Senin, 01 November 2010

Fisiologi Tumbuhan_Jawaban MID-Semester 5 2010

Fungsi utama Transpirasi :
1. Membantu proses pengangkutan hara.
2. Meregulasi Turgor sel dalam hal membuka dan menutup stomata.
3. Mengatur suhu tumbuhan, setiap 1 gram air dalam tumbuhan menghasilkan 583 kalori.


Faktor yang mempengaruhi transpirasi :
1. Eksternal : Suhu, cahaya, kelembapan, angin.
2. Internal : Jumlah stomata, tebal tipis lapisan lilin, ada tidaknya bulu atau daun, letak stomata apakah sejajar dengan epidermis atau tidak (Jika stomat...a tersembunyi, proses transpirasi sedikit).



Stomata daun dapat membuka dan menutup, karena :
1. Teori klasik : Stomata terbuka karena terjadi fotosintesis di sel penutup saja (adanya klorofil), glukosa larut dalam cairan sel. Konsentrasi meningkat (hipertonik) dan terjadi osmosis.
2. Teori Pengaktifan enzim fosforelase, pati menjadi glukosa. Air mengalir dari sel tetangga.
3. Karena Pompa ion K plus. Turgor maksimum dan stomata membuka.


Penggolongan nutrisi pada tumbuhan :
1. Makronutrien.
2. Mikronutrien.
Contoh : N, P, K, Ca, Mg.


3 hal unsur dikatakan esensial hanya 16 unsur :
1. Karena tidak bisa digantikan dengan unsur lain.
2. .....
3. .....
Kacau, lupa.


Mekanisme kerja enzim :
1. Bersifat spesifik.
2. Substratnya tertentu, karena sifatnya kunci gembok (lock and key).
3. Cara kerjanya dipengaruhi oleh pH, Suhu.


Perbedaan inhibitor kompetitif dan inhibitor non-kompetitif :

Inhibitor kompetitif : Substrat dan kompetitor saling memperebutkan sisi aktif enzim.
Contoh : ?????

...Inhibitor non-kompetitif : kompetitor menempel pada sisi lain enzim sehingga merubah bentuk enzim. Enzim berubah bentuk, substrat gagal menjadi produk.
Contoh : ?????


Kaitan Reaksi terang dengan Reaksi gelap :

Reaksi Terang / fotolisis / Reaksi Hill : Reaksi yang menggunakan cahaya untuk mengurai air (H2O) menjadi 2 H plus + Oksigen (O2). Melewati Fotosistem I dengan P700 dan Fotosistem II dengan P680. De...ngan tipe fotofosforilasi :
1. Fotofosforilasi non-Siklik yang menghasilkan ATP + NADPH.
2. Fotofosforilasi Siklik yang menghasilkan ATP.

Reaksi Gelap / Fiksasi CO2 dengan daur CAM, C3 dan C4.

Daur C3 : CO2 + enzim RuBP (Rubisco) menghasilkan 2 PGA. Dimana, CO2 dengan 1 atom C, RuBP dengan 5 atom C, dan PGA dengan 3 atom C.

Daur C4 : CO2 + H2O menghasilkan H + HCO3 min + PEP selanjutnya ditambah dengan enzim PEP Karboksilase menghasilkan OAA. Dimana, HCO3 min dengan 1 atom C, PEP dengan 3 atom C, dan OAA dengan 4 atom C.

Persamaan Daur CAM, C3 dan C4 : Semua punya daur calvin-benson (C3) di parenkim ikatan pembuluh.

Perbedaan Daur C3 dan C4 :
C3 : Siklus Calvin-Benson, Sub-Tropis, Enzim RuBP, menghasilkan 3 ATP.
C4 : Siklus Hatch Slack, Tropis, Enzim RuBP dan PEPco, menghasilkan 5 ATP.

Perbedaan Daur CAM dan C4 :
Daur CAM : Malam hari terbuka stomata dan mengikat O2.
Daur C4 : Siang hari terbuka stomata dan mengikat CO2.

NB : Wah..... ternyata nilainya hancur. Fisiologi Tumbuhan 4 SKS, tidak jelas berapa penilaiannya. Semoga dapat nilai standar.
    

Jumat, 29 Oktober 2010

Ku Suka Ini, So.....

Tanda Tanda C.I.N.T.A_____.♥♫♥♫♥♫♥♥♫♥♫♥♫♥♥♫♥♫♥. * . * . * . * ..
oleh RENUNGAN N KISAH INSPIRATIF pada 30 Oktober 2010 jam 11:54

_____.♥♫♥♫♥♫♥♥♫♥♫♥♫♥♥♫♥♫♥. * . * . * . * ..







Tanda Tanda Cinta Menurut Ibnu Qayyim Al-jauziah



Pertama,ketika mereka saling mencintai maka mereka tidak akan pernah saling mengkhianati,

mereka akan senantiasa saling setia,memberikan semua komitmen mereka,





_____.♥♫♥♫♥♫♥♥♫♥♫♥♫♥♥♫♥♫♥. * . * . * . * ..









Kedua,ketika seseorang mencintai,maka dia akan mengutamakan yg di cintainya,

seorang istri akan mengutamakan suami dalam keluarga

dan seorang suami tentu saja akan mengutamakan istri dalam perlindungan dan nafkahnya,

mereka akan sama sama saling mengutamakan,

tidak ada merasa seperior.







_____.♥♫♥♫♥♫♥♥♫♥♫♥♫♥♥♫♥♫♥. * . * . * . * ..









Ketiga,ketika mereka saling mencintai maka,

sedetikpun mereka tidak akan mau berpisah,

lubuk hatinya selalu saling terpaut,meskipun secara fisik,

berjauhan,hati mereka,seolah selalu tersambung,

ada do'a istrinya,agar suami selamat dalam pekerjaan,

ada tengadah jemari istri,kepada Allah,supaya suami selalu dalam perlindungan-NYA,

tidak tergelincir,juga ada ingatan suami,yg sedang membanting tulang meraup nafkah halal utk istri tercinta,

sedang apakah gerangan istrinya,lebih semangatlah ia,







_____.♥♫♥♫♥♫♥♥♫♥♫♥♫♥♥♫♥♫♥. * . * . * . * ..







Nasehat berharga dari Nabi Muhammad,

salah satu wasiat Rasulullah yg di ucapkan pada saat saat terakhir kehidupannya dalam peristiwa haji wada,

"Barang siapa di antara para suami bersabar atas perilaku buruk dari istrinya,maka Allah akan memberinya pahala seperti yg Allah berikan kepada Ayyub atas kesabaran menanggung penderitaan,

dan barang siapa di antara para istri bersabar atas perilaku buruk suaminya,

maka Allah akan memberinya pahala seperti yg Allah berikan kepada Asiah,istri fir'aun (HR Nasa-iy dan Ibnu Majah)







_____.♥♫♥♫♥♫♥♥♫♥♫♥♫♥♥♫♥♫♥. * . * . * . * ..









Perempuan yg paling mempesona adalah istri yg shalehah,

istri yg ketika suami memandangnya pasti menyejukkan mata,

ketika suaminya menuntunnya kepada kebaikan maka dg sepenuh hati dia akan mentaatinya,

jua tatkala suami pergi,maka dia akan amanah menjaga harta dan kehormatannya,

istri yg tdk silau dg gemerlap dunia,melainkan istri yg selalu bergegas merengkuh setiap kemilau ridha suami,

lelaki yg berpredikat lelaki,terbaik adalah suami yg memuliakan istrinya,

suami yg selalu dan selalu mengukirkan senyuman di wajah istrinya







_____.♥♫♥♫♥♫♥♥♫♥♫♥♫♥♥♫♥♫♥. * . * . * . * ..

Pemuda Harapan, Sebuah Refleksi Sumpah Pemuda 1928


Pemuda dikenal dengan agent of change, dalam realitasnya mereka memang mempunyai daya gedor yang luar biasa dalam melakukan perubahan. Tengok saja, bagaimana begitu gagahnya nabi Ibrahim.as muda yang begitu lugas menentang kebatilan yang ada di sekelilingnya. Sebagaimana diceritakan dalam Al-Qur’an: “Mereka berkata: ‘Siapakah yang melakukan (perbuatan) ini terhadap tuhan-tuhan kami? sungguh dia termasuk orang yang zalim, Mereka (yang lain) berkata: ‘Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela (berhala-berhala) ini, namanya Ibrahim.” (QS.Al-Anbiya, 21:59-60).

Begitu juga para pemuda tangguh yang bersama-sama Rasulullah SAW dalam rangka melakukan perombakan terhadap tatanan jahiliyah yang ada. Sebut saja, Ali bin abi thalib (8 tahun), Zubair bin awwam (8 tahun), thalhah bin ubaidillah ( 11 tahun), al-arqam bin abi al-arqom (12 tahun), Abdullah bin Mas’ud (14 tahun), saad bin Abi Waqqash (17 tahun), ja’far bin Abi Thalib (18 tahun), zaid bin haristah (20 tahun ), mush’ab bin Umair (24 Tahun), Umar bin Khattab (26 tahun, juga Abu bakar ash-shidiq (37 tahun) ketika awal mula tampil sebagai pembela Islam. Mereka semua telah menorehkan tinta emas dalam perjuangan dan perubahan.

