukan atau tidak melakukan sesuatu menjadi tegak diatas kepentingan atau manfaat persis seperti kondisi kaum kapitalis.
Berdiri banyak yayasan dan organisasi yang bekerja diatas asas peleburan. Bukannya menjaga kaum muslim dan membela hak-hak mereka semuanya serta menjelaskan tatacara hidup di negeri barat, menjaga identitas Islamiyah dan berpegang teguh terhadap hukum-hukum Islam, pada saat yang sama, mereka justru bersikap pengecut, takut dan menjauhkan diri dari sikap keberanian dan tak gentar.
Bencana besar pasca tragedi 11/9, kaum muslim menjadi dianggap bersalah hingga terbukti tak bersalah. Negara-negara barat mulai membangkitkan rasa takut dan negeri, menampakkan kaum muslim bahwa mereka berbahaya dan diantara mereka adalah penjahat dan pembunuh. Itu memudahkan rezim-rezim berkuasa di barat menjerumuskan kaum muslim ke arah asosiasi dan peleburan di dalam masyarakat barat. Orang yang tidak memiliki keberanian, keluar kepada masyarakat dengan fatwa-fatwa semisal bekerja dengan intelijen dan masuk ke militer dan bekerjasama di dalam pemilu dan lainnya dan menganggap hal itu sebagai “kewajiban syar’i”. Lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi -di Amerika- bersikap pengecut menyerukan kepada warga Amerika muslim untuk tidak menyebutkan sesuatu yang diderita kaum muslim di Irak, Chechnya, atau Somalia.
Mereka tidak berani menyebut pembantaian yang terjadi atas kaum muslim di Irak misalnya, seperti peristiwa pembunuhan di Baghdad tahun 2007 yang dibocorkan oleh situs wikileaks. Padahal orang Amerika sendiri menolak hal itu dan mencelanya. Diantara hal aneh yang menyedihkan, sikap pengecut itu sampai pada diri pengacara penanggungjawab di “universitas Islam” yang membela salah seorang penyebar gambar kartun yang menodai Rasul saw. Organisasi-organisasi itu tidak membela kaum muslim yang dituduh oleh negara Amerika dengan tuduhan terorisme kecuali dalam kondisi khusus.
Organisasi-organisasi itu tidak mengoreksi presiden Amerika –yang mereka pilih- dalam banyak masalah yang penting bagi kaum muslim seperti Palestina, janji-janjinya untuk menarik militer dari Irak, keputusannya mengirimkan tambahan kekuatan ke Afganistan, perubahan perlakuan terhadap kaum muslim, atau merubah opini publik terhadap mereka.
Kepengecutan politik adalah penyakit kanker yang jika tersebar di tengah umat akan menyebabkan umat diam untuk menuntut hak-haknya dan menjatuhkan umat ke tempat paling rendah di antara umat. Rasulullah saw memperingatkan di dalam hadits masyhur dari sikap diam dan muhasabah. Beliau saw bersabda:
«وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنْ الْمُنْكَرِ أَوْ لَيَبْعَثَنَّ عَلَيْكُمْ قَوْمًا ثُمَّ تَدْعُونَهُ فَلَا يُسْتَجَابُ لَكُمْ»
Demi Dzat yang jiwaku ada di genggaman tangan-Nya, sungguh kalian memerintahkan yang makruf dan sungguh kalian melarang dari yang mungkar atau Allah akan membangkitkan suatu kaum kemudian kalian berdoa kepada-Nya dan Dia tidak menjawab permintaan kalian (Musnad Ahmad)
Musibah mana lagi dan kondisi manalagi yang lebih buruk dari musibah dan kondisi umat saat ini?! Sungguh telah tiba waktunya bagi umat menghentikan kepengecutan. Telah tiba waktunya umat mencampakkan pakaian kehinaan dan kerendahan, lalu mengenakan pakaian keberanian dan sikap tak gentar kemudian membela hak-haknya dan menjelaskan tuntutan-tuntutannya tanpa rasa gentar atau taqiyah.
14 Syawal 1431 H
23 September 2010 M

Minggu, 10 Oktober 2010

Kritik Terhadap Harakah Islam yang Mengakui Sistem Thaghut (www.hizbut-tahrir.or.id)

Pengantar
Setelah hancurnya Khilafah tahun 1924, banyak harakah Islam bangkit berjuang untuk mengembalikan kejayaan Islam. Berbagai harakah Islam ini berjuang dengan tujuan, ide, dan metode perjuangan masing-masing. Meski berbeda-beda, namun insya Allah semuanya mendapat ridha Allah SWT selama mereka ikhlas berjuang untuk Islam.
Hanya saja, tak semua perjuangan itu relevan dengan masalah utama (qadhiyah mashiriyah) umat Islam atau sesuai dengan tuntutan ajaran Islam dalam perubahan. Jadi ikhlas saja tidaklah cukup, meski keikhlasan memang tuntutan mendasar dalam amal perjuangan. Keikhlasan harus disertai dengan pemahaman akan hukum-hukum Islam serta tuntutan ajaran Islam dalam perubahan.
Masalah Utama Umat Islam dan Tipologi Harakah Islam
Islam tak diragukan lagi adalah agama yang komprehensif, yaitu bukan sekedar agama spiritual, tapi juga mengatur segenap aspek kehidupan. Islam adalah agama dan negara. Maka dari itu, sejak Rasulullah SAW diutus sebagai nabi dan rasul, yang menjadi masalah utama umat Islam adalah bagaimana mengamalkan agama Islam secara menyeluruh dalam kehidupan bernegara.
Rasulullah SAW telah berhasil mewujudkan Islam dalam kehidupan bernegara sejak beliau menegakkan Daulah Islamiyah di Madinah. Inilah yang kemudian dilanjutkan oleh khalifah-khalifah sesudah beliau selama sekitar 1300 tahun hingga hancurnya Khilafah di Turki tahun 1924. Sejak saat itulah umat Islam hidup terpecah belah dalam puluhan sistem thaghut sekuler dan hidup tertindas karena menjadi sasaran penghisapan dan penjajahan Barat.
Maka dari itu, selama Islam adalah agama dan negara, bukan sekedar agama spiritual, setiap perjuangan harakah Islam wajib memperhatikan masalah ini dalam perjuangannya. Inilah yang disebut masalah utama umat, yaitu mengamalkan seluruh ajaran Islam dalam kehidupan bernegara dalam bingkai negara Khilafah.
Dengan demikian, perjuangan harakah Islam seharusnya terfokus pada dua hal. Pertama, membebaskan umat Islam dari penjara sistem thaghut sekuler yang telah memecah belah umat Islam dan menjadikan mereka tak berdaya menghadapi hegemoni Barat. Kedua, mengembalikan umat dalam satu institusi politik pemersatu umat, yaitu negara Khilafah Islam.
Penguasa Dunia Islam sebagai pemimpin sistem thaghut itu sangat memahami hal ini. Maka mereka pun melakukan serangkaian strategi untuk membendung dan menjinakkan harakah-harakah Islam. Mereka berhasil sehingga akhirnya harakah-harakah Islam terbelah menjadi dua tipe utama. Pertama, harakah Islam ideologis yang tidak tersesatkan oleh realitas. Harakah jenis ini sangat paham bahwa untuk mengatasi masalah umat Islam caranya adalah merombak total sistem sekuler yang ada serta memimpin umat untuk menerapkan seluruh hukum Islam dalam negara Khilafah.
Kedua, harakah Islam pragmatis yang disesatkan oleh realitas, yang tidak sadar akan masalah umat, mengakui keabsahan sistem yang ada, serta berjuang dari dalam sistem.
Bertolak dari kondisi umat Islam yang kini hidup tercerai berai dalam sistem thaghut, maka yang dilakukan harakah Islam seharusnya adalah mengubah total sistem thaghut itu, seperti yang dilakukan harakah Islam ideologis.
Perubahan ini berarti tidak mengakui keabsahan sistem thaghut (sekuler) yang ada, karena sistem bikinan penjajah ini hakekatnya adalah musuh Islam dan pelayan kaum penjajah. Perubahan ini juga harus dilakukan dari luar sistem untuk menghancurkannya, bukan dari dalam sistem seperti yang dilakukan harakah Islam pragmatis dengan berpartisipasi dalam kabinet dan parlemen.
Perubahan ini berarti juga harus disertai upaya memimpin umat untuk memahami dan mengamalkan Islam secara sahih. Yaitu Islam sebagaimana diterapkan Rasululah SAW dan para khalifah sesudahnya dalam negara Khilafah, yang akan menyatukan umat yang terpecah belah dan mengembalikan kemuliaan mereka yang terampas oleh kaum penjajah.
Memang penguasa zalim Dunia Islam lebih suka memelihara harakah Islam pragmatis. Sebab dari dua tipe harakah Islam yang ada, harakah pragmatis tidak mengajak umat untuk mengubah sistem thaghut secara total, bahkan mengakui keabsahannya. Harakah pragmatis pada prinsipnya memang bersedia hidup dalam sistem thaghut yang zalim. Maka sistem thaghut tak akan khawatir terhadap harakah pragmatis semacam ini, walaupun harakah ini menggembar-gemborkan slogan “Islam Adalah Solusi,” atau “Kami Ingin Syariah Islam,” atau bahkan slogan “Kami Ingin Khilafah.” Semua ini tak mengkhawatirkan sistem thaghut, selama harakah pragmatis ini telah mengakui keabsahan sistem sekuler yang ada.
Dengan demikian, harakah pragmatis ini telah melakukan penyesatan politik yang dapat menyimpangkan umat dari perjuangan yang benar. Karena keterlibatan harakah pragmatis dalam sistem thaghut berarti melegitimasi sistem thaghut sekaligus mempersulit harakah ideologis untuk menghancurkan sistem thaghut yang ada. Dan perlu dicatat, kebijakan penguasa Dunia Islam yang seperti ini telah didukung oleh Barat.
Strategi Barat Menghadapi Harakah Islam
Barat telah membagi kaum muslimin menjadi dua golongan utama, yaitu golongan fundamentalis (ekstremis) dan golongan moderat. Dari keduanya Barat hanya mendukung golongan moderat, dan bahkan mendudukkannya ke kursi kekuasaan, karena golongan moderat memang tidak menimbulkan bahaya bagi sistem politik di Dunia Islam dan bagi eksistensi Barat di Dunia Islam. Inilah garis besar Barat untuk menyesatkan harakah-harakah Islam.
Contoh nyata untuk strategi Barat itu adalah apa yang terjadi pada Partai Keadilan dan Pembangunan (PKP) pimpinan Recep Tayyip Erdogan di Turki. Turki tetap saja sekuler, dan bahkan menjalankan kebijakan AS dan Israel, meskipun PKP telah berhasil berkuasa. Inilah bukti nyata bahwa PKP telah menjadi harakah Islam yang disesatkan Barat sehingga PKP justru menjadi agen dan kepanjangan tangan dari kepentingan Barat.
Sayangnya, banyak generasi muda umat yang terkecoh dengan harakah pragmatis seperti PKP. Mereka menganggap PKP yang berhasil meraih kekuasaan telah melayani kepentingan Islam dan umat Islam. Padahal, dengan tinjauan sekilas saja, akan terlihat PKP sangat jauh dari ajaran dan politik Islam. Buktinya, PKP mengumumkan tidak akan memusuhi Barat (penjajah), mempercayai demokrasi, ingin menjadi bagian Eropa, serta menjadi sekutu Israel dan mengadakan perjanjian militer dengannya. PKP juga berpartisipasi dalam operasi militer NATO di Afghanistan untuk memerangi Islam dan umat Islam di sana. Dan lebih dari semua itu, PKP adalah pendukung ide-ide Mustafa Kamal Ataturk, manusia hina yang menjadi musuh Islam nomor satu dan penghancur Khilafah.
Harakah seperti PKP ini yang amat didambakan Barat, sehingga Barat berusaha mewujudkannya di berbagai negara di Dunia Islam. Tujuannya adalah untuk menghambat harakah Islam ideologis yang selalu diperangi AS, Eropa, dan penguasa zalim Dunia Islam atas nama perang melawan terorisme, fundamentalisme, radikalisme, ekstremisme, dan semacamnya.
Memang Barat telah menggariskan karakter-karakter tertentu untuk harakah Islam agar sesuai dengan kepentingan Barat. Mereka menghendaki agar harakah Islam dapat menerima sistem thaghut yang dijalankan Barat dan penguasa Dunia Islam yang zalim. Agar diterima umat, Barat menyebut aktivis harakah ini sebagai kaum moderat, bukan kaum fundamentalis atau ekstremis yang memang dimusuhi Barat.
Padahal kenyataannya, kaum moderat hakikatnya tidak berbeda dengan kaum liberal-sekuler, kecuali perbedaan formalitas saja. Jika dicermati, lontaran ide harakah Islam pragmatis sama saja dengan ide kelompok liberal-sekuler. Kita jangan tertipu dengan permainan istilah dan pengggunaan simbol-simbol Islam. Contoh nyatanya adalah PKP di Turki. PKP sangat sering mengeksploitir istilah dan simbol Islam. Padahal berbagai strategi dan langkah politiknya, seribu kali lebih berbahaya bagi umat Islam daripada kelompok-kelompok sekuler.

