Senin, 11 Oktober 2010

Dibutuhkan Keberanian Politik ! (http://hizbut-tahrir.or.id)

Manusia mengakui sifat penakut termasuk pengecut dan dianggap sebagai sifat yang tidaklah melekat pada seorang manusia kecuali akan menciptakan dalam dirinya kehinaan dan kerendahan. Manusia sepanjang sejarah –dan masih saja hingga sekarang- sangat menghormati orang pemberani dan memberikan contoh keberanian. Rasulullah saw berlindung dari sifat pengecut sebagaimana diriwayatkan oleh imam Bukhari di dalam Shahihnya dan oleh imam Ahmad di dalam Musnadnya. Hisyam ibn Abi Abdillah menceritakan dari Qatadah dari Anas ibn Malik bahwa Nabi saw berkata di dalam doa Beliau:
«اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالجُبْن وَالْبُخْلِ وَالْهَرَمِ وَعَذَابِ الْقَبْرِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَفِتْنَةِ الْمَمَاتِ»
Ya Allah aku berlindung kepadaMu dari kelemahan, kemalasan, sifat penakut, sifat bakhil, dari kepikunan dan azab kubur, dan aku berlindung kepadaMu dari fitnah selama hidup dan fitnah kematian
Kadang kala sikap pengecut itu terjadi dihadapan musuh yang brutal atau di depan penguasa zalim, atau di depan masyarakat yang rusak atau di depan manusia yang sombong dan takabur. Kaum muslim memberikan –dan masih terus memberikan- contoh paling baik dalam hal keberanian dan sikap tak gentar dalam memerangi musuh. Jika musuh menyerang satu negeri kaum muslim, penduduk negeri itu dan kaum muslim lainnya keluar untuk membela dan mengusir serangan. Banyak contoh dalam hal itu seperti Irak, Palestina, Chechnya dan lainnya.
Kaum muslim juga memberikan contoh paling baik dalam hal keberanian dan sikap tak gentar di dalam perang di jalan Allah dan menyebarkan risalahNya hingga pasukan Islam di hadapan musuhnya menjadi pasukan yang tak terkalahkan. Rasulullah saw dan para sahabat Beliau sebelumnya telah memberikan contoh terbaik dalam hal keberanian dan tidak pengecut dalam mengemban dakwah Islamiyah kepada penduduk Mekah dan lainnya. Mereka bersabar dan menanggung semua bentuk siksaan. Tekad mereka tidak luntur hingga Allah menolong mereka dengan tegaknya daulah Islamiyah di Madinah.
Islam datang dan mendorong kaum muslim atas keberanian politik. Yaitu keberanian dalam memelihara urusan-urusan masyarakat dan mengoreksi orang yang lalai dalam melakukan ri’ayah itu. Politik (siyasah) secara bahasa artinya adalah ri’ayah (pemeliharaan). Islam datang dan menegaskan makna itu. Rasulullah saw bersabda:
«كَانَتْ ‏بَنُو إِسْرَائِيلَ ‏تَسُوسُهُمْ الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لَا نَبِيَّ بَعْدِي وَسَتَكُونُ خُلَفَاءُ تَكْثُرُ»
Dahulu Bani Israel dipelihara urusan mereka oleh para nabi. Setiap kali seorang nabi meninggal digantikan oleh nabi yang lain. Dan sesungguhnya tidak ada nabi sesudahku, tetapi akan ada para khalifah yang banyak (Shahih Muslim)
Artinya dahulu mereka dipelihara. Rasulullah saw juga bersabda:
«كُلُّكُمْ رَاعٍ فَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ»
Setiap kalian adalah pemelihara dan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya (Shahih Bukhari)
Allah telah mewajibkan umat Islam untuk mengoreksi penguasanya, meluruskan kebengkokannya, memonitor aktifitas-aktifitas dan tindakan-tindakannya, dan menaatinya pada selain kemaksiyatan kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman:
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. (QS Ali ‘Imran [3]: 110)
Imam Ahmad meriwayatkan di dalam Musnadnya: “Seorang laki-laki datang kepada Nabi saw lalu berkata: jihad apakah yang lebih utama?” Nabi menjawab:
كَلِمَةُ حَقٍّ عِنْدَ إِمَامٍ‏ جَائِرٍ
Kalimat yang haq di depan imam (pemimpin) yang jahat
Para sahabat memahami hukum itu yakni tak gentar dalam mengoreksi penguasa dan tidak bersikap pengecut di hadapannya. Para tabiun dan tabiut tabi’in mengikuti para sahabat dalam hal itu. Mereka memberikan contoh paling baik dalam hal itu. Kaum muslim mengoreksi Umar ibn al-Khaththab ra dalam masalah kain Yaman dan dalam hal penentuan mahar. Para sahabat mengoreksi Mu’awiyah.