Di belahan bumi manapun, termasuk di Indonesia, pemuda seringkali mejadi icon dari perubahan tersebut, terlepas dari seperti apa bentuk perubahan itu. Saking besarnya potensi yang dimiliki oleh pemuda, sampai-sampai bung Karno pernah mengatakan “Beri aku seribu orang, dan dengan mereka aku akan menggerakkan Gunung Semeru. Beri aku sepuluh pemuda yang membara cintanya kepada Tanah Air, dan aku akan mengguncang dunia”.

Pada tanggal 28 Oktober 1928 , kisah heroik juga di dilakukan oleh para pemuda Indonesia yang ingin mempersatukan bangsanya, mereka mengeluarkan rumusan yang diberi nama ”Sumpah Pemuda”. Yang berbunyi:

Soempah Pemoeda: Pertama, -Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe toempah darah indonesia. Kedua,-Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia. Ketiga,-Kami portra dan poetri Indonesia, menjunjung bahsa persatuan bahasa Indonesia.

Secara historis, paradigma pemikiran dan energi yang menggerakkan para pemuda itu beragam bentuknya, ada yang bercorak nasionalis, sosialis, religius ataupun gabungan dari corak-corak dari semua itu. Semuanya mewakili 3 ideologi yang ada di dunia saat ini, yaitu Kapitalisme, Sosialisme (serta sosdem) dan Islam.

Di negri ini pernah ada beberapa kejadian monumental yang sempat mewarnai sepak terjang para pemuda dalam kancah kehidupannya. Tercatat: angkatan 45, mereka bersama-sama para sesepuhnya berhasil mengusir penjajahah belanda yang telah lama menduduki Indonesia, kemudian disusul angkatan 66 dimana mereka juga menjadi pelopor atas penggulingan komunisme. Dan terakhir, bagaimana kita tahu, pemuda angkatan 98 dengan begitu heroiknya sukses mengakhiri kekuasaan rezim orde baru saat itu.

Di tengah beberapa corak pergerakan pemuda yang ada, tentunya corak pemuda yang berbasis Ideologi Islam adalah pilihan yang paling tepat dan pilihan akal sehat. Hal ini dikarenakan, pertama, merupakan tuntutan Aqidah dan syariah sebagai ummat Islam, sebagaimana Allah SWT memerintahkan kita untuk menerima Islam secara keseluruhan (kaffah) dan bukan setengah-setengah. Kedua, Dengan perubahan ini, kesejahteraan, kenyamanan, serta kemuliaan ummat akan benar-benar terwujud.

Bagi para pemuda pencetus sumpah pemuda, mungkin acungan jempol untuk semangat mereka, namun semangat saja tidak cukup, tetap saja hal ini tidak bisa memberikan kebangkitan yang hakiki bagi Indonesia. Dengan Semangat nasionalismenya, timor-timur lepas, Aceh menggugat cerai terhadap Indonesia, begitu juga beberapa daerah lain, seperti Papua dan Maluku. Hal ini disebabkan semangat ikatan ini hanyalah bersifat temporal dan cenderung berubah-ubah, punya potensi meningkat ketika menerima ancaman dari luar. Namun, ketika ancaman itu telah pergi (penjajah belanda misalnya) semangat nasionalisme itu pun ikut pergi.

PR Besar Para Pemuda

PR besar harus dipikul oleh genarasi muda saat ini, salah satunya dikarenakan Indonesia belum sepenuhnya merdeka, bagaimana tidak, meskipun penjajah belanda telah pergi, namun hukum dan undang-undangnya masih tetap bercokol di negri ini. Walhasil, banyak yang seharusnya kekayaan alam milik rakyat malah dikuasai oleh para tuan menir baru (barat). Kondisi moral, termasuk para remajanya begitu memprihatinkan, situasi keamanan dan kenyamanan bagi masyarakat yang juga belum memuaskan. Bahkan Dr.Helfferick pernah mengatakan, bahwa kita ini adalah ”eine nation kuli und kuli enter den nationen” : bangsa kuli dan kulinya bangsa lain. (Meutia hatta. 2008).

Kini tumpuan satu-satunya negri ini hanyalah pada Ideologi Islam, setelah gagalnya sosialisme (ordelama), kapitalisme (ordebaru sampai sekarang). Para pemuda kembali diharapkan menjadi pelopor perubahan, perubahan yang bukan dengan coba-coba alias spekulasi, namun perubahan yang benar-benar sudah teruji dan terbukti selama berabad-abad mampu memberikan kepuasan hati.

Hanya orang yang tidak paham realitas sejarah dan hatinya sudah diselimuti kedengkian terhadap Islam saja yang tidak mengakui keberhasilan Islam dalam mengatur kehidupan bermasyarakat dan bernegara. T.W. Arnold misalnya, dalam bukunya The Preaching of Islam, menuliskan bagaimana perlakuan yang diterima oleh non-Muslim yang hidup di bawah pemerintahan Daulah Utsmaniyah. Dia menyatakan, sekalipun jumlah orang Yunani lebih banyak dari jumlah orang Turki di berbagai provinsi Khilafah yang ada di bagian Eropa, toleransi keagamaan diberikan pada mereka, dan perlindungan jiwa dan harta yang mereka dapatkan membuat mereka mengakui kepemimpinan Sultan atas seluruh umat Kristen. Itulah pengakuan yang jujur dari orang-orang barat itu sendiri.

Kini Indonesia butuh perubahan sekali lagi dan untuk yang terakhir kali, yakni perubahan menuju Indonesia yang lebih baik, perubahan ke arah Islam. Perubahan dengan jalan Islam. Islam yang rahmatan lil ‘alamin.

Panutan kita bukan orang seperti Karl Marx, Mahatma gandhi, Hugho chaves, Ir.Soekarno, atau aktivis muda Idealis Soe Hok Gie, namun panutan kita adalah Muhammad SAW. Kita ingin seperti Ali bin abi thalib yang begitu gagah berani menjadi pembela agama Allah, kita ingin seperti Thariq bin ziyad sang pembebas andalusia, kita juga ingin seperti Muhammad Al-Fatih seorang pemimpin muda dari pasukan penakluk kota konstatinopel yang dalam pidatonya (sebelum penaklukan) mengatakan: ”wahai semua pasukan, kalian harus menjadikan syariat didepan mata kalian”. Yang dengan ijin Allah akhirnya berhasil menjalankan misinya. Karena kita adalah pemuda Islam. Allahu Akbar!

Senin, 11 Oktober 2010

Dibutuhkan Keberanian Politik ! (http://hizbut-tahrir.or.id)