Maka sudah saatnya umat Islam sadar, bahwa tak setiap harakah yang seakan-akan Islami dan melayani kepentingan Islam adalah memang betul-betul baik bagi Islam !  Kita juga harus menyadari bahwa di antara harakah Islam ada yang menjadi agen Barat yang sadar atau tidak justru melayani kepentingan-kepentingan Barat. Kita juga harus sadar bahwa niat yang ikhlas tidaklah cukup, melainkan juga diperlukan langkah perjuangan yang benar sesuai Syariah Islam.
Karakter Harakah Yang Mengakui Sistem Thaghut
Paling tidak ada 6 (enam) karakter harakah Islam yang mengakui sistem thaghut dan menjadi agen Barat :
Pertama, menganut sikap pragmatis (waqi’iyyah), yaitu bertindak bukan atas dasar pertimbangan Syariah, melainkan atas dasar fakta yang ada dengan pertimbangan untung rugi (manfaat).
Kedua, tidak mempunyai ide Islam yang jelas. Mereka menyerukan Islam secara umum saja, dengan penafsiran yang disesuaikan dengan fakta yang ada demi meraih keridhoan penguasa zalim dan kaum penjajah (Barat).
Ketiga, tidak berusaha mengubah secara total sistem sekuler yang ada, melainkan hanya memperbaikinya secara parsial pada aspek-aspek tertentu. Mereka mempunyai asumsi dasar bahwa sistem yang ada sudah sah dan sudah final. Yang diubah bukan sistemnya, melainkan hal-hal tertentu yang memerlukan perbaikan, misalnya korupsi.
Keempat, mempunyai wawasan dan aksi yang hanya bersifat lokal. Mereka tidak peduli dengan persoalan umat Islam yang bersifat global, misalnya mempersatukan seluruh umat Islam dalam satu negara Khilafah.
Kelima, selalu berusaha menampakkan diri sebagai kelompok modern dan moderat, dengan dalih Islam adalah agama yang fleksibel dan luwes. Mereka mengecam harakah Islam ideologis sebagai kelompok garis keras (mutasyadidun) yang hanya cari masalah dengan memberontak kepada pemerintahan yang sah. Mereka menggembar-gemborkan ide-ide tertentu, seperti fiqih al-waqi’ (fiqih yang bertoak dari fakta), fiqih al-mashalih (fiqih yang mempertimbangkan kemaslahatan), dan semisalnya. Mereka masuk ke dalam parlemen dengan dalih untuk menegakkan agama, dan seterusnya.
Keenam, mementingkan figuritas. Mereka adalah harakah yang mempraktikkan kultus individu, karena mengedepankan figur pimpinan (qiyadah) daripada pemikiran yang serius dan produktif. Jika menghadapi masalah yang perlu keputusan, kata akhirnya bukan pada pertimbangan pemikiran, melainkan pada kehendak figur pimpinan yang telah tertawan oleh realitas sistem yang bobrok.
Harakah dengan karakter-karakter ini jelas sangat menyenangkan penguasa dari sistem thaghut. Harakah seperti ini pun kemudian dimanfaatkan dan diperalat untuk mengalihkan perhatian umat dari harakah ideologis yang sahih. Dengan demikian, di samping telah mengacaukan gambaran perjuangan Islam yang hakiki,  harakah pragmatis itu juga telah mempersulit perjuangan ke arah perubahan total yang dikehendaki Islam.
Padahal sudah jelas, keterlibatan harakah pragmatis dalam parlemen sesungguhnya adalah suatu bentuk ketaatan kepada thaghut dan upaya jahat untuk memperpanjang umur thaghut itu. Hal ini juga akan mengacaukan pemahaman umat mengenai sistem thaghut sehingga umat bisa jadi menganggap sistem thaghut yang ada sudah bagus dan final.
Penutup
Dari seluruh penjelasan di atas, sudah seharusnya harakah pragmatis menyadari kekeliruan langkah mereka. Namun akankah mereka mau sadar? Dengan penuh kepahitan kami katakan, nampaknya mereka tidak akan sadar. Sebab cacat yang ada pada harakah pragmatis itu adalah cacat bawaan yang fatal, yaitu cacat pada ide (fikrah) dan metode (thariqah) perjuangan mereka.
Sungguh, setiap perjuangan yang dilandasi asumsi bahwa sistem yang ada sudah sah dan tidak perlu diubah, hanya akan menghasilkan kesia-siaan dan kemurkaan dari Allah SWT, meskipun mereka berniat ikhlas.
Ingatlah firman Allah SWT :
(أَفَمَنْ يَمْشِي مُكِبًّا عَلَى وَجْهِهِ أَهْدَى أَمَّنْ يَمْشِي سَوِيًّا عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ)
“Apakah orang yang merangkak dengan wajah tertelungkup yang lebih terpimpin (dalam kebenaran) ataukah orang yang berjalan tegap di atas jalan yang lurus?” (QS Al-Mulk [67] : 22)
Juga firman-Nya :
(وَالَّذِينَ إِذَا ذُكِّرُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ لَمْ يَخِرُّوا عَلَيْهَا صُمًّا وَعُمْيَانًا)
“Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Tuhan mereka, mereka tidak bersikap sebagai orang-orang yang tuli dan buta.” (QS Al-Furqaan [25] : 73). Wallahu a’lam. [ ]

(Disarikan dari artikel Amaa Aan li al-Harakat al-Islamiyah allatiy Ta’tarifu bi Syar’iyyah Al-Anzhimah an Tash-huw, oleh Dr. Hazim Badar, Palestina,  Majalah Al-Waie (Arab), no. 282, Edisi Khusus Rajab 1431 H/ Juli 2010)

Kecelakaan Kereta Api Terus Terjadi, Penguasa Tetap Tak Peduli (www.hizbut-tahrir.or.id)