Para tabi’un mengoreksi penguasa dan para wali mereka. Banyak kisah masyhur tentang Sa’id ibn Jubair bersama al-Hajaj, dan Sa’id ibn al-Musayyab dengan Abdul Malik ibn Marwan. Daalm hal itu para fukaha kaum muslim mengikuti para tabi’un seperti Ahmad ibn Hanbal, Abu Hanifah, Malik dan banyak lagi yang lain diantara ulama umat ini. Mereka tidak menerima dari penguasa adanya kelalaian dan kezaliman walau hanya dalam satu hukum padahal negara dan sistem di dalamnya berjalan sesuai hukum-hukum Islam.
Umat terus dalam keberanian politiknya antara maju atau berhenti sesuai dengan kekuatan pemahaman umat terhadap Islam. Umat telah membayar harga mahal pada zaman ini ketika bersikap pengecut dari mengoreksi para khalifah akhir dari Utsmaniyun dan ketika itu umat tidak melakukan apa yang diwajibkan oleh Allah atas mereka dengan menindak Kamal Ataturk kafir untuk mempertahankan hukum Allah agar tetap diterapkan.
Tragedi besar terjadi ketika Kamal Ataturk mengumumkan runtuhnya daulah Khilafah dan mengusir Khalifah ke luar negeri secara hina dan rendah. Dengan hilangnya khilafah dan ibu penyayang, maka sikap pengecut menyebar di tengah umat –kecuali orang yang dirahmati Allah- dan lenyaplah keberanian politik. Umat tidak lagi peduli untuk mengoreksi penguasa atau pemimpin, padahal umat sanggup memerangi penjajah dan pendudukan dan terbukti bahwa umat memiliki potensi vital dan keberanian luar biasa.
Umat pada zaman ini ditimpa bencana adanya ulama yang hati mereka dikuasai oleh rasa takut, mereka menafikan keberanian, mencintai kehinaan. Mereka tidak membiarkan umat untuk melakukan muhasabah al-hukam dan sebaliknya juga tidak memimpin umat dalam hal itu. Bahkan ketika individu atau partai mengoreksi penguasa maka mereka, para ulama itu, berdiri menghadang individu atau partai itu dan menikamnya dengan perkataan mereka atas wajibnya mentaati penguasa dan bersabar atas siksaaannya, serta tidak mencelakakan diri sendiri ke dalam kebinasaan. Dan mereka setelah itu memperbanyak pujian, sanjungan dan doa untuk penguasa itu. Akhirnya umat berada diantara dua himpitan: penguasa dan para begundalnya diantara aparat keamanan dan ulama serta fatwa-fatwa mereka.