Manusia mengakui sifat penakut termasuk pengecut dan dianggap sebagai sifat yang tidaklah melekat pada seorang manusia kecuali akan menciptakan dalam dirinya kehinaan dan kerendahan. Manusia sepanjang sejarah –dan masih saja hingga sekarang- sangat menghormati orang pemberani dan memberikan contoh keberanian. Rasulullah saw berlindung dari sifat pengecut sebagaimana diriwayatkan oleh imam Bukhari di dalam Shahihnya dan oleh imam Ahmad di dalam Musnadnya. Hisyam ibn Abi Abdillah menceritakan dari Qatadah dari Anas ibn Malik bahwa Nabi saw berkata di dalam doa Beliau:
«اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالجُبْن وَالْبُخْلِ وَالْهَرَمِ وَعَذَابِ الْقَبْرِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَفِتْنَةِ الْمَمَاتِ»
Ya Allah aku berlindung kepadaMu dari kelemahan, kemalasan, sifat penakut, sifat bakhil, dari kepikunan dan azab kubur, dan aku berlindung kepadaMu dari fitnah selama hidup dan fitnah kematian
Kadang kala sikap pengecut itu terjadi dihadapan musuh yang brutal atau di depan penguasa zalim, atau di depan masyarakat yang rusak atau di depan manusia yang sombong dan takabur. Kaum muslim memberikan –dan masih terus memberikan- contoh paling baik dalam hal keberanian dan sikap tak gentar dalam memerangi musuh. Jika musuh menyerang satu negeri kaum muslim, penduduk negeri itu dan kaum muslim lainnya keluar untuk membela dan mengusir serangan. Banyak contoh dalam hal itu seperti Irak, Palestina, Chechnya dan lainnya.
Kaum muslim juga memberikan contoh paling baik dalam hal keberanian dan sikap tak gentar di dalam perang di jalan Allah dan menyebarkan risalahNya hingga pasukan Islam di hadapan musuhnya menjadi pasukan yang tak terkalahkan. Rasulullah saw dan para sahabat Beliau sebelumnya telah memberikan contoh terbaik dalam hal keberanian dan tidak pengecut dalam mengemban dakwah Islamiyah kepada penduduk Mekah dan lainnya. Mereka bersabar dan menanggung semua bentuk siksaan. Tekad mereka tidak luntur hingga Allah menolong mereka dengan tegaknya daulah Islamiyah di Madinah.
Islam datang dan mendorong kaum muslim atas keberanian politik. Yaitu keberanian dalam memelihara urusan-urusan masyarakat dan mengoreksi orang yang lalai dalam melakukan ri’ayah itu. Politik (siyasah) secara bahasa artinya adalah ri’ayah (pemeliharaan). Islam datang dan menegaskan makna itu. Rasulullah saw bersabda:
«كَانَتْ ‏بَنُو إِسْرَائِيلَ ‏تَسُوسُهُمْ الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لَا نَبِيَّ بَعْدِي وَسَتَكُونُ خُلَفَاءُ تَكْثُرُ»
Dahulu Bani Israel dipelihara urusan mereka oleh para nabi. Setiap kali seorang nabi meninggal digantikan oleh nabi yang lain. Dan sesungguhnya tidak ada nabi sesudahku, tetapi akan ada para khalifah yang banyak (Shahih Muslim)
Artinya dahulu mereka dipelihara. Rasulullah saw juga bersabda:
«كُلُّكُمْ رَاعٍ فَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ»
Setiap kalian adalah pemelihara dan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya (Shahih Bukhari)
Allah telah mewajibkan umat Islam untuk mengoreksi penguasanya, meluruskan kebengkokannya, memonitor aktifitas-aktifitas dan tindakan-tindakannya, dan menaatinya pada selain kemaksiyatan kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman:
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. (QS Ali ‘Imran [3]: 110)
Imam Ahmad meriwayatkan di dalam Musnadnya: “Seorang laki-laki datang kepada Nabi saw lalu berkata: jihad apakah yang lebih utama?” Nabi menjawab:
كَلِمَةُ حَقٍّ عِنْدَ إِمَامٍ‏ جَائِرٍ
Kalimat yang haq di depan imam (pemimpin) yang jahat
Para sahabat memahami hukum itu yakni tak gentar dalam mengoreksi penguasa dan tidak bersikap pengecut di hadapannya. Para tabiun dan tabiut tabi’in mengikuti para sahabat dalam hal itu. Mereka memberikan contoh paling baik dalam hal itu. Kaum muslim mengoreksi Umar ibn al-Khaththab ra dalam masalah kain Yaman dan dalam hal penentuan mahar. Para sahabat mengoreksi Mu’awiyah.
Para tabi’un mengoreksi penguasa dan para wali mereka. Banyak kisah masyhur tentang Sa’id ibn Jubair bersama al-Hajaj, dan Sa’id ibn al-Musayyab dengan Abdul Malik ibn Marwan. Daalm hal itu para fukaha kaum muslim mengikuti para tabi’un seperti Ahmad ibn Hanbal, Abu Hanifah, Malik dan banyak lagi yang lain diantara ulama umat ini. Mereka tidak menerima dari penguasa adanya kelalaian dan kezaliman walau hanya dalam satu hukum padahal negara dan sistem di dalamnya berjalan sesuai hukum-hukum Islam.
Umat terus dalam keberanian politiknya antara maju atau berhenti sesuai dengan kekuatan pemahaman umat terhadap Islam. Umat telah membayar harga mahal pada zaman ini ketika bersikap pengecut dari mengoreksi para khalifah akhir dari Utsmaniyun dan ketika itu umat tidak melakukan apa yang diwajibkan oleh Allah atas mereka dengan menindak Kamal Ataturk kafir untuk mempertahankan hukum Allah agar tetap diterapkan.
Tragedi besar terjadi ketika Kamal Ataturk mengumumkan runtuhnya daulah Khilafah dan mengusir Khalifah ke luar negeri secara hina dan rendah. Dengan hilangnya khilafah dan ibu penyayang, maka sikap pengecut menyebar di tengah umat –kecuali orang yang dirahmati Allah- dan lenyaplah keberanian politik. Umat tidak lagi peduli untuk mengoreksi penguasa atau pemimpin, padahal umat sanggup memerangi penjajah dan pendudukan dan terbukti bahwa umat memiliki potensi vital dan keberanian luar biasa.
Umat pada zaman ini ditimpa bencana adanya ulama yang hati mereka dikuasai oleh rasa takut, mereka menafikan keberanian, mencintai kehinaan. Mereka tidak membiarkan umat untuk melakukan muhasabah al-hukam dan sebaliknya juga tidak memimpin umat dalam hal itu. Bahkan ketika individu atau partai mengoreksi penguasa maka mereka, para ulama itu, berdiri menghadang individu atau partai itu dan menikamnya dengan perkataan mereka atas wajibnya mentaati penguasa dan bersabar atas siksaaannya, serta tidak mencelakakan diri sendiri ke dalam kebinasaan. Dan mereka setelah itu memperbanyak pujian, sanjungan dan doa untuk penguasa itu. Akhirnya umat berada diantara dua himpitan: penguasa dan para begundalnya diantara aparat keamanan dan ulama serta fatwa-fatwa mereka.
Para penguasa dalam hal itu, mereka menopang tuan-tuan barat mereka dengan bekerja menyebarkan kepengecutan politik di tengah kaum muslim dan menghalangi kaum muslim dari keberanian politik hingga mereka bisa menjamin kelangsungan status quo dan supaya kaum muslim tidak bisa mengembalikan posisi mereka di tengah umat-umat dan mengemban kebaikan kepada seluruh manusia. Para penguasa itu melakukan pembunuhan, penyiksaan, pemenjaraan dan pengasingan terhadap setiap orang yang mengoreksi mereka dan menjelaskan kebenaran kepada mereka. Kaum Ba’ats di Irak membunuh banyak orang dari kaum muslim dan yang paling menonjol adalah syaikh Abdul Aziz al-Badri.
Si muka masam penjahat Libiya membunuh 13 orang muslim di depan kerumunan para murid dan pengajar padahal dosa mereka tidak lain karena mereka menjelaskan dan mendebatnya bahwa as-sunah an-nabawiyah –yang dihapuskan oleh al-Qadafi- merupakan bagian dari sumber yurisprudensi sebagaimana al-Quran al-Karim. Apa yang dilakukan oleh para perwira Mesir tanah Kinanah yang membunuh puluhan orang terutama Sayid Quthub.
Dan apa yang dilakukan oleh setiap rezim berupa pembantaian dan terorisme yang menghancurkan badan dan tidak cukup tempat untuk menyebutkannya. Mereka meneror masyarakat dan menyebarkan kengerian dan ketakutan seperti bahwa penguasa mengetahui segala hal. Mereka memiskinkan masyarakat dan merampas kekayaan negeri seakan masyarakat adalah budak mereka dan negara merupakan ladang bagi mereka dan anak keturunan mereka.
Mereka tidak peduli dengan orang fakir, miskin, tuna wisma atau anak-anak kecil. Yang penting bagi mereka adalah ambisi mereka dan terealisasinya keinginan-keinginan mereka. Mereka menegaskan pepatah “saya dan setelah saya adalah topan”. Mereka menyebarkan contoh dan perkataan yang asing di tengah umat, seperti “tangan tidak bisa menghancurkan bor” dan “letakkan kepalamu diantara kepala-kepala”. Semua itu tidak lain untuk membuat umat menerima dan pasrah pada realita.
Para penguasa itu mempekerjakan “ulama“ yang perhatian tertingginya adalah menjinakkan dan menundukkan umat serta membungkukkannya kepada penguasa itu. Di negeri Nejad dan Hijaz misalnya, penggunaan pekerja dan pelayan kafir adalah tidak boleh, tetapi lain pagi lain pula sore, dan jadilah penggunaan pasukan asing menjadi wajib dan boleh! Dan Anda temukan di Uzbekistan “ulama” yang berdiri membela Karimov penguasa negeri yang memerintah dengan kekufuran, memenjarakan dan membunuh ribuan kaum muslim secara terang-terangan. Dan Anda dapati di Mesir dan Yordania “ulama” yang menobatkan diri mereka untuk memberikan justifikasi perjanjian-perjanjian khianat dan melindungi entitas Yahudi dan membuat kaum muslim kelaparan di Gaza. Anda dapati di negeri Syam orang yang berdiri dan memuji rezim yang hina dan tercela pembunuh puluhan ribu kaum muslim.
Kaum muslim di Barat pun tidak selamat dari kepengecutan politik. Mereka tidak menghiasi diri dengan keberanian politik. Padahal asumsinya adalah mereka hidup di bawah sistem demokrasi yang selalu mendendangkan kebebasan dan kelapangan dada terhadap koreksi. Negara-negara barat ingin agar kaum muslim melebur di dalam masyarakat dan kaum muslim menjadi warga Eropa atau Amerika yang beragama Islam sebagaimana kondisi warga Amerika Kristen atau Yahudi atau lainnya. Artinya kaum muslim menjadi orang-orang yang melaksanakan ibadah akan tetapi hukum dan ide mereka tentang sesuatu dan perbuatan tidak disandarkan kepada Islam. Melakukan atau tidak melakukan sesuatu menjadi tegak diatas kepentingan atau manfaat persis seperti kondisi kaum kapitalis.
Berdiri banyak yayasan dan organisasi yang bekerja diatas asas peleburan. Bukannya menjaga kaum muslim dan membela hak-hak mereka semuanya serta menjelaskan tatacara hidup di negeri barat, menjaga identitas Islamiyah dan berpegang teguh terhadap hukum-hukum Islam, pada saat yang sama, mereka justru bersikap pengecut, takut dan menjauhkan diri dari sikap keberanian dan tak gentar.
Bencana besar pasca tragedi 11/9, kaum muslim menjadi dianggap bersalah hingga terbukti tak bersalah. Negara-negara barat mulai membangkitkan rasa takut dan negeri, menampakkan kaum muslim bahwa mereka berbahaya dan diantara mereka adalah penjahat dan pembunuh. Itu memudahkan rezim-rezim berkuasa di barat menjerumuskan kaum muslim ke arah asosiasi dan peleburan di dalam masyarakat barat. Orang yang tidak memiliki keberanian, keluar kepada masyarakat dengan fatwa-fatwa semisal bekerja dengan intelijen dan masuk ke militer dan bekerjasama di dalam pemilu dan lainnya dan menganggap hal itu sebagai “kewajiban syar’i”. Lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi -di Amerika- bersikap pengecut menyerukan kepada warga Amerika muslim untuk tidak menyebutkan sesuatu yang diderita kaum muslim di Irak, Chechnya, atau Somalia.
Mereka tidak berani menyebut pembantaian yang terjadi atas kaum muslim di Irak misalnya, seperti peristiwa pembunuhan di Baghdad tahun 2007 yang dibocorkan oleh situs wikileaks. Padahal orang Amerika sendiri menolak hal itu dan mencelanya. Diantara hal aneh yang menyedihkan, sikap pengecut itu sampai pada diri pengacara penanggungjawab di “universitas Islam” yang membela salah seorang penyebar gambar kartun yang menodai Rasul saw. Organisasi-organisasi itu tidak membela kaum muslim yang dituduh oleh negara Amerika dengan tuduhan terorisme kecuali dalam kondisi khusus.
Organisasi-organisasi itu tidak mengoreksi presiden Amerika –yang mereka pilih- dalam banyak masalah yang penting bagi kaum muslim seperti Palestina, janji-janjinya untuk menarik militer dari Irak, keputusannya mengirimkan tambahan kekuatan ke Afganistan, perubahan perlakuan terhadap kaum muslim, atau merubah opini publik terhadap mereka.
Kepengecutan politik adalah penyakit kanker yang jika tersebar di tengah umat akan menyebabkan umat diam untuk menuntut hak-haknya dan menjatuhkan umat ke tempat paling rendah di antara umat. Rasulullah saw memperingatkan di dalam hadits masyhur dari sikap diam dan muhasabah. Beliau saw bersabda:
«وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنْ الْمُنْكَرِ أَوْ لَيَبْعَثَنَّ عَلَيْكُمْ قَوْمًا ثُمَّ تَدْعُونَهُ فَلَا يُسْتَجَابُ لَكُمْ»
Demi Dzat yang jiwaku ada di genggaman tangan-Nya, sungguh kalian memerintahkan yang makruf dan sungguh kalian melarang dari yang mungkar atau Allah akan membangkitkan suatu kaum kemudian kalian berdoa kepada-Nya dan Dia tidak menjawab permintaan kalian (Musnad Ahmad)
Musibah mana lagi dan kondisi manalagi yang lebih buruk dari musibah dan kondisi umat saat ini?! Sungguh telah tiba waktunya bagi umat menghentikan kepengecutan. Telah tiba waktunya umat mencampakkan pakaian kehinaan dan kerendahan, lalu mengenakan pakaian keberanian dan sikap tak gentar kemudian membela hak-haknya dan menjelaskan tuntutan-tuntutannya tanpa rasa gentar atau taqiyah.
14 Syawal 1431 H
23 September 2010 M