[AL Islam 525] BELUM genap sepekan Peringatan Hari Jadi Kereta Api pada 28 September 2010 lalu, dua kecelakaan fatal terjadi dan merenggut 35 nyawa. Satu kecelakaan kereta api terjadi di Stasiun Petarukan, Pemalang, yakni KA Argo Bromo Anggrek menabrak KA Senja Utama. Kecelakaan lain terjadi di Stasiun Purwosari, Solo. Pada kecelakaan itu KA Bima menyenggol bagian belakang KA Gaya Baru. Dugaan sementara, kecelakaan di Petarukan adalah karena faktor human error, yakni kelalaian masinis (Republika, 5/10).
Boleh jadi, memang ada faktor kesalahan manusia (human error) dalam kecelakaan kereta api tersebut. Namun, harus diakui, kecelakaan kereta api tidak hanya terjadi tempo hari. Tragedi kecelakaan kereta api di negeri ini seolah menjadi peristiwa rutin pada semua rezim di negeri ini.
Paling tidak, dalam rentang lima tahun (2004-2008) saja sudah terjadi ratusan kali kecelakaan kereta api. Rinciannya: 2004: 128 kecelakaan; 2005: 91 kecelakaan; 2006: 102 kecelakaan; 2007: 140 kecelakaan; 2008: 117 kecelakaan. Ratusan kasus kecelakaan tersebut terjadi dalam bentuk: tabrakan antar kereta api (28 kasus); tabrakan keretaapi dengan kendaraan bermotor (108 kasus); kereta api anjlog (442 kasus). Selama lima tahun itu saja, kecelakaan kereta api telah menelan korban meninggal, luka berat dan luka ringan sebanyak total 1221 orang. Adapun penyebab kecelakaan adalah karena: faktor alam (4%), faktor sarana (23%), faktor prasarana (18%), faktor SDM Operator (35%) dan faktor ekternal (20%) (Perkeretaapian.dephub.go.id, Update: 23/1/2009).
Di tahun 2010 ini, menurut Dirjen Perkeretaapian Kementrian Perhubungan Hermanto Dwi Atmanto dua bulan lalu (6/8), hingga akhir Juli 2010 sudah terjadi 32 kecelakaan kereta api. Sebelumnya, tahun 2009, terjadi 90 kasus kecelakaan kereta api. (Berdikarionline.com, 4/1/2010).
Dengan melihat data-data kecelakaan di atas, jelas bahwa transportasi rakyat yang satu ini masih menjadi “mesin pembunuh”. Dari data-data di atas juga terbukti, bahwa Pemerintah benar-benar alpa memperhatikan transportasi yang aman bagi warga negaranya.
Padahal kereta api adalah salah satu jenis transportasi darat yang sangat “digemari” masyarakat. Pada tahun 1999 saja, penumpang berjumlah 186,469,269 orang. (Kereta-api.com). Boleh dikatakan, kereta api selama puluhan tahun menjadi salah satu alat transportasi “favorit” rakyat, khususnya kalangan menengah ke bawah. Namun, hal itu semata-mata karena kereta api masih dianggap sebagai alat transportasi yang “murah”, bukan karena masyarakat merasa aman dan nyaman memakai jasa kereta api. Sebab, jika dilihat dari faktor keamanan, angka-angka kecelakaan di atas jelas menunjukkan bahwa kereta api adalah salah satu alat transportasi yang bisa merupakan “ancaman mengerikan”. Adapun dilihat dari faktor kenyamanan, di Jabodetabek, misalnya, di gerbong kereta api eksekutif pun (KA Parahyangan) penumpang sering tidak kebagian tempat duduk; bahkan untuk sekadar duduk di lantai gerbong pun sering susah. Kebanyakan akhirnya berdiri berhimpitan, rata-rata lebih dari satu jam.
Di kelas ekonomi AC atau ekonomi keadaannya tentu lebih parah lagi. Penumpang dari kalangan masyarakat miskin diperlakukan seperti tumpukan barang/binatang dan itu dianggap sebagai hal yang biasa. Para lansia, ibu hamil, orang cacat dan balita pun diperlakukan sama; tak ada perlakuan khusus. Di kereta ekonomi pula, WC pun sering terpaksa menjadi tempat tidur bagi mereka. Penderitaan mereka seperti ini mereka alami setiap hari. Ironisnya, penderitaan semacam ini belum berakhir. Sebab, sewaktu-waktu bisa saja mereka menjadi korban pelecehan seksual, aksi pencopetan, dll; sebagaimana sering terjadi.
Pemerintah Tak Peduli!
Fakta-fakta di atas hanyalah akibat. Sebabnya tidak lain karena Pemerintah selama ini tidak mempedulikan nasib rakyat, termasuk untuk hal yang amat vital bagi mereka, yakni alat transportasi. Ketidakpedulian Pemerintah terhadap kebutuhan rakyatnya dalam hal transportasi yang murah, aman dan nyaman terlihat dari data-data berikut.
Pada 1939, panjang rel seluruh kereta api di Indonesia mencapai 6.811 kilometer. Idealnya, seiring pertambahan penduduk dan bertambah luas dan jauhnya areal tempat tinggal mereka, rel tersebut makin bertambah. Faktanya, pada tahun 2000, berarti dalam kurun sekitar 60 tahun, rel yang merupakan warisan Belanda itu susut menjadi tinggal 4.030 km, atau turun 41%. Kondisi sarana pendukungnya, seperti jumlah stasiun kereta api, juga sama. Pada 1955 jumlah stasiun kereta api mencapai 1.516 buah. Dalam kurun hanya 50 tahun, jumlah itu merosot 62% menjadi tinggal 571 stasiun. Selain susut, infrastruktur kereta api itu juga sering dibiarkan tak terawat. Panjang rel yang sudah aus dan cacat di Jawa dan Sumatra, misalnya, mencapai 540 kilometer dan belum diganti. Kondisi lokomotif yang dioperasikan pun sangat memprihatinkan. Dari 341 unit lokomotif yang ada pada 2008, hampir seluruhnya (82%) sudah tua dengan umur antara 16-30 tahun. Padahal di negara maju, seperti Jepang dan negara-negara Eropa, umur ekonomis kereta api guna menjamin keselamatan penumpang maksimal adalah 5-10 tahun, setelah itu diganti dengan sarana yang sama sekali baru. Di Indonesia hal itu tidak terjadi (Media Indonesia, 4/10/2010).
Lagi-lagi, faktor anggaran yang minim menjadi satu-satunya alasan Pemerintah. Padahal anggaran revitalisasi kereta api untuk lima tahun ke depan (2010-2015) yang diusulkan hanya sebesar Rp 20 triliun. Pemerintah tentu bisa segera merealisasikannya. Anggaran Rp 20 triliun selama lima tahun itu tentu sangat kecil. Pasalnya, dalam APBN 2010, anggaran Perjalanan Dinas Pejabat Pemerintah dan Anggota DPR saja selama setahun mencapai 19,5 triliun (Suara Merdeka, 20/9). Artinya, anggaran “plesiran” pejabat Pemerintah dan Anggota DPR 5 kali lipat lebih besar daripada anggaran untuk perbaikan sistem perekeretapian yang notebene menyangkut kebutuhan jutaan rakyat. Sungguh ironis! Mengapa? Karena selama ini lebih dari 70% APBN negeri ini dibiayai dari pajak (JPNN.com, 24/3/2010), yang berarti sebagian besarnya dibiayai oleh rakyat. Kenyataannya, uang rakyat itu banyak “dimakan” para pejabat dan anggota DPR. Untuk rakyat sendiri, cukup “recehan”-nya saja. Semua ini makin menegaskan satu hal: Pemerintah/DPR sesungguhnya tak pernah tidak peduli terhadap rakyat. Mereka hanya peduli terhadap diri sendiri!
Harus Bertanggung Jawab
Dalam sejarah ulama salaf, diriwayatkan bahwa Khalifah Umar bin Abdil Aziz dalam shalat tahajudnya sering membaca ayat berikut:
احشُرُوا الَّذينَ ظَلَموا وَأَزوٰجَهُم وَما كانوا يَعبُدونَ ﴿٢٢﴾ مِن دونِ اللَّهِ فَاهدوهُم إِلىٰ صِرٰطِ الجَحيمِ ﴿٢٣﴾ وَقِفوهُم ۖ إِنَّهُم مَسـٔولونَ ﴿٢٤﴾
(Kepada para malaikat diperintahkan), “Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka dan sembah-sembahan yang selalu mereka sembah, selain Allah. Lalu tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka. Tahanlah mereka di tempat perhentian karena sesungguhnya mereka akan dimintai pertanggungjawaban.” (QS ash-Shaffat [37]: 22-24).
Beliau mengulangi ayat tersebut beberapa kali karena merenungi besarnya tanggung jawab seorang pemimpin di akhirat bila melakukan kezaliman.
Dalam riwayat lain, karena begitu khawatirnya atas pertanggungjawaban di akhirat sebagai pemimpin, Khalifah Umar bin Khaththab ra. berkata dengan kata-katanya yang terkenal, “Seandainya seekor keledai terperosok di Kota Baghdad karena jalanan rusak, aku sangat khawatir karena pasti akan ditanya oleh Allah SWT, ‘Mengapa kamu tidak meratakan jalan untuknya?’”
Itulah dua dari ribuan contoh yang pernah dilukiskan para salafus-shalih tentang tanggung jawab pemimpin di hadapan Allah kelak. Tidak lain karena para pemimpin dulu, yakni para khalifah kaum Muslim sepanjang Kekhilafahan Islam selama berabad-abad, memahami benar sabda Baginda Rasulullah saw.:
سَيِّدُ الْقَوْمِ خَادِمُهُمْ
Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka (HR Ibn Majah dan Abu Nu’aim).
Mereka juga amat memahami sabda Rasul saw. yang lain:

اَلإِمَامُ رَاعٍ وَ هُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus (HR al-Bukhari).

Khilafah: Pelayan Terbaik
Sejarah Islam yang otentik sesungguhnya banyak mencatat fakta betapa Khilafah adalah pelayan rakyat terbaik sepanjang sejarahnya. Contoh kecil, selama masa Khilafah Umayah dan Abbasiyah, di sepanjang rute para pelancong dari Irak dan negeri-negeri Syam (sekarang Suriah, Yordania, Libanon dan Palestina) ke Hijaz (kawasan Makkah) telah dibangun banyak pondokan gratis yang dilengkapi dengan persediaan air, makanan dan tempat tinggal sehari-hari untuk mempermudah perjalanan bagi mereka. Sisa-sisa fasilitas ini dapat dilihat pada hari ini di negeri-negeri Syam.
Khilafah Utsmaniyah juga melakukan kewajiban ini. Dalam hal kemudahan alat transportasi untuk rakyat, khususnya para peziarah ke Makkah, Khilafah membangun jalan kereta Istanbul-Madinah yang dikenal dengan nama “Hijaz” pada masa Sultan Abdul Hamid II. Khilafah Usmani pun menawarkan jasa transportasi kepada orang-orang secara gratis (Khilafah.com).
Bukan hanya manusia yang dilayani, hewan-hewan pun mendapatkan perlakuan yang baik, dilindungi oleh para khalifah. Ibn Rusyd al-Qurthubi meriwayatkan dari Malik bahwa Khalifah Umar ra. pernah melewati seekor keledai yang dibebani dengan tumpukan batu. Menyaksikan penderitaan hewan itu, Khalifah Umar ra. segera membuang sebagian tumpukan batu dari punggung hewan itu. Pemilik keledai itu, seorang wanita tua, datang kepada Khalifah Umar ra. dan berkata, “Wahai Umar, apa yang engkau lakukan dengan keledaiku? Memangnya engkau memiliki hak untuk melakukan apa yang engkau lakukan?” Khalifah Umar ra. mengatakan, “Menurutmu, memangnya apa yang membuatku mau mengisi jabatan ini (khalifah)?” Yang dimaksud oleh Umar ra., sebagai khalifah, ia bertanggung jawab atas semua hukum Islam, yang meliputi pula tindakan yang disebutkan oleh hadis Rasulullah saw., “Berhati-hatilah untuk tidak membebani punggung hewan.” (HR Abu Dawud).
Bandingkan dengan para pemimpin negeri ini. Betapapun jutaan rakyat tersiksa setiap hari di gerbong-gerbong kereta api-berdesak-desakan, berhimpitan dan bergelantungan seraya setiap saat terancam jiwanya-para penguasa negeri ini seolah tak peduli, hatta saat banyak rakyat terenggut nyawanya karena kecelakaan kereta api.
Para penguasa seperti ini patutlah merenungkan sabda Baginda Rasulullah saw., “Jabatan (kedudukan) itu pada permulaannya penyesalan, pertengahannya kesengsaraan (kekesalan hati) dan akhirnya adalah azab pada Hari Kiamat (HR Ath-Thabrani).
Wallahu a’lam bi ash-shawab. []