Para penguasa dalam hal itu, mereka menopang tuan-tuan barat mereka dengan bekerja menyebarkan kepengecutan politik di tengah kaum muslim dan menghalangi kaum muslim dari keberanian politik hingga mereka bisa menjamin kelangsungan status quo dan supaya kaum muslim tidak bisa mengembalikan posisi mereka di tengah umat-umat dan mengemban kebaikan kepada seluruh manusia. Para penguasa itu melakukan pembunuhan, penyiksaan, pemenjaraan dan pengasingan terhadap setiap orang yang mengoreksi mereka dan menjelaskan kebenaran kepada mereka. Kaum Ba’ats di Irak membunuh banyak orang dari kaum muslim dan yang paling menonjol adalah syaikh Abdul Aziz al-Badri.
Si muka masam penjahat Libiya membunuh 13 orang muslim di depan kerumunan para murid dan pengajar padahal dosa mereka tidak lain karena mereka menjelaskan dan mendebatnya bahwa as-sunah an-nabawiyah –yang dihapuskan oleh al-Qadafi- merupakan bagian dari sumber yurisprudensi sebagaimana al-Quran al-Karim. Apa yang dilakukan oleh para perwira Mesir tanah Kinanah yang membunuh puluhan orang terutama Sayid Quthub.
Dan apa yang dilakukan oleh setiap rezim berupa pembantaian dan terorisme yang menghancurkan badan dan tidak cukup tempat untuk menyebutkannya. Mereka meneror masyarakat dan menyebarkan kengerian dan ketakutan seperti bahwa penguasa mengetahui segala hal. Mereka memiskinkan masyarakat dan merampas kekayaan negeri seakan masyarakat adalah budak mereka dan negara merupakan ladang bagi mereka dan anak keturunan mereka.
Mereka tidak peduli dengan orang fakir, miskin, tuna wisma atau anak-anak kecil. Yang penting bagi mereka adalah ambisi mereka dan terealisasinya keinginan-keinginan mereka. Mereka menegaskan pepatah “saya dan setelah saya adalah topan”. Mereka menyebarkan contoh dan perkataan yang asing di tengah umat, seperti “tangan tidak bisa menghancurkan bor” dan “letakkan kepalamu diantara kepala-kepala”. Semua itu tidak lain untuk membuat umat menerima dan pasrah pada realita.
Para penguasa itu mempekerjakan “ulama“ yang perhatian tertingginya adalah menjinakkan dan menundukkan umat serta membungkukkannya kepada penguasa itu. Di negeri Nejad dan Hijaz misalnya, penggunaan pekerja dan pelayan kafir adalah tidak boleh, tetapi lain pagi lain pula sore, dan jadilah penggunaan pasukan asing menjadi wajib dan boleh! Dan Anda temukan di Uzbekistan “ulama” yang berdiri membela Karimov penguasa negeri yang memerintah dengan kekufuran, memenjarakan dan membunuh ribuan kaum muslim secara terang-terangan. Dan Anda dapati di Mesir dan Yordania “ulama” yang menobatkan diri mereka untuk memberikan justifikasi perjanjian-perjanjian khianat dan melindungi entitas Yahudi dan membuat kaum muslim kelaparan di Gaza. Anda dapati di negeri Syam orang yang berdiri dan memuji rezim yang hina dan tercela pembunuh puluhan ribu kaum muslim.
Kaum muslim di Barat pun tidak selamat dari kepengecutan politik. Mereka tidak menghiasi diri dengan keberanian politik. Padahal asumsinya adalah mereka hidup di bawah sistem demokrasi yang selalu mendendangkan kebebasan dan kelapangan dada terhadap koreksi. Negara-negara barat ingin agar kaum muslim melebur di dalam masyarakat dan kaum muslim menjadi warga Eropa atau Amerika yang beragama Islam sebagaimana kondisi warga Amerika Kristen atau Yahudi atau lainnya. Artinya kaum muslim menjadi orang-orang yang melaksanakan ibadah akan tetapi hukum dan ide mereka tentang sesuatu dan perbuatan tidak disandarkan kepada Islam. Melakukan atau tidak melakukan sesuatu menjadi tegak diatas kepentingan atau manfaat persis seperti kondisi kaum kapitalis.