Minggu, 10 Oktober 2010

Kritik Terhadap Harakah Islam yang Mengakui Sistem Thaghut (www.hizbut-tahrir.or.id)

Pengantar
Setelah hancurnya Khilafah tahun 1924, banyak harakah Islam bangkit berjuang untuk mengembalikan kejayaan Islam. Berbagai harakah Islam ini berjuang dengan tujuan, ide, dan metode perjuangan masing-masing. Meski berbeda-beda, namun insya Allah semuanya mendapat ridha Allah SWT selama mereka ikhlas berjuang untuk Islam.
Hanya saja, tak semua perjuangan itu relevan dengan masalah utama (qadhiyah mashiriyah) umat Islam atau sesuai dengan tuntutan ajaran Islam dalam perubahan. Jadi ikhlas saja tidaklah cukup, meski keikhlasan memang tuntutan mendasar dalam amal perjuangan. Keikhlasan harus disertai dengan pemahaman akan hukum-hukum Islam serta tuntutan ajaran Islam dalam perubahan.
Masalah Utama Umat Islam dan Tipologi Harakah Islam
Islam tak diragukan lagi adalah agama yang komprehensif, yaitu bukan sekedar agama spiritual, tapi juga mengatur segenap aspek kehidupan. Islam adalah agama dan negara. Maka dari itu, sejak Rasulullah SAW diutus sebagai nabi dan rasul, yang menjadi masalah utama umat Islam adalah bagaimana mengamalkan agama Islam secara menyeluruh dalam kehidupan bernegara.
Rasulullah SAW telah berhasil mewujudkan Islam dalam kehidupan bernegara sejak beliau menegakkan Daulah Islamiyah di Madinah. Inilah yang kemudian dilanjutkan oleh khalifah-khalifah sesudah beliau selama sekitar 1300 tahun hingga hancurnya Khilafah di Turki tahun 1924. Sejak saat itulah umat Islam hidup terpecah belah dalam puluhan sistem thaghut sekuler dan hidup tertindas karena menjadi sasaran penghisapan dan penjajahan Barat.
Maka dari itu, selama Islam adalah agama dan negara, bukan sekedar agama spiritual, setiap perjuangan harakah Islam wajib memperhatikan masalah ini dalam perjuangannya. Inilah yang disebut masalah utama umat, yaitu mengamalkan seluruh ajaran Islam dalam kehidupan bernegara dalam bingkai negara Khilafah.
Dengan demikian, perjuangan harakah Islam seharusnya terfokus pada dua hal. Pertama, membebaskan umat Islam dari penjara sistem thaghut sekuler yang telah memecah belah umat Islam dan menjadikan mereka tak berdaya menghadapi hegemoni Barat. Kedua, mengembalikan umat dalam satu institusi politik pemersatu umat, yaitu negara Khilafah Islam.
Penguasa Dunia Islam sebagai pemimpin sistem thaghut itu sangat memahami hal ini. Maka mereka pun melakukan serangkaian strategi untuk membendung dan menjinakkan harakah-harakah Islam. Mereka berhasil sehingga akhirnya harakah-harakah Islam terbelah menjadi dua tipe utama. Pertama, harakah Islam ideologis yang tidak tersesatkan oleh realitas. Harakah jenis ini sangat paham bahwa untuk mengatasi masalah umat Islam caranya adalah merombak total sistem sekuler yang ada serta memimpin umat untuk menerapkan seluruh hukum Islam dalam negara Khilafah.
Kedua, harakah Islam pragmatis yang disesatkan oleh realitas, yang tidak sadar akan masalah umat, mengakui keabsahan sistem yang ada, serta berjuang dari dalam sistem.
Bertolak dari kondisi umat Islam yang kini hidup tercerai berai dalam sistem thaghut, maka yang dilakukan harakah Islam seharusnya adalah mengubah total sistem thaghut itu, seperti yang dilakukan harakah Islam ideologis.
Perubahan ini berarti tidak mengakui keabsahan sistem thaghut (sekuler) yang ada, karena sistem bikinan penjajah ini hakekatnya adalah musuh Islam dan pelayan kaum penjajah. Perubahan ini juga harus dilakukan dari luar sistem untuk menghancurkannya, bukan dari dalam sistem seperti yang dilakukan harakah Islam pragmatis dengan berpartisipasi dalam kabinet dan parlemen.
Perubahan ini berarti juga harus disertai upaya memimpin umat untuk memahami dan mengamalkan Islam secara sahih. Yaitu Islam sebagaimana diterapkan Rasululah SAW dan para khalifah sesudahnya dalam negara Khilafah, yang akan menyatukan umat yang terpecah belah dan mengembalikan kemuliaan mereka yang terampas oleh kaum penjajah.
Memang penguasa zalim Dunia Islam lebih suka memelihara harakah Islam pragmatis. Sebab dari dua tipe harakah Islam yang ada, harakah pragmatis tidak mengajak umat untuk mengubah sistem thaghut secara total, bahkan mengakui keabsahannya. Harakah pragmatis pada prinsipnya memang bersedia hidup dalam sistem thaghut yang zalim. Maka sistem thaghut tak akan khawatir terhadap harakah pragmatis semacam ini, walaupun harakah ini menggembar-gemborkan slogan “Islam Adalah Solusi,” atau “Kami Ingin Syariah Islam,” atau bahkan slogan “Kami Ingin Khilafah.” Semua ini tak mengkhawatirkan sistem thaghut, selama harakah pragmatis ini telah mengakui keabsahan sistem sekuler yang ada.
Dengan demikian, harakah pragmatis ini telah melakukan penyesatan politik yang dapat menyimpangkan umat dari perjuangan yang benar. Karena keterlibatan harakah pragmatis dalam sistem thaghut berarti melegitimasi sistem thaghut sekaligus mempersulit harakah ideologis untuk menghancurkan sistem thaghut yang ada. Dan perlu dicatat, kebijakan penguasa Dunia Islam yang seperti ini telah didukung oleh Barat.
Strategi Barat Menghadapi Harakah Islam
Barat telah membagi kaum muslimin menjadi dua golongan utama, yaitu golongan fundamentalis (ekstremis) dan golongan moderat. Dari keduanya Barat hanya mendukung golongan moderat, dan bahkan mendudukkannya ke kursi kekuasaan, karena golongan moderat memang tidak menimbulkan bahaya bagi sistem politik di Dunia Islam dan bagi eksistensi Barat di Dunia Islam. Inilah garis besar Barat untuk menyesatkan harakah-harakah Islam.
Contoh nyata untuk strategi Barat itu adalah apa yang terjadi pada Partai Keadilan dan Pembangunan (PKP) pimpinan Recep Tayyip Erdogan di Turki. Turki tetap saja sekuler, dan bahkan menjalankan kebijakan AS dan Israel, meskipun PKP telah berhasil berkuasa. Inilah bukti nyata bahwa PKP telah menjadi harakah Islam yang disesatkan Barat sehingga PKP justru menjadi agen dan kepanjangan tangan dari kepentingan Barat.
Sayangnya, banyak generasi muda umat yang terkecoh dengan harakah pragmatis seperti PKP. Mereka menganggap PKP yang berhasil meraih kekuasaan telah melayani kepentingan Islam dan umat Islam. Padahal, dengan tinjauan sekilas saja, akan terlihat PKP sangat jauh dari ajaran dan politik Islam. Buktinya, PKP mengumumkan tidak akan memusuhi Barat (penjajah), mempercayai demokrasi, ingin menjadi bagian Eropa, serta menjadi sekutu Israel dan mengadakan perjanjian militer dengannya. PKP juga berpartisipasi dalam operasi militer NATO di Afghanistan untuk memerangi Islam dan umat Islam di sana. Dan lebih dari semua itu, PKP adalah pendukung ide-ide Mustafa Kamal Ataturk, manusia hina yang menjadi musuh Islam nomor satu dan penghancur Khilafah.
Harakah seperti PKP ini yang amat didambakan Barat, sehingga Barat berusaha mewujudkannya di berbagai negara di Dunia Islam. Tujuannya adalah untuk menghambat harakah Islam ideologis yang selalu diperangi AS, Eropa, dan penguasa zalim Dunia Islam atas nama perang melawan terorisme, fundamentalisme, radikalisme, ekstremisme, dan semacamnya.
Memang Barat telah menggariskan karakter-karakter tertentu untuk harakah Islam agar sesuai dengan kepentingan Barat. Mereka menghendaki agar harakah Islam dapat menerima sistem thaghut yang dijalankan Barat dan penguasa Dunia Islam yang zalim. Agar diterima umat, Barat menyebut aktivis harakah ini sebagai kaum moderat, bukan kaum fundamentalis atau ekstremis yang memang dimusuhi Barat.
Padahal kenyataannya, kaum moderat hakikatnya tidak berbeda dengan kaum liberal-sekuler, kecuali perbedaan formalitas saja. Jika dicermati, lontaran ide harakah Islam pragmatis sama saja dengan ide kelompok liberal-sekuler. Kita jangan tertipu dengan permainan istilah dan pengggunaan simbol-simbol Islam. Contoh nyatanya adalah PKP di Turki. PKP sangat sering mengeksploitir istilah dan simbol Islam. Padahal berbagai strategi dan langkah politiknya, seribu kali lebih berbahaya bagi umat Islam daripada kelompok-kelompok sekuler.