Presiden SBY tidak Paham Jihad ? (http://hizbut-tahrir.or.id/2010/10/05/presiden-sby-tidak-paham-jihad/)

(Upaya Pendistorsian Makna Jihad)

Oleh: Harits Abu Ulya (Ketua Lajnah Siyasiyah DPP-HTI)
Dalam acara Silaturahmi Musabaqah Tilawatil Quran dan Hadis Tingkat ASEAN dan Pasifik di Istana Negara, Jl Veteran, Jakarta Pusat, Senin (4/10/2010). Yang juga dihadiri oleh beberapa menteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II seperti Mendiknas M Nuh, Menkopolhukam Djoko Suyanto, Mensesneg Sudi Silalahi, Menteri Agama Suryadharma Ali, juga duta besar beberapa negara Islam dari Timur Tengah. Hadir juga Dr. Sholeh bin Abdullah bin Humaid yang juga utusan resmi Pangeran Sultan bin Abdul Aziz Alu Su`ud, Duta Besar Kerajaan Arab Saudi, dan para duta besar negara-negara sahabat untuk Indonesia. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan  beberapa hal sebagai bentuk respon terhadap beberapa peristiwa kekinian yang  diekspos secara luas oleh media.
Presiden Yudhoyono dalam sambutanya; “Siapapun tidak boleh mengatasnamakan agama sebagai instrumen untuk melakukan tindak kekerasan dan teror,”. Presiden Yudhoyono berharap jangan sampai generasi muda menafsirkan makna jihad di dalam Al Quran secara keliru. Penafsiran keliru itu, kata Kepala Negara, adalah mengartikan jihad sebagai jalan kekerasan dan menghalalkan segala cara. “Janganlah menjadikan ajaran Islam sebagai tameng untuk membenarkan tindakan terorisme,” kata Yudhoyono. Generasi muda, menurut Presiden, seharusnya memaknai jihad sebagaimana mestinya, yaitu jihad melawan hawa nafsu, kemiskinan, keterbelakangan, perilaku korupsi, dan jihad untuk kesejahteraan bangsa dan negara.
Presiden menegaskan bahwa Islam itu damai dan teduh. Islam adalah agama yang cinta keadilan dan selalu menganjurkan kasih sayang, serta menjauhi permusuhan. Melalui Al Quran, Islam mencegah perbuatan yang keji dan mungkar, katanya. “Al Quran dan Hadits juga mengajarkan kepada kaum Muslimin untuk memelihara dan mempertahankan nilai-nilai luhur yang mulia, etika kehidupan yang baik, serta tata hubungan sosial yang harmonis dan bermartabat,” kata Presiden. Memperjuangkan Islam, imbuhnya, perlu dilandasi dengan perilaku yang baik. “Bukan sebaliknya, tindakan yang tidak Islami,” tuturnya. (Antaranews.com, 4/10, Detiknews.com,4/10)
Setidaknya ada dua hal paling urgent yang perlu di kritisi dari pernyataan Presiden SBY. Pertama; pernyataan SBY lebih tepat disebut sebagai tuduhan, jika ada sebagian orang atau kelompok  yang  menjadikan agama sebagai tameng  atau  instrumen untuk melakukan tindakan kekerasan dan teror. Sebelumnya Presiden juga mengeluarkan pernyataan yang mirip, saat memberikan sambutan pada peresmian Masjid Baiturrahim yang berada di Kompleks Istana Kepresidenan, Presiden mengatakan masjid atau rumah ibadah adalah pusat kebaikan dan pusat kebajikan untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan.
Karena itu, dia meminta agar masjid tidak dijadikan sebagai ajang untuk memprovokasi atau menyerukan tindakan kekerasan. Pernyataan Presiden itu terkait dengan aktivitas sejumlah teroris yang telah ditangkap, yang cenderung menjadikan tempat ibadah untuk mengajarkan permusuhan dan tindak kekerasan kepada orang yang berbeda akidah. (Republika.co.id,2/10)
Pernyataan di atas tentu bukan bercanda, tapi artikulasi verbal dari proses pencerapan terhadap realitas dan informasi yang masuk dalam pikiran Presiden. Maka sentimen dalam bentuk redaksi “tuduhan”  perlu dibuktikan, agar  program pemerintah dalam menangani kasus “terorisme” tidak  melahirkan masalah dan musuh baru dengan sengaja atau tidak telah memojokkan dan menstigmasi Islam terkait terorisme. Umat Islam juga bisa mengeluarkan asumsi berlawanan; “jangan sampai penguasa menjadikan proyek kontra terorisme tameng untuk melakukan “teror” dan “mendiskritkan” Islam dan kaum muslimin“. Karena ungkapan Presiden Yudhoyono lebih sebagai asumsi yang  masih perlu bukti, kalau masjid menjadi  “kawah condrodimuka” lahirnya kekerasan. Jika ada satu atau dua orang yang sesuai ungkapan presiden, tentu juga tidak bisa digeneralisir dengan ungkapan diatas.
Kedua; dalam pandangan Presiden Yudhoyono, kesalahan tafsir terhadap al Qur’an dan as Sunnah dalam bab jihad-lah yang menjadi faktor  tindakan kekerasan dan terorisme. Kemudian presiden menjelaskan “jihad prespektif presiden” ; seharusnya memaknai jihad sebagaimana mestinya, yaitu jihad melawan hawa nafsu, kemiskinan, keterbelakangan, perilaku korupsi, dan jihad untuk kesejahteraan bangsa dan negara. Apakah benar adanya jihad seperti penjelasan presiden? Bagi seorang muslim memang diwajibkan memahami jihad dengan benar dan aplikasinya juga  benar. Tidak  memahami sebagian dan membuang sebagian, apalagi dengan motif ingin melakukan “tahrif” (penyimpangan) makna jihad, karena dihadapkan  kepada jalan buntu mengurai akar masalah “terorisme” sementara terminologi jihad menjadi tertuduh.

Sekilas memahami jihad yang sahih.
Seperti diterangkan dalam al Qur’an dan as Sunnah kemudian dibukukan dalam ratusan kitab fiqh oleh ulama’ salafus sholeh dan ulama’-ulama’ zaman sekarang (dan mu’tabar; jadi rujukan dan pegangan umat Islam), bisa diringkas;
Secara bahasa kata “al-jihaad” berasal dari kata “jaahada“, yang bermakna “al-juhd” (kesulitan) atau “al-jahd” (tenaga atau kemampuan). Imam Ibnu Mandzur dalam Kitab Lisaan al-’Arab nya, secara bahasa, al-jihaad artinya;mengerahkan kemampuan dan tenaga yang ada, baik berupa perkataan maupun perbuatan.
Dalam kitab Syarh al-Qasthalaani ‘alaa Shahiih al-Bukhaariy dinyatakan sebagai berikut Kata jihaad merupakan pecahan dari kata  al-jahd, dengan huruf jim difathah yang berarti: at-ta’b (lelah) dan al-masyaqqah (sulit).  Sebab, kelelahan dan kesulitan yang ada di dalamnya bersifat terus-menerus.  Kata jihaad bisa merupakan bentuk pecahan dari kata al-juhd dengan “jim” didhammah, yang berarti: at-thaaqah (kemampuan atau tenaga).  Sebab, masing-masing mengerahkan tenaganya untuk melindungi shahabatnya.
Di dalam al-Quran dan Sunnah, kata jihaad diberi arti baru oleh syariat dari arti asal (bahasanya) atau menuju makna yang lebih khusus, yaitu, “mengerahkan seluruh kemampuan untuk berperang di jalan Allah, baik secara langsung, dengan bantuan keuangan, pendapat (pemikiran), memperbanyak kuantitas (taktsiir al-sawaad) ataupun yang lain (Ibn ‘Abidiin, Haasyiyah, juz III, hal. 336)   Dengan demikian, ketika kata “jihad” disebut, secara otomatis orang akan memaknainya dengan makna syariatnya -berperang di jalan Allah”, bukan dengan makna bahasanya.  Jihad dengan makna khusus ini, bisa ditemukan pada ayat-ayat Madaniyah.  Sedangkan kata jihad di dalam ayat-ayat Makkiyah, maknanya merujuk pada makna bahasanya (bersungguh-sungguh).  
Contoh Ayat-ayat yang memberikan pengertian Jihad adalah al Qital (perang);
لا يَستَوِى القٰعِدونَ مِنَ المُؤمِنينَ غَيرُ أُولِى الضَّرَرِ وَالمُجٰهِدونَ فى سَبيلِ اللَّهِ بِأَموٰلِهِم وَأَنفُسِهِم ۚ فَضَّلَ اللَّهُ المُجٰهِدينَ بِأَموٰلِهِم وَأَنفُسِهِم عَلَى القٰعِدينَ دَرَجَةً ۚ وَكُلًّا وَعَدَ اللَّهُ الحُسنىٰ ۚ وَفَضَّلَ اللَّهُ المُجٰهِدينَ عَلَى القٰعِدينَ أَجرًا عَظيمًا
“Tidaklah sama antara mu’min yang duduk (yang tidak turut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar.” (QS. al-Nisaa’ : 95)
Jihaad dalam ayat ini mempunyai pengertian: keluar untuk berperang, dan aktivitas ini lebih diutamakan daripada berdiam diri dan tidak berangkat menuju peperangan.
Para ulama empat madzhab juga telah sepakat bahwa jihad harus dimaknai sesuai dengan hakekat syariatnya, yakni berperang di jalan Allah baik secara langsung maupun tidak langsung.
Madzhab as-Syaafi’i, sebagaimana yang dinyatakan dalam kitab al-Iqnaa’, mendefinisikan jihad dengan “berperang di jalan Allah”. Al-Siraazi juga menegaskan dalam kitab al-Muhadzdzab; sesungguhnya jihad itu adalah perang.
Dalam masalah ini, Ibnu Qudamah dalam al Mughni-nya berkata: Ribaath (menjaga perbatasan) merupakan pangkal dan cabang jihad. Beliau juga mengatakan: Jika musuh datang, maka jihad menjadi fardlu ‘ain bagi mereka… jika hal ini memang benar-benar telah ditetapkan, maka mereka tidak boleh meninggalkan (wilayah mereka) kecuali atas seizin pemimpin (mereka). Sebab, urusan peperangan telah diserahkan kepadanya.