Berdiri banyak yayasan dan organisasi yang bekerja diatas asas peleburan. Bukannya menjaga kaum muslim dan membela hak-hak mereka semuanya serta menjelaskan tatacara hidup di negeri barat, menjaga identitas Islamiyah dan berpegang teguh terhadap hukum-hukum Islam, pada saat yang sama, mereka justru bersikap pengecut, takut dan menjauhkan diri dari sikap keberanian dan tak gentar.
Bencana besar pasca tragedi 11/9, kaum muslim menjadi dianggap bersalah hingga terbukti tak bersalah. Negara-negara barat mulai membangkitkan rasa takut dan negeri, menampakkan kaum muslim bahwa mereka berbahaya dan diantara mereka adalah penjahat dan pembunuh. Itu memudahkan rezim-rezim berkuasa di barat menjerumuskan kaum muslim ke arah asosiasi dan peleburan di dalam masyarakat barat. Orang yang tidak memiliki keberanian, keluar kepada masyarakat dengan fatwa-fatwa semisal bekerja dengan intelijen dan masuk ke militer dan bekerjasama di dalam pemilu dan lainnya dan menganggap hal itu sebagai “kewajiban syar’i”. Lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi -di Amerika- bersikap pengecut menyerukan kepada warga Amerika muslim untuk tidak menyebutkan sesuatu yang diderita kaum muslim di Irak, Chechnya, atau Somalia.
Mereka tidak berani menyebut pembantaian yang terjadi atas kaum muslim di Irak misalnya, seperti peristiwa pembunuhan di Baghdad tahun 2007 yang dibocorkan oleh situs wikileaks. Padahal orang Amerika sendiri menolak hal itu dan mencelanya. Diantara hal aneh yang menyedihkan, sikap pengecut itu sampai pada diri pengacara penanggungjawab di “universitas Islam” yang membela salah seorang penyebar gambar kartun yang menodai Rasul saw. Organisasi-organisasi itu tidak membela kaum muslim yang dituduh oleh negara Amerika dengan tuduhan terorisme kecuali dalam kondisi khusus.
Organisasi-organisasi itu tidak mengoreksi presiden Amerika –yang mereka pilih- dalam banyak masalah yang penting bagi kaum muslim seperti Palestina, janji-janjinya untuk menarik militer dari Irak, keputusannya mengirimkan tambahan kekuatan ke Afganistan, perubahan perlakuan terhadap kaum muslim, atau merubah opini publik terhadap mereka.
Kepengecutan politik adalah penyakit kanker yang jika tersebar di tengah umat akan menyebabkan umat diam untuk menuntut hak-haknya dan menjatuhkan umat ke tempat paling rendah di antara umat. Rasulullah saw memperingatkan di dalam hadits masyhur dari sikap diam dan muhasabah. Beliau saw bersabda:
«وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنْ الْمُنْكَرِ أَوْ لَيَبْعَثَنَّ عَلَيْكُمْ قَوْمًا ثُمَّ تَدْعُونَهُ فَلَا يُسْتَجَابُ لَكُمْ»
Demi Dzat yang jiwaku ada di genggaman tangan-Nya, sungguh kalian memerintahkan yang makruf dan sungguh kalian melarang dari yang mungkar atau Allah akan membangkitkan suatu kaum kemudian kalian berdoa kepada-Nya dan Dia tidak menjawab permintaan kalian (Musnad Ahmad)
Musibah mana lagi dan kondisi manalagi yang lebih buruk dari musibah dan kondisi umat saat ini?! Sungguh telah tiba waktunya bagi umat menghentikan kepengecutan. Telah tiba waktunya umat mencampakkan pakaian kehinaan dan kerendahan, lalu mengenakan pakaian keberanian dan sikap tak gentar kemudian membela hak-haknya dan menjelaskan tuntutan-tuntutannya tanpa rasa gentar atau taqiyah.
14 Syawal 1431 H
23 September 2010 M

Tidak ada komentar:

Posting Komentar