Maka sudah saatnya umat Islam sadar, bahwa tak setiap harakah yang seakan-akan Islami dan melayani kepentingan Islam adalah memang betul-betul baik bagi Islam !  Kita juga harus menyadari bahwa di antara harakah Islam ada yang menjadi agen Barat yang sadar atau tidak justru melayani kepentingan-kepentingan Barat. Kita juga harus sadar bahwa niat yang ikhlas tidaklah cukup, melainkan juga diperlukan langkah perjuangan yang benar sesuai Syariah Islam.
Karakter Harakah Yang Mengakui Sistem Thaghut
Paling tidak ada 6 (enam) karakter harakah Islam yang mengakui sistem thaghut dan menjadi agen Barat :
Pertama, menganut sikap pragmatis (waqi’iyyah), yaitu bertindak bukan atas dasar pertimbangan Syariah, melainkan atas dasar fakta yang ada dengan pertimbangan untung rugi (manfaat).
Kedua, tidak mempunyai ide Islam yang jelas. Mereka menyerukan Islam secara umum saja, dengan penafsiran yang disesuaikan dengan fakta yang ada demi meraih keridhoan penguasa zalim dan kaum penjajah (Barat).
Ketiga, tidak berusaha mengubah secara total sistem sekuler yang ada, melainkan hanya memperbaikinya secara parsial pada aspek-aspek tertentu. Mereka mempunyai asumsi dasar bahwa sistem yang ada sudah sah dan sudah final. Yang diubah bukan sistemnya, melainkan hal-hal tertentu yang memerlukan perbaikan, misalnya korupsi.
Keempat, mempunyai wawasan dan aksi yang hanya bersifat lokal. Mereka tidak peduli dengan persoalan umat Islam yang bersifat global, misalnya mempersatukan seluruh umat Islam dalam satu negara Khilafah.
Kelima, selalu berusaha menampakkan diri sebagai kelompok modern dan moderat, dengan dalih Islam adalah agama yang fleksibel dan luwes. Mereka mengecam harakah Islam ideologis sebagai kelompok garis keras (mutasyadidun) yang hanya cari masalah dengan memberontak kepada pemerintahan yang sah. Mereka menggembar-gemborkan ide-ide tertentu, seperti fiqih al-waqi’ (fiqih yang bertoak dari fakta), fiqih al-mashalih (fiqih yang mempertimbangkan kemaslahatan), dan semisalnya. Mereka masuk ke dalam parlemen dengan dalih untuk menegakkan agama, dan seterusnya.
Keenam, mementingkan figuritas. Mereka adalah harakah yang mempraktikkan kultus individu, karena mengedepankan figur pimpinan (qiyadah) daripada pemikiran yang serius dan produktif. Jika menghadapi masalah yang perlu keputusan, kata akhirnya bukan pada pertimbangan pemikiran, melainkan pada kehendak figur pimpinan yang telah tertawan oleh realitas sistem yang bobrok.
Harakah dengan karakter-karakter ini jelas sangat menyenangkan penguasa dari sistem thaghut. Harakah seperti ini pun kemudian dimanfaatkan dan diperalat untuk mengalihkan perhatian umat dari harakah ideologis yang sahih. Dengan demikian, di samping telah mengacaukan gambaran perjuangan Islam yang hakiki,  harakah pragmatis itu juga telah mempersulit perjuangan ke arah perubahan total yang dikehendaki Islam.
Padahal sudah jelas, keterlibatan harakah pragmatis dalam parlemen sesungguhnya adalah suatu bentuk ketaatan kepada thaghut dan upaya jahat untuk memperpanjang umur thaghut itu. Hal ini juga akan mengacaukan pemahaman umat mengenai sistem thaghut sehingga umat bisa jadi menganggap sistem thaghut yang ada sudah bagus dan final.
Penutup
Dari seluruh penjelasan di atas, sudah seharusnya harakah pragmatis menyadari kekeliruan langkah mereka. Namun akankah mereka mau sadar? Dengan penuh kepahitan kami katakan, nampaknya mereka tidak akan sadar. Sebab cacat yang ada pada harakah pragmatis itu adalah cacat bawaan yang fatal, yaitu cacat pada ide (fikrah) dan metode (thariqah) perjuangan mereka.
Sungguh, setiap perjuangan yang dilandasi asumsi bahwa sistem yang ada sudah sah dan tidak perlu diubah, hanya akan menghasilkan kesia-siaan dan kemurkaan dari Allah SWT, meskipun mereka berniat ikhlas.
Ingatlah firman Allah SWT :
(أَفَمَنْ يَمْشِي مُكِبًّا عَلَى وَجْهِهِ أَهْدَى أَمَّنْ يَمْشِي سَوِيًّا عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ)
“Apakah orang yang merangkak dengan wajah tertelungkup yang lebih terpimpin (dalam kebenaran) ataukah orang yang berjalan tegap di atas jalan yang lurus?” (QS Al-Mulk [67] : 22)
Juga firman-Nya :
(وَالَّذِينَ إِذَا ذُكِّرُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ لَمْ يَخِرُّوا عَلَيْهَا صُمًّا وَعُمْيَانًا)
“Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Tuhan mereka, mereka tidak bersikap sebagai orang-orang yang tuli dan buta.” (QS Al-Furqaan [25] : 73). Wallahu a’lam. [ ]