Jihad Ofensif dan Jihad Defensif
Dr. Mohammad Khair Haekal di dalam kitab al-Jihad wa al-Qital menyatakan, bahwa sebab dilaksanakannya jihad fi sabilillah bukan hanya karena adanya musuh (jihad defensif), akan tetapi juga dikarenakan tugas Daulah Islamiyyah dalam mengemban dakwah Islam ke negara lain, atau agar negara-negara lain tunduk di bawah kekuasaan Islam (jihad ofensif).
Hanya saja, para ulama berbeda pendapat dalam menentukan batas minimal jihad yang dilakukan oleh negara. Imam al-Mawardiy dalam kitab al-Iqnaa’, hal.175 menyatakan, “Hukum jihad adalah fardlu kifayah, dan imamlah yang berwenang melaksanakan jihad…ia wajib melaksanakan jihad minimal setahun sekali, baik ia pimpin sendiri, atau mengirim ekspedisi perang.”
Syeikh Imam Nawawi al-Bantani al-Jawi dalam kitab Nihayah Az-Zain, “Jihad itu adalah fardhu kifayah untuk setiap tahun, apabila orang-orang kafir berada di negeri mereka. Paling sedikit satu kali dalam satu tahun, tapi apabila lebih tentu lebih utama, selama tidak ada kebutuhan lebih dari satu kali. Jika jihad tidak dilakukan maka wajib atas sebagian (kaum Muslimin) untuk mengajak jihad, dengan salah satu dari dua cara”.
Jadi dari paparan diatas cukup untuk menimbang makna jihad ala Presiden. Hakikatnya jihad itu bukan terorisme, dan jihad bukan mengajarkan umat Islam menjadi teroris. Jihad dalam ajaran Islam tetap berlaku hingga yaumil qiyamah, bagi orang yang beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya tidak akan berani dan tega menuduh “ajaran jihad” dalam Islam sebagai sumber dari berbagai tindakan teror dan kekerasan.Jika ada sekelompok kecil orang mengaplikasikan makna jihad secara keliru, itu juga tidak bisa dijadikan alasan bahwa “jihad” itu telah berhenti dan tidak lagi di syariatkan. Atau kemudian perlu pemaknaan baru yang akhirnya menyimpang  dan keluar dari makna yang syar’i  yang dikehendaki Allah SWT dan Rasul-Nya.
Jadi dari prespektif ini, terlihat alih-alih Presiden menyelesaikan akar munculnya berbagai tindak kekerasan dan teror tapi malah mengeluarkan  asumsi-asumsi yang  bisa mendiskriditkan Islam dan kaum muslimin.Umat harus waspada manufer orang-orang yang membenci Islam & kaum muslim melalui permainan bahasa berusaha membikin kacau cara berfikir dan perilakunya.Wallahu a’lam

Kamis, 07 Oktober 2010

Nidzam al-Islam (Peraturan Hidup dalam Islam)

Created by : Syeikh Taqiyuddin an Nabhani (Pemimpin Hizbut Tahrir Se-Dunia yang pertama)

Bab 1
Jalan Menuju Iman (Thoriqul Iman)

Yanhadzul insaanu bima 'indahu min fikrin 'anil hayati wal kauni wal insan, wa'an 'alaakotihaa jamii'ihaa bimaa koblalhayatiddunya wa maa ba'dahu.
(Bangkitnya manusia tergantung pada pemikirannya tentang hidup, alam semesta, dan manusia, serta hubungan ketiganya dengan sesuatu yang ada sebelum alam kehidupan, dan sesudah kehidupan dunia.)

Fakaana laa buddamin taghoyyiri fikril insaanil hodzori taghoiyyiro asaa siyaa.
(Agar manusia mampu bangkit harus ada perubahan mendasar dan menyeluruh terhadap pemikiran manusia dewasa ini, untuk kemudian diganti dengan pemikiran lain.)

Sketsa Proposal Yenni Sarinah FKIP UIR


A. JUDUL
:
PENERAPAN PEMBELAJARAN KOLABORATIF DAN HAND OUT UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS IX SMP INSAN TERPUJI KULIM PEKANBARU TAHUN AJARAN 2011/2012

B. PENELITI/NPM
:
YENNI SARINAH / 086510162

C. PENDAHULUAN

1.
Latar Belakang Masalah

Pembelajaran kolaboratif dapat menyediakan peluang untuk menuju pada kesuksesan praktek-praktek pembelajaran. Sebagai teknologi untuk pembelajaran (technology for instruction), pembelajaran kolaboratif melibatkan partisipasi aktif para siswa dan meminimisasi perbedaan-perbedaan antar individu. Pembelajaran kolaboratif telah menambah momentum pendidikan formal dan informal dari dua kekuatan yang bertemu, yaitu :
1)      Realisasi praktek, bahwa hidup di luar kelas memerlukan aktivitas kolaboratif dalam kehidupan di dunia nyata.
2)      Menumbuhkan kesadaran berinteraksi sosial dalam upaya mewujudkan pembelajaran bermakna.

Ide pembelajaran kolaboratif bermula dari perspektif filosofis terhadap konsep belajar. Untuk dapat belajar, seseorang harus memiliki pasangan. Pada tahun 1916, John Dewey, menulis sebuah buku “Democracy and Education” yang isinya bahwa kelas merupakan cermin masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata. Pemikiran Dewey yang utama tentang pendidikan (Jacob et al., 1996), adalah:
1)      Siswa hendaknya aktif, Learning By Doing.
2)      Belajar hendaknya didasari motivasi intrinsik.
3)      Pengetahuan adalah berkembang, tidak bersifat tetap.
4)      Kegiatan belajar hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa.
5)      Pendidikan harus mencakup kegiatan belajar dengan prinsip saling memahami dan saling menghormati satu sama lain, artinya prosedur demokratis sangat penting.
6)      Kegiatan belajar hendaknya berhubungan dengan dunia nyata dan bertujuan mengembangkan dunia tersebut.
Metode kolaboratif didasarkan pada asumsi-asumsi mengenai siswa proses belajar sebagai berikut (Smith & MacGregor, 1992) :
a)      Belajar itu aktif dan konstruktif
Untuk mempelajari bahan pelajaran, siswa harus terlibat secara aktif dengan bahan itu. Siswa perlu mengintegrasikan bahan baru ini dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Siswa membangun makna atau mencipta sesuatu yang baru yang terkait dengan bahan pelajaran.
b)      Belajar itu bergantung konteks
Kegiatan pembelajaran menghadapkan siswa pada tugas atau masalah menantang yang terkait dengan konteks yang sudah dikenal siswa. Siswa terlibat langsung dalam penyelesaian tugas atau pemecahan masalah itu.
c)      Siswa itu beraneka latar belakang
Para siswa mempunyai perbedaan dalam banyak hal, seperti latar belakang, gaya belajar, pengalaman, dan aspirasi. Perbedaan-perbedaan itu diakui dan diterima dalam kegiatan kerjasama, dan bahkan diperlukan untuk meningkatkan mutu pencapaian hasil bersama dalam proses belajar.
d)      Belajar itu bersifat sosial
                      Proses belajar merupakan proses interaksi sosial yang di dalamnya siswa membangun makna yang diterima bersama.
Menurut Piaget dan Vigotsky, Strategi pembelajaran kolaboratif didukung oleh adanya tiga teori, yaitu :
(1). Teori Kognitif
      Teori ini berkaitan dengan terjadinya pertukaran konsep antar anggota kelompok pada pembelajaran kolaboratif sehingga dalam suatu kelompok akan terjadi proses transformasi ilmu pengetahuan pada setiap anggota.
(2). Teori Konstruktivisme Sosial
      Pada teori ini terlihat adanya interaksi sosial antar anggota yang akan membantu perkembangan  individu dan meningkatkan sikap saling menghormati pendapat semua anggota kelompok.
(3). Teori Motivasi
      Teori ini teraplikasi dalam struktur pembelajaran kolaboratif karena pembelajaran tersebut akan memberikan lingkungan yang kondusif bagi siswa untuk belajar, menambah keberanian anggota untuk memberi pendapat dan menciptakan situasi saling memerlukan pada seluruh anggota dalam kelompok.
Piaget dengan konsepnya “Active Learning” berpendapat bahwa para siswa belajar lebih baik jika mereka berpikir secara kelompok, menurut  pikiran mereka maka oleh sebab itu menjelaskan sebuah pekerjaan lebih baik menampilkan di depan kelas. Piaget juga berpendapat bila suatu kelompok aktif, kelompok tersebut akan melibatkan yang lain untuk berpikir bersama, sehingga dalam belajar lebih menarik (Smith, B.L. and Mac Gregor, 2004).
Dalam menggunakan metode pembelajaran kolaboratif ini, sarana atau alat bantu pembelajaran yang digunakan selama proses penelitian adalah pembuatan hand out untuk pokok bahasan yang dipelajari di SMP Kelas IX, terutama untuk memaparkan pokok materi yang dirasa sulit untuk dijelaskan melalui metode ceramah dan diskusi.
Dari uraian di atas, dapat dipaparkan langkah-langkah pengoptimalisasian pencapaian hasil belajar siswa dengan metode pembelajaran kolaboratif. Berikut ini langkah-langkah pembelajaran kolaboratif :

1)      Para siswa dalam kelompok menetapkan tujuan belajar dan membagi tugas sendiri-sendiri.
2)      Semua siswa dalam kelompok membaca, berdiskusi, dan menulis.
3)      Kelompok kolaboratif bekerja secara bersinergi mengidentifikasi, mendemontrasikan, meneliti, menganalisis, dan memformulasikan jawaban-jawaban tugas atau masalah dalam LKS atau masalah yang ditemukan sendiri.
4)      Setelah kelompok kolaboratif menyepakati hasil pemecahan masalah, masing-masing siswa menulis laporan sendiri-sendiri secara lengkap.
5)      Guru menunjuk salah satu kelompok secara acak (selanjutnya diupayakan agar semua kelompok dapat giliran ke depan) untuk melakukan presentasi hasil diskusi kelompok kolaboratifnya di depan kelas, siswa pada kelompok lain mengamati, mencermati, membandingkan hasil presentasi tersebut, dan menanggapi. Kegiatan ini dilakukan selama lebih kurang 20-30 menit.
6)      Masing-masing siswa dalam kelompok kolaboratif melakukan elaborasi, inferensi, dan revisi (bila diperlukan) terhadap laporan yang akan dikumpulkan.
7)      Laporan masing-masing siswa terhadap tugas-tugas yang telah dikumpulkan, disusun perkelompok kolaboratif.
8)      Laporan siswa dikoreksi, dikomentari, dinilai, dikembalikan pada pertemuan berikutnya, dan didiskusikan.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti dengan Guru IPA Terpadu, kelas IX SMP Insan Terpuji, Kulim, Pekanbaru, yaitu Ibu Kartini S.Pd pada tanggal 28 Juli 2010 (Lampiran 1), terdapat beberapa gejala yang menyebabkan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) tidak optimal, gejala tersebut seperti : (1). Kurangnya pendekatan personal antara guru dengan siswa, (2). Guru sering menggunakan metode ceramah sehingga proses KBM menjadi monoton dan membosankan, (3). Guru terlalu aktif dan siswa terlalu pasif, (4). Guru kesulitan dalam mengajarkan Materi Ajar yang berkaitan dengan rumus dan hafalan bahasa latin, (5). Guru kekurangan media seperti buku cetak dan media pembelajaran lainnya, (6). Guru mengelola tata letak bangku yang masih tradisional, (7). Guru tidak bisa memvariasikan soal karena kemampuan daya serap siswa yang rendah sehingga soal cenderung objektif (pilihan berganda).
Berdasarkan latar belakang dan gejala-gejala yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “PENERAPAN PEMBELAJARAN KOLABORATIF DAN HAND OUT UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS IX SMP INSAN TERPUJI KULIM PEKANBARU TAHUN AJARAN 2011/2012”.


2.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat di identifikasikan masalah sebagai berikut :
1)      Kurangnya pendekatan personal antara guru dengan siswa,
2)      Guru sering menggunakan metode ceramah sehingga proses KBM menjadi monoton dan membosankan,
3)      Guru terlalu aktif dan siswa terlalu pasif,
4)      Guru kesulitan dalam mengajarkan Materi Ajar yang berkaitan dengan rumus dan hafalan bahasa latin,
5)      Guru kekurangan media seperti buku cetak dan media pembelajaran lainnya,
6)      Guru mengelola tata letak bangku yang masih tradisional.
7)      Guru tidak bisa memvariasikan soal karena kemampuan daya serap siswa yang rendah sehingga soal cenderung objektif (pilihan berganda).


3.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang ditemukan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana Penerapan Pembelajaran Kolaboratif Dan Hand Out untuk Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas IX SMP Insan Terpuji Kulim Pekanbaru Tahun Ajaran 2011/2012 ?


4.
Batasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah dan menemukan sasarannya maka penulis memberikan batasan masalah sebagai berikut :
1)          Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas IX SMP Insan Terpuji Tahun Ajaran 2011/2012.
2)          Konsep yang diteliti adalah Penerapan Pembelajaran Kolaboratif Dan Hand Out untuk Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas IX SMP Insan Terpuji Kulim Pekanbaru Tahun Ajaran 2011/2012.


5.
Tujuan dan Manfaat Penelitian


5.1
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitan ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar Biologi siswa kelas IX SMP Insan Terpuji Kulim Pekanbaru Tahun Ajaran 2011/2012 dengan penerapan pembelajaran kolaboratif dan hand out.



5.2
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut :
(1).       Bagi Siswa, dengan penerapan pembelajaran kolaboratif dan hand out diharapkan siswa dapat meningkatkan hasil belajar.
(2).       Bagi Guru, khususnya untuk Guru Biologi di SMP Insan Terpuji Kulim Pekanbaru dapat dijadikan metode mengajar untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, melakukan inovasi baru dalam pembelajaran serta meningkatkan kemampuan dalam proses belajar mengajar.
(3).       Bagi Sekolah, dapat dijadikan bahan pertimbangan atau masukan untuk menentukan strategi pembelajaran yang baik dalam meningkatkan hasil belajar atau mutu pendidikan di sekolah.
(4).       Bagi Peneliti, sebagai bahan masukan dan menambah wawasan mengenai pembelajaran kolaboratif.


6.
Definisi Istilah Judul
Untuk menghindari terjadinya kesalahanpahaman terhadap pengertian judul penelitian ini, perlu penjelasan istilah yang digunakan yaitu :
(1). Pembelajaran Kolaboratif menurut beberapa ahli :
·        Pembelajaran kolaboratif adalah sebuah kelompok yang bekerja bersama-sama untuk tujuan yang telah ditetapkan (Resta dalam Daphne, 1996).
·        Pembelajaran kolaboratif adalah suatu aktifitas pembelajaran dimana siswa terlibat dalam kerja tim untuk mencapai tujuan umum yang ditetapkan. Dalam aktifitas pembelajaran tersebut terdapat elemen-elemen yang merupakan ciri pokok pembelajaran kolaborasi, meliputi : (1). adanya saling ketergantungan yang positif, (2). akuntabilitas individual, (3). memajukan interaksi tatap muka, penggunaan ketrampilan kolaborasi yang sesuai dan adanya proses kelompok (Johnson dan Smith, 1991).
·        Pembelajaran kolaboratif adalah suatu pendekatan kegiatan pendidikan untuk mengajar dan belajar yang melibatkan kelompok-kelompok si belajar yang saling bekerjasama untuk menyelesaikan sebuah problem, menyelesaikan tugas atau membuat sebuah produk (Srinivas, 2005).
·        Pembelajaran kolaboratif adalah suatu pembelajaran yang merujuk kepada sebuah metode pembelajaran dimana si belajar dari berbagai tingkat kemampuan saling bekerjasama dalam kelompok kecil untuk mencapai suatu tujuan (Gokhale, 1995).
(2). Hand Out adalah segala sesuatu yang diberikan kepada peserta didik ketika mengikuti kegiatan belajar mengajar (KBM).
Menurut Nurtain (dalam Chairil 2008) bentuk hand out ada tiga, diantaranya :
·        Bentuk catatan : Hand out ini menyajkan konsep, prinsip, gagasan pokok tentang suatu topik yang akan dibahas.
·        Bentuk diagram : Hand out ini merupakan suatu bagan, sketsa atau gambar, baik yang dilukis secara lengkap maupun yang belum lengkap.
·        Bentuk catatan dan diagram : Hand out ini merupakan gabungan dari bentuk pertama dan kedua.
Menurut Steffen-Peter (dalam Depdiknas , 2008: 19) mengemukakan 2 fungsi hand out yaitu :
·        Guna membantu pendengar agar tidak perlu mencatat.
·        Sebagai pendamping penjelasan si penceramah atau guru.
(3). Hasil Belajar adalah kemampuan – kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2008).