(Disarikan dari artikel Amaa Aan li al-Harakat al-Islamiyah allatiy Ta’tarifu bi Syar’iyyah Al-Anzhimah an Tash-huw, oleh Dr. Hazim Badar, Palestina,  Majalah Al-Waie (Arab), no. 282, Edisi Khusus Rajab 1431 H/ Juli 2010)

Kecelakaan Kereta Api Terus Terjadi, Penguasa Tetap Tak Peduli (www.hizbut-tahrir.or.id)

[AL Islam 525] BELUM genap sepekan Peringatan Hari Jadi Kereta Api pada 28 September 2010 lalu, dua kecelakaan fatal terjadi dan merenggut 35 nyawa. Satu kecelakaan kereta api terjadi di Stasiun Petarukan, Pemalang, yakni KA Argo Bromo Anggrek menabrak KA Senja Utama. Kecelakaan lain terjadi di Stasiun Purwosari, Solo. Pada kecelakaan itu KA Bima menyenggol bagian belakang KA Gaya Baru. Dugaan sementara, kecelakaan di Petarukan adalah karena faktor human error, yakni kelalaian masinis (Republika, 5/10).
Boleh jadi, memang ada faktor kesalahan manusia (human error) dalam kecelakaan kereta api tersebut. Namun, harus diakui, kecelakaan kereta api tidak hanya terjadi tempo hari. Tragedi kecelakaan kereta api di negeri ini seolah menjadi peristiwa rutin pada semua rezim di negeri ini.
Paling tidak, dalam rentang lima tahun (2004-2008) saja sudah terjadi ratusan kali kecelakaan kereta api. Rinciannya: 2004: 128 kecelakaan; 2005: 91 kecelakaan; 2006: 102 kecelakaan; 2007: 140 kecelakaan; 2008: 117 kecelakaan. Ratusan kasus kecelakaan tersebut terjadi dalam bentuk: tabrakan antar kereta api (28 kasus); tabrakan keretaapi dengan kendaraan bermotor (108 kasus); kereta api anjlog (442 kasus). Selama lima tahun itu saja, kecelakaan kereta api telah menelan korban meninggal, luka berat dan luka ringan sebanyak total 1221 orang. Adapun penyebab kecelakaan adalah karena: faktor alam (4%), faktor sarana (23%), faktor prasarana (18%), faktor SDM Operator (35%) dan faktor ekternal (20%) (Perkeretaapian.dephub.go.id, Update: 23/1/2009).
Di tahun 2010 ini, menurut Dirjen Perkeretaapian Kementrian Perhubungan Hermanto Dwi Atmanto dua bulan lalu (6/8), hingga akhir Juli 2010 sudah terjadi 32 kecelakaan kereta api. Sebelumnya, tahun 2009, terjadi 90 kasus kecelakaan kereta api. (Berdikarionline.com, 4/1/2010).
Dengan melihat data-data kecelakaan di atas, jelas bahwa transportasi rakyat yang satu ini masih menjadi “mesin pembunuh”. Dari data-data di atas juga terbukti, bahwa Pemerintah benar-benar alpa memperhatikan transportasi yang aman bagi warga negaranya.
Padahal kereta api adalah salah satu jenis transportasi darat yang sangat “digemari” masyarakat. Pada tahun 1999 saja, penumpang berjumlah 186,469,269 orang. (Kereta-api.com). Boleh dikatakan, kereta api selama puluhan tahun menjadi salah satu alat transportasi “favorit” rakyat, khususnya kalangan menengah ke bawah. Namun, hal itu semata-mata karena kereta api masih dianggap sebagai alat transportasi yang “murah”, bukan karena masyarakat merasa aman dan nyaman memakai jasa kereta api. Sebab, jika dilihat dari faktor keamanan, angka-angka kecelakaan di atas jelas menunjukkan bahwa kereta api adalah salah satu alat transportasi yang bisa merupakan “ancaman mengerikan”. Adapun dilihat dari faktor kenyamanan, di Jabodetabek, misalnya, di gerbong kereta api eksekutif pun (KA Parahyangan) penumpang sering tidak kebagian tempat duduk; bahkan untuk sekadar duduk di lantai gerbong pun sering susah. Kebanyakan akhirnya berdiri berhimpitan, rata-rata lebih dari satu jam.
Di kelas ekonomi AC atau ekonomi keadaannya tentu lebih parah lagi. Penumpang dari kalangan masyarakat miskin diperlakukan seperti tumpukan barang/binatang dan itu dianggap sebagai hal yang biasa. Para lansia, ibu hamil, orang cacat dan balita pun diperlakukan sama; tak ada perlakuan khusus. Di kereta ekonomi pula, WC pun sering terpaksa menjadi tempat tidur bagi mereka. Penderitaan mereka seperti ini mereka alami setiap hari. Ironisnya, penderitaan semacam ini belum berakhir. Sebab, sewaktu-waktu bisa saja mereka menjadi korban pelecehan seksual, aksi pencopetan, dll; sebagaimana sering terjadi.
Pemerintah Tak Peduli!
Fakta-fakta di atas hanyalah akibat. Sebabnya tidak lain karena Pemerintah selama ini tidak mempedulikan nasib rakyat, termasuk untuk hal yang amat vital bagi mereka, yakni alat transportasi. Ketidakpedulian Pemerintah terhadap kebutuhan rakyatnya dalam hal transportasi yang murah, aman dan nyaman terlihat dari data-data berikut.
Pada 1939, panjang rel seluruh kereta api di Indonesia mencapai 6.811 kilometer. Idealnya, seiring pertambahan penduduk dan bertambah luas dan jauhnya areal tempat tinggal mereka, rel tersebut makin bertambah. Faktanya, pada tahun 2000, berarti dalam kurun sekitar 60 tahun, rel yang merupakan warisan Belanda itu susut menjadi tinggal 4.030 km, atau turun 41%. Kondisi sarana pendukungnya, seperti jumlah stasiun kereta api, juga sama. Pada 1955 jumlah stasiun kereta api mencapai 1.516 buah. Dalam kurun hanya 50 tahun, jumlah itu merosot 62% menjadi tinggal 571 stasiun. Selain susut, infrastruktur kereta api itu juga sering dibiarkan tak terawat. Panjang rel yang sudah aus dan cacat di Jawa dan Sumatra, misalnya, mencapai 540 kilometer dan belum diganti. Kondisi lokomotif yang dioperasikan pun sangat memprihatinkan. Dari 341 unit lokomotif yang ada pada 2008, hampir seluruhnya (82%) sudah tua dengan umur antara 16-30 tahun. Padahal di negara maju, seperti Jepang dan negara-negara Eropa, umur ekonomis kereta api guna menjamin keselamatan penumpang maksimal adalah 5-10 tahun, setelah itu diganti dengan sarana yang sama sekali baru. Di Indonesia hal itu tidak terjadi (Media Indonesia, 4/10/2010).
Lagi-lagi, faktor anggaran yang minim menjadi satu-satunya alasan Pemerintah. Padahal anggaran revitalisasi kereta api untuk lima tahun ke depan (2010-2015) yang diusulkan hanya sebesar Rp 20 triliun. Pemerintah tentu bisa segera merealisasikannya. Anggaran Rp 20 triliun selama lima tahun itu tentu sangat kecil. Pasalnya, dalam APBN 2010, anggaran Perjalanan Dinas Pejabat Pemerintah dan Anggota DPR saja selama setahun mencapai 19,5 triliun (Suara Merdeka, 20/9). Artinya, anggaran “plesiran” pejabat Pemerintah dan Anggota DPR 5 kali lipat lebih besar daripada anggaran untuk perbaikan sistem perekeretapian yang notebene menyangkut kebutuhan jutaan rakyat. Sungguh ironis! Mengapa? Karena selama ini lebih dari 70% APBN negeri ini dibiayai dari pajak (JPNN.com, 24/3/2010), yang berarti sebagian besarnya dibiayai oleh rakyat. Kenyataannya, uang rakyat itu banyak “dimakan” para pejabat dan anggota DPR. Untuk rakyat sendiri, cukup “recehan”-nya saja. Semua ini makin menegaskan satu hal: Pemerintah/DPR sesungguhnya tak pernah tidak peduli terhadap rakyat. Mereka hanya peduli terhadap diri sendiri!
Harus Bertanggung Jawab
Dalam sejarah ulama salaf, diriwayatkan bahwa Khalifah Umar bin Abdil Aziz dalam shalat tahajudnya sering membaca ayat berikut:
احشُرُوا الَّذينَ ظَلَموا وَأَزوٰجَهُم وَما كانوا يَعبُدونَ ﴿٢٢﴾ مِن دونِ اللَّهِ فَاهدوهُم إِلىٰ صِرٰطِ الجَحيمِ ﴿٢٣﴾ وَقِفوهُم ۖ إِنَّهُم مَسـٔولونَ ﴿٢٤﴾
(Kepada para malaikat diperintahkan), “Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka dan sembah-sembahan yang selalu mereka sembah, selain Allah. Lalu tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka. Tahanlah mereka di tempat perhentian karena sesungguhnya mereka akan dimintai pertanggungjawaban.” (QS ash-Shaffat [37]: 22-24).
Beliau mengulangi ayat tersebut beberapa kali karena merenungi besarnya tanggung jawab seorang pemimpin di akhirat bila melakukan kezaliman.
Dalam riwayat lain, karena begitu khawatirnya atas pertanggungjawaban di akhirat sebagai pemimpin, Khalifah Umar bin Khaththab ra. berkata dengan kata-katanya yang terkenal, “Seandainya seekor keledai terperosok di Kota Baghdad karena jalanan rusak, aku sangat khawatir karena pasti akan ditanya oleh Allah SWT, ‘Mengapa kamu tidak meratakan jalan untuknya?’”
Itulah dua dari ribuan contoh yang pernah dilukiskan para salafus-shalih tentang tanggung jawab pemimpin di hadapan Allah kelak. Tidak lain karena para pemimpin dulu, yakni para khalifah kaum Muslim sepanjang Kekhilafahan Islam selama berabad-abad, memahami benar sabda Baginda Rasulullah saw.:
سَيِّدُ الْقَوْمِ خَادِمُهُمْ
Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka (HR Ibn Majah dan Abu Nu’aim).
Mereka juga amat memahami sabda Rasul saw. yang lain:

اَلإِمَامُ رَاعٍ وَ هُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus (HR al-Bukhari).

Khilafah: Pelayan Terbaik
Sejarah Islam yang otentik sesungguhnya banyak mencatat fakta betapa Khilafah adalah pelayan rakyat terbaik sepanjang sejarahnya. Contoh kecil, selama masa Khilafah Umayah dan Abbasiyah, di sepanjang rute para pelancong dari Irak dan negeri-negeri Syam (sekarang Suriah, Yordania, Libanon dan Palestina) ke Hijaz (kawasan Makkah) telah dibangun banyak pondokan gratis yang dilengkapi dengan persediaan air, makanan dan tempat tinggal sehari-hari untuk mempermudah perjalanan bagi mereka. Sisa-sisa fasilitas ini dapat dilihat pada hari ini di negeri-negeri Syam.
Khilafah Utsmaniyah juga melakukan kewajiban ini. Dalam hal kemudahan alat transportasi untuk rakyat, khususnya para peziarah ke Makkah, Khilafah membangun jalan kereta Istanbul-Madinah yang dikenal dengan nama “Hijaz” pada masa Sultan Abdul Hamid II. Khilafah Usmani pun menawarkan jasa transportasi kepada orang-orang secara gratis (Khilafah.com).
Bukan hanya manusia yang dilayani, hewan-hewan pun mendapatkan perlakuan yang baik, dilindungi oleh para khalifah. Ibn Rusyd al-Qurthubi meriwayatkan dari Malik bahwa Khalifah Umar ra. pernah melewati seekor keledai yang dibebani dengan tumpukan batu. Menyaksikan penderitaan hewan itu, Khalifah Umar ra. segera membuang sebagian tumpukan batu dari punggung hewan itu. Pemilik keledai itu, seorang wanita tua, datang kepada Khalifah Umar ra. dan berkata, “Wahai Umar, apa yang engkau lakukan dengan keledaiku? Memangnya engkau memiliki hak untuk melakukan apa yang engkau lakukan?” Khalifah Umar ra. mengatakan, “Menurutmu, memangnya apa yang membuatku mau mengisi jabatan ini (khalifah)?” Yang dimaksud oleh Umar ra., sebagai khalifah, ia bertanggung jawab atas semua hukum Islam, yang meliputi pula tindakan yang disebutkan oleh hadis Rasulullah saw., “Berhati-hatilah untuk tidak membebani punggung hewan.” (HR Abu Dawud).
Bandingkan dengan para pemimpin negeri ini. Betapapun jutaan rakyat tersiksa setiap hari di gerbong-gerbong kereta api-berdesak-desakan, berhimpitan dan bergelantungan seraya setiap saat terancam jiwanya-para penguasa negeri ini seolah tak peduli, hatta saat banyak rakyat terenggut nyawanya karena kecelakaan kereta api.
Para penguasa seperti ini patutlah merenungkan sabda Baginda Rasulullah saw., “Jabatan (kedudukan) itu pada permulaannya penyesalan, pertengahannya kesengsaraan (kekesalan hati) dan akhirnya adalah azab pada Hari Kiamat (HR Ath-Thabrani).
Wallahu a’lam bi ash-shawab. []

Presiden SBY tidak Paham Jihad ? (http://hizbut-tahrir.or.id/2010/10/05/presiden-sby-tidak-paham-jihad/)

(Upaya Pendistorsian Makna Jihad)

Oleh: Harits Abu Ulya (Ketua Lajnah Siyasiyah DPP-HTI)
Dalam acara Silaturahmi Musabaqah Tilawatil Quran dan Hadis Tingkat ASEAN dan Pasifik di Istana Negara, Jl Veteran, Jakarta Pusat, Senin (4/10/2010). Yang juga dihadiri oleh beberapa menteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II seperti Mendiknas M Nuh, Menkopolhukam Djoko Suyanto, Mensesneg Sudi Silalahi, Menteri Agama Suryadharma Ali, juga duta besar beberapa negara Islam dari Timur Tengah. Hadir juga Dr. Sholeh bin Abdullah bin Humaid yang juga utusan resmi Pangeran Sultan bin Abdul Aziz Alu Su`ud, Duta Besar Kerajaan Arab Saudi, dan para duta besar negara-negara sahabat untuk Indonesia. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan  beberapa hal sebagai bentuk respon terhadap beberapa peristiwa kekinian yang  diekspos secara luas oleh media.
Presiden Yudhoyono dalam sambutanya; “Siapapun tidak boleh mengatasnamakan agama sebagai instrumen untuk melakukan tindak kekerasan dan teror,”. Presiden Yudhoyono berharap jangan sampai generasi muda menafsirkan makna jihad di dalam Al Quran secara keliru. Penafsiran keliru itu, kata Kepala Negara, adalah mengartikan jihad sebagai jalan kekerasan dan menghalalkan segala cara. “Janganlah menjadikan ajaran Islam sebagai tameng untuk membenarkan tindakan terorisme,” kata Yudhoyono. Generasi muda, menurut Presiden, seharusnya memaknai jihad sebagaimana mestinya, yaitu jihad melawan hawa nafsu, kemiskinan, keterbelakangan, perilaku korupsi, dan jihad untuk kesejahteraan bangsa dan negara.
Presiden menegaskan bahwa Islam itu damai dan teduh. Islam adalah agama yang cinta keadilan dan selalu menganjurkan kasih sayang, serta menjauhi permusuhan. Melalui Al Quran, Islam mencegah perbuatan yang keji dan mungkar, katanya. “Al Quran dan Hadits juga mengajarkan kepada kaum Muslimin untuk memelihara dan mempertahankan nilai-nilai luhur yang mulia, etika kehidupan yang baik, serta tata hubungan sosial yang harmonis dan bermartabat,” kata Presiden. Memperjuangkan Islam, imbuhnya, perlu dilandasi dengan perilaku yang baik. “Bukan sebaliknya, tindakan yang tidak Islami,” tuturnya. (Antaranews.com, 4/10, Detiknews.com,4/10)
Setidaknya ada dua hal paling urgent yang perlu di kritisi dari pernyataan Presiden SBY. Pertama; pernyataan SBY lebih tepat disebut sebagai tuduhan, jika ada sebagian orang atau kelompok  yang  menjadikan agama sebagai tameng  atau  instrumen untuk melakukan tindakan kekerasan dan teror. Sebelumnya Presiden juga mengeluarkan pernyataan yang mirip, saat memberikan sambutan pada peresmian Masjid Baiturrahim yang berada di Kompleks Istana Kepresidenan, Presiden mengatakan masjid atau rumah ibadah adalah pusat kebaikan dan pusat kebajikan untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan.
Karena itu, dia meminta agar masjid tidak dijadikan sebagai ajang untuk memprovokasi atau menyerukan tindakan kekerasan. Pernyataan Presiden itu terkait dengan aktivitas sejumlah teroris yang telah ditangkap, yang cenderung menjadikan tempat ibadah untuk mengajarkan permusuhan dan tindak kekerasan kepada orang yang berbeda akidah. (Republika.co.id,2/10)
Pernyataan di atas tentu bukan bercanda, tapi artikulasi verbal dari proses pencerapan terhadap realitas dan informasi yang masuk dalam pikiran Presiden. Maka sentimen dalam bentuk redaksi “tuduhan”  perlu dibuktikan, agar  program pemerintah dalam menangani kasus “terorisme” tidak  melahirkan masalah dan musuh baru dengan sengaja atau tidak telah memojokkan dan menstigmasi Islam terkait terorisme. Umat Islam juga bisa mengeluarkan asumsi berlawanan; “jangan sampai penguasa menjadikan proyek kontra terorisme tameng untuk melakukan “teror” dan “mendiskritkan” Islam dan kaum muslimin“. Karena ungkapan Presiden Yudhoyono lebih sebagai asumsi yang  masih perlu bukti, kalau masjid menjadi  “kawah condrodimuka” lahirnya kekerasan. Jika ada satu atau dua orang yang sesuai ungkapan presiden, tentu juga tidak bisa digeneralisir dengan ungkapan diatas.
Kedua; dalam pandangan Presiden Yudhoyono, kesalahan tafsir terhadap al Qur’an dan as Sunnah dalam bab jihad-lah yang menjadi faktor  tindakan kekerasan dan terorisme. Kemudian presiden menjelaskan “jihad prespektif presiden” ; seharusnya memaknai jihad sebagaimana mestinya, yaitu jihad melawan hawa nafsu, kemiskinan, keterbelakangan, perilaku korupsi, dan jihad untuk kesejahteraan bangsa dan negara. Apakah benar adanya jihad seperti penjelasan presiden? Bagi seorang muslim memang diwajibkan memahami jihad dengan benar dan aplikasinya juga  benar. Tidak  memahami sebagian dan membuang sebagian, apalagi dengan motif ingin melakukan “tahrif” (penyimpangan) makna jihad, karena dihadapkan  kepada jalan buntu mengurai akar masalah “terorisme” sementara terminologi jihad menjadi tertuduh.