D. Tinjauan Teori dan Hipotesis Penelitian

1.
Tinjauan Teori


1.1
Teori Pembelajaran Konstruktivistik
Berdasarkan teori konstruktivisme belajar adalah kegiatan yang aktif dimana siswa belajar membangun sendiri pengetahuannya dan mencari sendiri makna dari sesuatu yang mereka pelajari, hal ini akan berhubungan dengan model pembelajaran kooperatif. Slavin (1995) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model  pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4-6 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen. Pembelajaran kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kelompok kerja, karena belajar dengan model ini harus ada struktur dorongan dan tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan-hubungan yang bersifat  interdependensi yang efektif di antara anggota kelompok (Agus Minarti, 2009)
Konstuktivis adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi kita sendiri (Von Glaserfelt dalam Yusuf 2005 dalam Arlinda Hidayati 2009). Pembelajaran konstruktivisme menyarankan agar dalam proses pembelajaran siswa membangun sendiri konsep pengetahuan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman langsung (prior knowledge) yang telah dimiliki. Pendekatan konstruktivisme itu mempunyai makna bahwa dalam proses pendidikan siswa diberi fasilitas untuk membangun sendiri kecakapan-kecakapan untuk menerapkannya dalam pembelajaran sains (Susanto, 2004 dalam Arlinda Hidayati 2009).
Salah satu landasan teoretik pendidikan IPA/Biologi modern termasuk pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) adalah teori pembelajaran konstruktivis. Pendekatan ini pada dasarnya menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar lebih diwarnai student centered daripada teacher centered. Sebagian besar waktu proses belaJar mengajar beriangsung dengan berbasis pada aktivitas siswa.
Ide‑ide konstruktivis modern banyak berlandaskan pada teori Vygotsky yang telah digunakan untuk menunjang metode pengajaran yang menekankan pada pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis kegiatan, dan penemuan. Salah satu prinsip kunci yang diturunkan dari teorinya adalah menekankan pada hakikat sosial dan pembelajaran. Ia mengemukakan bahwa siswa belajar melalui interaksi dengan orang dewasa atau ternan sebaya yang lebih mampu (Slavin, 2000 dalam Elfis). Berdasarkan teori ini dikembangkan pembelajaran kooperatif, yaitu siswa lebih mudah menemukan dan memahami konsep‑konsep yang sulit jika mereka saling mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya. Dalam mengubah miskonsepsi siswa menuju konsepsi ilmiah dalam pembelajaran biologi, diperlukan strategi pengubahan konsep (conceptual change) yang tepat dan diberikan pada saat yang tepat pula. Pengubahan konsepsi dapat dilakukan dengan menyajikan konflik kognitif (cognitive conflict). Hal ini dilakukan secara hati‑hati jangan sampal konflik kognitif yang disampaikan justru akan memperkuat stabilitas miskonsepsi siswa. Konflik kognitif yang disajikan dalam proses pembelajaran harus mampu menggoyahkan stabilitas miskonsepsi siswa. Jika siswa sudah menjadi ragu terhadap kebenaran gagasannya, maka dapat diharapkan mereka akan mau merekonstruksi gagasan atau konsepsinya sehingga pada akhir proses pembelajaran di kepala siswa hanya terdapat sains guru yang berupa pengetahuan ilmiah (Sadia, 1997: 12 dalam Elfis). Implikasi penting dalam pembelajaran biologi menurut piaget (Slavin,1994: 45 dalam Elfis) adalah (a) Memusatkan perhatian pada berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya. (b) Memperhatikan peranan dan inisiatif siswa, serta keterlibatannya secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. (c) Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan intelektual.
Sedangkan implikasi utama dalam pembelajaran biologi berdasarkan teori Vygotsky adalah dikehendakinya susunan kelas berbentuk pembelajaran kooperatif antar siswa, sehingga siswa dapat berinteraksi di sekitar tugas‑tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi‑strategi pemecahan masalah yang efektif di dalam masing‑masing zone of proximal development mereka.
Tahapan‑tahapan penerapan model konstruktivis dapat mengikuti langkah‑langkah sebagai berikut: (1) Identifikasi awal terhadap prior knowledge dan miskonsepsi siswa tentang konsep tekanan Pada tahap ini guru mengidentifikasi pengetahuan awal siswa tentang konsep tekanan, guna untuk mengetahui kemungkinan‑kemungkinan akan munculnya miskonsepsi yang menghinggapi struktur kognitif siswa. Identifikasi ini dilakukan dengan tes diagnostik (pra tes) dan interview klinis yang dilaksanakan sebelum pernbelajaran; (2) Penyusunan Program Pembelaiaran dan Strategi Pengubahan Miskonsepsi. Program pernbelajaran dijabarkan dalam bentuk Satuan Pelajaran. Sedangkan strategi pengubahan miskonsepsi diwujudkan dalam bentuk modul tentang konsep‑konsep esensial yang mengacu pada konsepsi awal siswa yang telah dijaring sebelum pernbelajaran dilaksanakan; (3) Orientasi dan Elicitasi. Situasi pembelajaran yang kondusif dan mengasyikkan sangatlah perlu diciptakan pada awal pembelajaran guna membangkitkan minat mereka terhadap topik yang akan dibahas Siswa dituntun agar mereka mau mengemukakan gagasan intuitifnya sebanyak mungkin tentang gejala‑gejala biologi yang mereka amati dalam lingkungan hidupnya sehari‑hari. Pengungkapan gagasan tersebut dapat rnelalui diskusi, menulis, ilustrasi gambar dan sebagainya. Suasana pembeiajaran dibuat santai, agar siswa tidak khawatir dicemoohkan dan ditertawakan bila gagasan‑gagasannya salah; (4) Refleksi. Dalam tahap ini, berbagai macam gagasan‑gagasan yang bersifat miskonsepsi yang muncul pada tahap orientasi dan elicitasi direfleksikan dengan miskonsepsi yang telah dijaring pada tahap awal. Miskonsepsi ini diklasifikasikan berdasarkan tingkat kesalahan untuk memudahkan merestrukturisasinya; (5) Restrukturisasi Ide, berupa: (a) Tantangan. Siswa diberikan pertanyaan‑pertanyaan tentang gejala‑gejala yang kemudian dapat diperagakan atau diselidiki dalam praktikum. Mereka diminta untuk meramalkan hasil percobaan dan memberikan alasan untuk mendukung ramalannya itu; (b) Konflik Kognitif dan Diskusi Kelas. Siswa akan dapat melihat sendiri apakah ramalan mereka benar atau salah. Mereka didorong untuk menguji keyakinan dengan. melakukan percobaan di laboratorium. Bila ramalan mereka meleset, mereka akan mengalami konflik kognitif dan mulai tidak puas dengan gagasan mereka. Usaha untuk mencari penjelasan ini dilakukan dengan proses konfrontasi rnelalui diskusi dengan ternan atau guru yang pada kapasitasnya sebagai fasilitator dan mediator; (c) Membangun Ulang Kerangka Konseptual Siswa dituntun untuk menemukan sendiri bahwa konsep‑konsep yang baru itu memiliki konsistensi internal. Menuniukkan bahwa konsep ilmiah yang baru itu memiliki keunggulan dari gagasan yang lama; (6) Aplikasi. Meyakinkan siswa akan manfaat untuk beralih konsepsi dari miskonsepsi menuju konsepi ilmiah. Menganjurkan rnereka untuk menerapkan konsep iimiahnya tersebut dalam berbagai macam situasi untuk memecahkan masalah yang instruktif dan kemudian menguji penyelesaiaanya secara ernpiris; (7) Review. Review dilaksanakan untuk meninjau keberhasilan strategi pembelajaran yang telah beriangsung dalam upaya mereduksi miskonsepsi yang muncul pada awal pembelajaran. Revisi terhadap strategi pembelajaran dilakukan bila miskonsepsi yang muncul kembali bersifat sangat resisten. Hal ini penting dilakukan agar miskonsepsi yang resisten tersebut tidak selarnanya menghinggapi struktur kognitif, yang pada akhirnya akan bermuara pada kesulitan belajar dan rendahnya prestasi siswa yang bersangkutan.
Berikut ini diberikan 6 keunggulan penggunaan pandangan konstruktivisme dalam pembelajaran di sekolah, yaitu:
Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri, berbagi gagasan dengan temannya, dan mendorong siswa memberikan penjelasan tentang gagasannya.
pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau rancangan kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar siswa memperluas pengetahuan mereka tentang fenomena dan memiliki kesempatan untuk merangkai fenomena, sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang siswa. Pembelajaran konstruktivisme memberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa berpikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi tentang model dan teori, mengenalkan gagasan-gagasanpada saat yang tepat.
Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai konteks, baik yang telah dikenal maupun yang baru dan akhirnya memotivasi siswa untuk menggunakan berbagai strategi belajar.
Pembelajaran konstruktivisme mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan merka setelah menyadari kemajuan mereka serta memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi perubahan gagasan mereka. Pembelajaran konstruktivisme memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar. (Elfis, 2010)
Berdasarkan teori konstruktivisme belajar adalah kegiatan yang aktif dimana siswa belajar membangun sendiri pengetahuannya dan mencari sendiri makna dari sesuatu yang mereka pelajari, hal ini akan berhubungan dengan model pembelajaran kooperatif. Slavin (1995) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model  pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4-6 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen. Pembelajaran kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kelompok kerja, karena belajar dengan model ini harus ada struktur dorongan dan tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan-hubungan yang bersifat  interdependensi yang efektif di antara anggota kelompok.



1.2
Pendekatan Inquiri dalam Pembelajaran Sains



1.3
Paradigma Pembelajaran Biologi



1.4
Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif  yang membedakannya dengan pembagaian kelompok yang dilakukan asal-asalan ( Solihatin, 2007 dalam Agus Minarti), dan pembelajaran kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar koopeartif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat interdepedensi efektif diantara anggota kelompok (Sugandi, 2002 dalam Agus Minarti).
Selanjutnya menurut Arends (2004) Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konsrtuktivisme. Dan pada pembelajran kooperatif diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan.
Lie (2004) mengemukakan lima unsur pokok yang termasuk dalam pembelajaran kooperatif yakni: (1) Saling ketergantungan positif, (2) Tanggung jawab individual, (3) Tatap muka, (4) Komunikasi antar kelompok, (5) Evaluasi  proses kelompok.Untuk memenuhi kelima unsur tersebut membutuhkan proses yang melibatkan niat dan kiat setiap anggota kelompok Setiap siswa harus mempunyai niat untuk bekerja sama dengan yang lainnya yang akan saling menguntungkan.
Menurut Johnson dan Johnson (2008), terdapat perbedaan pada pembelajaran kooperatif dengan kelompok pembelajaran tradisional pada Tabel 1 berikut:
Tabel 1 Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dengan Kelompok
 Pembelajaran Tradisional
Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran Tradisional
Ketergantungan positif
Tidak saling ketergantungan
Tanggung jawab individu
Bukan tanggung jawab individu
Homogen
Heterogen
Kepemimpinan bersama
Terdapat seorang pemimpin
Tanggung jawab bersama untuk satu sama lain
Tanggung jawab hanya untuk diri sendiri
Johnson dan Johnson (2008)
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstuktivis (membangun pengetahuan siswa). Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar bersama, saling mengembangkan pikiran dan bertanggungjawab terhadap pencapaian belajar secara individu maupun kelompok. Pembelajaran kooperatif bertujuan memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses berfikir dalam kegiatan belajar (Slavin, 1995 dalam Linda Sari, 2008).
Ciri-ciri pembelajaran kooperatif yaitu : (1). Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya, (2). Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, rendah, (3). Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin berbeda-beda, (4). Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu (Ibrahim, dkk, 2000 dalam Arlinda Hidayati, 2009).
Pembelajaran yang menggunakan model kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1)      Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menyelesaikan materi belajar.
2)      Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
3)      Jika mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda.
4)      Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu (Ibrahim, 2000 dalam Linda Sari 2008).
Tujuan pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi dimana keberhasilan individu, ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya (Slavin, 1995 dalam Arlinda Hidayati 2009). Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran yaitu :
·        Hasil Belajar Akademik.
Dalam pembelajaran kooperatif meliputi berbagai macam tujuan sosial, pembelajaran kooperatif juga memperbaiki prestasi siswa dan tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan prestasi siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik bagi siswa kelompok bawah maupun siswa kelompok atas yang bekerja sama menyelesaikan tugas-tugas akademik.
·        Penerimaan terhadap perbedaan individu.
Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuann dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar menghargai satu sama lain.
  • Pengembangan keterampilan sosial.
Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan-keterampilan bekerjasama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial (Ibrahim, dkk, 2000 dalam Arlinda Hidayati, 2009).
Pembelajaran kooperatif berpengaruh terhadap kemampuan akademik. Peningkatan belajar terjadi tidak bergantung pada usia siswa, mata pelajaran, atau aktivitas belajar. Tugas-tugas belajar yang kompleks seperti pemecahan masalah, berpikir kritis, dan pembelajaran konseptual meningkat secara nyata pada saat digunakan strategi-strategi kooperatif. Siswa lebih memiliki kemungkinan menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi selama dan setelah diskusi dalam kelompok kooperatif daripada mereka bekerja secara individual atau kompetitif. Jadi materi yang akan dipelajari siswa akan melekat untuk periode waktu yang lebih lama (Nur, 2001 dalam Arlinda Hidayati 2009). Hasil lain pembelajaran kooperatif juga menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang amat positif untuk siswa yang rendah hasilnya (Lungren, 1994 dalam Nur 2001 dalam Arlinda Hidayati 2009).
Ciri-ciri pembelajaran kooperatif adal lima yaitu :
1)      Saling ketergantungan positif dimaksudkan Siswa harus merasa bahwa mereka saling tergantung secara positif dan saling terikat antar sesama anggota kelompok.
2)      Interaksi tatap muka dimaksudkan Belajar kooperatif membutuhkan siswa untuk bertatap muka satu dengan lainnya dan berinteraksi secara langsung. Selain itu siswa juga harus mengembangkan keterampilan berkomunikasi secara efektif.
3)      Pertanggungjawaban individu dimaksudkan Setiap anggota kelompok bertanggungjawab untuk mempelajari materi dan bertanggungjawab pula terhadap hasil belajar kelompok. Dengan cara ini prestasi setiap siswa dapat dimaksimalkan.
4)      Keterampilan berinteraksi antar individu dan kelompok dimaksudkan Keterampilan sosial sangat penting dalam belajar kooperatif dan siswa harus dimotivasi untuk menggunakan keterampilan berinteraksi dalam kelompok yang benar sebagai bagian dari proses belajar.
5)      Keefektifan proses kelompok dimaksudkan Proses kelompok terjadi baik dalam kelompok kecil maupun diseluruh kelas, fase dalam proses ini meliputi umpan balik, refleksi dan peningkatan kualitas kerja (Rahayu, 2004 dalam Linda Sari 2008).



1.5
Pengaruh Penerapan Pembelajaran Kolaboratif
Panitz & Panitz (1998) dalam Siti Zubaidah (2010) menjelaskan bahwa pembelajaran kolaboratif adalah suatu filosofi personal (pribadi), bukan hanya suatu teknik pembelajaran dalam kelas. Dalam semua situasi di mana orang bersama-sama dalam kelompok-kelompok, hal tersebut memerlukan suatu cara dalam menghadapi orang, menghargai kemampuan dan kontribusi individu anggota kelompok. Menurutnya, kolaborasi adalah filsafat interaksi dan gaya hidup yang menjadikan kerjasama sebagai suatu struktur interaksi yang dirancang sedemikian rupa untuk memudahkan usaha kolektif dalam rangka mencapai tujuan bersama. Pada segala situasi, ketika sejumlah orang berada dalam suatu kelompok, kolaborasi merupakan suatu cara untuk berhubungan dengan saling menghormati dan menghargai kemampuan dan sumbangan setiap anggota kelompok. Di dalamnya terdapat pembagian kewenangan dan penerimaan tanggung jawab di antara para anggota kelompok untuk melaksanakan tindakan kelompok. Pokok pikiran yang mendasari pembelajaran kolaboratif adalah konsensus yang terbina melalui kerjasama di antara anggota kelompok sebagai lawan dari kompetensi yang mengutamakan keunggulan individu. Para praktisi pembelajaran kolaboratif memanfaatkan filsafat ini di kelas, dalam rapat-rapat komite, dalam berbagai komunitas, dalam keluarga dan secara luas sebagai cara hidup dengan sesama dan berhubungan dengan sesama.



1.6
Media Pembelajaran / Hand Out


1.7
Hasil Belajar
Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003 dalam Marlinda Fitriani). Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2008 dalam Marlinda Fitriani, 2010).
Ada lima kategori hasil belajar, yakni (a). Informasi Verbal, (b). Keterampilan Intelektual, (c). Strategi Kognitif, (d). Sikap, dan (e). Keterampilan motoris (Gagne dalam Sudjana, 2008 dalam Marlinda Fitriani, 2010).
Sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Bloom yang secar garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotoris.
Adapun hasil belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti yang diutarakan oleh Slamet (2003 dalam Marlinda Fitriani, 2010) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat digolongkan menjadi 2 bagian : (1). Faktor Internal (dari individu yang sedang belajar) meliputi a). Faktor jasmaniah seperti kesehatan dan cacat tubuh, b). Faktor psikologis seperti intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif dan kematangan. (2). Faktor eksternal (dari luar individu yang sedang belajar) meliputi : a). Faktor keluarga seperti cara mendidik anak, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, b). Faktor sekolah seperti metode mengajar, hubungan guru dengan siswa, tugas rumah, dan lain-lain, c). Faktor masyarakat seperti kegiatan siswa dalam masyarakat dan teman.
Hasil belajar sering pula disebut dengan prestasi belajar. Netra (1976) dalam Siti Zubaidah (2010) menyatakan bahwa prestasi belajar adalah kemampuan maksimal yang dicapai oleh seseorang dalam suatu usaha yang menghasilkan pengetahuan-pengetahuan atau nilai-nilai kecakapan. Dimyati (1994) menyatakan bahwa hasil belajar adalah sesuatu yang diperoleh siswa dari pengalaman-pengalaman atau latihan-latihan yang diikutinya selama pembelajaran yang berupa keterampilan kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Hasil belajar kognitif dapat dijadikan sebagai tolok ukur keberhasilan pembelajaran karena berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menyerap dan memahami bahan kajian yang dipelajari. Bloom (1956) yang direvisi Anderson & Krathwohl (2001) memberikan ranah untuk mengukur hasil belajar kognitif, yaitu : (1). mengingat, meliputi mengingat, mengulang, mengungkap kembali; (2). memahami, meliputi kemampuan mengidentifikasi dan menjelaskan; (3). menerapkan, meliputi kemampuan menggunakan, menerapkan, dan membandingkan; (4). analisis, meliputi kemampuan membandingkan, mendeteksi, menginvestigasi; (5). evaluasi, meliputi kemampuan mengukur, mendeduksi, menilai, mengkritisi, dan menyimpulkan; (6). mencipta, meliputi kemampuan menyiapkan, memproduksi, membuat, memprediksi, memodifikasi.
Domain afektif adalah sikap, minat, emosi, nilai hidup, dan apresiasi siswa. Domain afektif meliputi lima komponen yaitu penerimaan, penanggapan, valuing, pengorganisasian, dan karakteristik nilai. Domain psikomotorik adalah mengenai reaksi fisik seperti yang ditampilkan pada waktu melakukan kegiatan yang memerlukan kekuatan otot.


1.8
Hubungan antara Pembelajaran Kolaboratif dengan Peningkatan Hasil Belajar.
Berbagai kajian menunjukkan bahwa pembelajaran kolaboratif sebagai bentuk pembelajaran yang efektif (Dillenbourg, 1996; Gokhale, 1995; Panitz & Panitz, 1996) dalam Siti Zubaidah. Meski demikian, guru belum banyak memanfaatkan pembelajaran kolaboratif dengan berbagai alasan (Panitz, 1997b). Berdasarkan berbagai referensi, Barkley (2004) dalam Siti Zubaidah menyatakan bahwa hasil meta analisis yang luas pada ratusan penelitian, pembelajaran kooperatif ditemukan unggul baik struktur kompetitif atau individualistis pada berbagai pengukuran, dan secara umum menunjukkan prestasi yang lebih tinggi, penalaran tingkat tinggi, lebih sering mengemukakan ide-ide baru dan solusi-solusi, dan transfer yang lebih besar dari apa yang dipelajari dari satu situasi yang lain. Ditemukan fakta pula bahwa siswa yang belajar pada berbagai bentuk peer interaksi, memiliki sikap yang lebih positif terhadap materi pembelajaran, meningkatkan motivasi untuk belajar lebih lanjut tentang suatu topik, dan lebih puas dengan pengalaman mereka dari siswa yang memiliki sedikit kesempatan untuk berinteraksi dengan sesama siswa dan guru. Siswa di kelas pembelajaran kooperatif juga memiliki penalaran dan kemampuan komunikasi yang lebih baik dari siswa yang diajarkan pada pembelajaran atau diskusi kelas.



1.9
Hubungan antara Penggunaan Hand Out dengan Peningkatan Hasil Belajar

2.
Penelitian yang Relevan
Berdasarkan penelitian yang relevan oleh Syukri (2008, dalam Marlinda Fitriani, 2010), maka dapat diketahui bahwa penggunaan media hand out mempunyai pengaruh positif terhadap daya serap siswa mengalami peningkatan pada siklus I dari kategori cukup menjadi katergori baik, dan pada siklus II dari kategori baik menjadi kategori amat baik, dan untuk ketuntasan belajar siswa meningkat dari tidak tuntas menjadi tuntas, pada siswa kelas IX SMP Insan Terpuji Kulim Pekanbaru Tahun Ajaran 2011/2012.


3.
Hipotesis Tindakan
H1 : p (XB > XA) > p (XB < XA)
Peluang meningkatnya hasil belajar biologi lebih besar dari peluang menurunnya hasil belajar biologi siswa kelas IX SMP Insan Terpuji Kulim Pekanbaru Tahun Ajaran 2011/2012 setelah penerapan pembelajaran kolaboratif dengan hand out.

E.
Metodologi Penelitian

1.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Kelas IX SMP Insan Terpuji Kulim Pekanbaru. Penelitian ini akan dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan November 2011 Tahun Ajaran 2011/2012.


2.
Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IX SMP Insan Terpuji Kulim Pekanbaru yang berjumlah 30 siswa, terdiri dari 11 siswa laki-laki dan 19 siswa perempuan. Dasar pengambilan kelas IX sebagai subjek penelitian dilakukan secara acak karena siswa kelas IX SMP Insan Terpuji Kulim Pekanbaru memiliki kemampuan akademik heterogen dan setara.


3.
Metode dan Desain Penelitian


3.1
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yaitu suatu penelitian yang dilakukan dikelas, guna memperbaiki proses pembelajaran yang dapat dilakukan guru untuk dapat menggali permasalahan yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran serta bagaimana usulan untuk mengatasi masalah di dalam proses pembelajaran (Andi Zulkaedah, 2008).



3.2
Desain Penelitian
Desain penelitian berupa Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dapat dilakukan dengan :
1).         Observasi langsung melalui lembar observasi. Teknik ini digunakan untuk mengukur tingkat partisipasi siswa dalam proses pembelajaran kooperatif kolaboratif dengan media hand out yaitu segala sesuatu yang diberikan kepada peserta didik ketika mengikuti kegiatan belajar mengajar (KBM).
2).         Inventori digunakan untuk mendapatkan data tentang Penerapan Pembelajaran Kolaboratif dengan menggunakan media Hand Out.


4.
Prosedur Penelitian


1).
Menentukan jadwal penelitian (Lampiran 2) berdasarkan program semester sekolah (Lampiran 4).


2).
Mempersiapkan instrument penelitian berupa perangkat pembelajaran guru yang terdiri dari :
a.       Standar Isi.
b.      Silabus.
c.       RPP.
d.      Hand Out (Lembar Informasi Lepas) Materi Bergambar.
e.        



3).


5.
Teknik Pengumpulan Data


5.1
Perangkat Pembelajaran Guru (Lampirkan Contoh Silabus, RPP dan Materi Ajar)



5.2
Instrumen Pengumpulan Data (Lampirkan Contoh Tes Pengukur Hasil Belajar)
SMP PPK = (UB) + (QT, PR, Latihan)
KI = (Praktikum/LKS) + (Portofolio) + (Unjuk Kerja)


6.
Teknik Analisis Data


6.1
Teknik Pengolahan Data Hasil Belajar


6.1.1
Pengolahan Data Hasil Belajar Kognitif (PPK)


6.1.2
Pengolahan Data Hasil Belajar Psikomotorik (KI)


6.1.3
Pengolahan Data Hasil Belajar Afeksi


6.2
Teknik Analisis Data Hasil Deskriptif


6.2.1
Analisis Daya Serap


6.2.2
Analisis Ketuntasan Individu


6.2.3
Analisis Ketuntasan Klasikal


6.3
Teknik Analisis Data Inferensial
F.
Daftar Pustaka