Sekilas memahami jihad yang sahih.
Seperti diterangkan dalam al Qur’an dan as Sunnah kemudian dibukukan dalam ratusan kitab fiqh oleh ulama’ salafus sholeh dan ulama’-ulama’ zaman sekarang (dan mu’tabar; jadi rujukan dan pegangan umat Islam), bisa diringkas;
Secara bahasa kata “al-jihaad” berasal dari kata “jaahada“, yang bermakna “al-juhd” (kesulitan) atau “al-jahd” (tenaga atau kemampuan). Imam Ibnu Mandzur dalam Kitab Lisaan al-’Arab nya, secara bahasa, al-jihaad artinya;mengerahkan kemampuan dan tenaga yang ada, baik berupa perkataan maupun perbuatan.
Dalam kitab Syarh al-Qasthalaani ‘alaa Shahiih al-Bukhaariy dinyatakan sebagai berikut Kata jihaad merupakan pecahan dari kata  al-jahd, dengan huruf jim difathah yang berarti: at-ta’b (lelah) dan al-masyaqqah (sulit).  Sebab, kelelahan dan kesulitan yang ada di dalamnya bersifat terus-menerus.  Kata jihaad bisa merupakan bentuk pecahan dari kata al-juhd dengan “jim” didhammah, yang berarti: at-thaaqah (kemampuan atau tenaga).  Sebab, masing-masing mengerahkan tenaganya untuk melindungi shahabatnya.
Di dalam al-Quran dan Sunnah, kata jihaad diberi arti baru oleh syariat dari arti asal (bahasanya) atau menuju makna yang lebih khusus, yaitu, “mengerahkan seluruh kemampuan untuk berperang di jalan Allah, baik secara langsung, dengan bantuan keuangan, pendapat (pemikiran), memperbanyak kuantitas (taktsiir al-sawaad) ataupun yang lain (Ibn ‘Abidiin, Haasyiyah, juz III, hal. 336)   Dengan demikian, ketika kata “jihad” disebut, secara otomatis orang akan memaknainya dengan makna syariatnya -berperang di jalan Allah”, bukan dengan makna bahasanya.  Jihad dengan makna khusus ini, bisa ditemukan pada ayat-ayat Madaniyah.  Sedangkan kata jihad di dalam ayat-ayat Makkiyah, maknanya merujuk pada makna bahasanya (bersungguh-sungguh).  
Contoh Ayat-ayat yang memberikan pengertian Jihad adalah al Qital (perang);
لا يَستَوِى القٰعِدونَ مِنَ المُؤمِنينَ غَيرُ أُولِى الضَّرَرِ وَالمُجٰهِدونَ فى سَبيلِ اللَّهِ بِأَموٰلِهِم وَأَنفُسِهِم ۚ فَضَّلَ اللَّهُ المُجٰهِدينَ بِأَموٰلِهِم وَأَنفُسِهِم عَلَى القٰعِدينَ دَرَجَةً ۚ وَكُلًّا وَعَدَ اللَّهُ الحُسنىٰ ۚ وَفَضَّلَ اللَّهُ المُجٰهِدينَ عَلَى القٰعِدينَ أَجرًا عَظيمًا
“Tidaklah sama antara mu’min yang duduk (yang tidak turut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar.” (QS. al-Nisaa’ : 95)
Jihaad dalam ayat ini mempunyai pengertian: keluar untuk berperang, dan aktivitas ini lebih diutamakan daripada berdiam diri dan tidak berangkat menuju peperangan.
Para ulama empat madzhab juga telah sepakat bahwa jihad harus dimaknai sesuai dengan hakekat syariatnya, yakni berperang di jalan Allah baik secara langsung maupun tidak langsung.
Madzhab as-Syaafi’i, sebagaimana yang dinyatakan dalam kitab al-Iqnaa’, mendefinisikan jihad dengan “berperang di jalan Allah”. Al-Siraazi juga menegaskan dalam kitab al-Muhadzdzab; sesungguhnya jihad itu adalah perang.
Dalam masalah ini, Ibnu Qudamah dalam al Mughni-nya berkata: Ribaath (menjaga perbatasan) merupakan pangkal dan cabang jihad. Beliau juga mengatakan: Jika musuh datang, maka jihad menjadi fardlu ‘ain bagi mereka… jika hal ini memang benar-benar telah ditetapkan, maka mereka tidak boleh meninggalkan (wilayah mereka) kecuali atas seizin pemimpin (mereka). Sebab, urusan peperangan telah diserahkan kepadanya.

Jihad Ofensif dan Jihad Defensif
Dr. Mohammad Khair Haekal di dalam kitab al-Jihad wa al-Qital menyatakan, bahwa sebab dilaksanakannya jihad fi sabilillah bukan hanya karena adanya musuh (jihad defensif), akan tetapi juga dikarenakan tugas Daulah Islamiyyah dalam mengemban dakwah Islam ke negara lain, atau agar negara-negara lain tunduk di bawah kekuasaan Islam (jihad ofensif).
Hanya saja, para ulama berbeda pendapat dalam menentukan batas minimal jihad yang dilakukan oleh negara. Imam al-Mawardiy dalam kitab al-Iqnaa’, hal.175 menyatakan, “Hukum jihad adalah fardlu kifayah, dan imamlah yang berwenang melaksanakan jihad…ia wajib melaksanakan jihad minimal setahun sekali, baik ia pimpin sendiri, atau mengirim ekspedisi perang.”
Syeikh Imam Nawawi al-Bantani al-Jawi dalam kitab Nihayah Az-Zain, “Jihad itu adalah fardhu kifayah untuk setiap tahun, apabila orang-orang kafir berada di negeri mereka. Paling sedikit satu kali dalam satu tahun, tapi apabila lebih tentu lebih utama, selama tidak ada kebutuhan lebih dari satu kali. Jika jihad tidak dilakukan maka wajib atas sebagian (kaum Muslimin) untuk mengajak jihad, dengan salah satu dari dua cara”.
Jadi dari paparan diatas cukup untuk menimbang makna jihad ala Presiden. Hakikatnya jihad itu bukan terorisme, dan jihad bukan mengajarkan umat Islam menjadi teroris. Jihad dalam ajaran Islam tetap berlaku hingga yaumil qiyamah, bagi orang yang beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya tidak akan berani dan tega menuduh “ajaran jihad” dalam Islam sebagai sumber dari berbagai tindakan teror dan kekerasan.Jika ada sekelompok kecil orang mengaplikasikan makna jihad secara keliru, itu juga tidak bisa dijadikan alasan bahwa “jihad” itu telah berhenti dan tidak lagi di syariatkan. Atau kemudian perlu pemaknaan baru yang akhirnya menyimpang  dan keluar dari makna yang syar’i  yang dikehendaki Allah SWT dan Rasul-Nya.
Jadi dari prespektif ini, terlihat alih-alih Presiden menyelesaikan akar munculnya berbagai tindak kekerasan dan teror tapi malah mengeluarkan  asumsi-asumsi yang  bisa mendiskriditkan Islam dan kaum muslimin.Umat harus waspada manufer orang-orang yang membenci Islam & kaum muslim melalui permainan bahasa berusaha membikin kacau cara berfikir dan perilakunya.Wallahu a’lam