Kamis, 07 Oktober 2010

Sketsa Proposal Yenni Sarinah FKIP UIR


A. JUDUL
:
PENERAPAN PEMBELAJARAN KOLABORATIF DAN HAND OUT UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS IX SMP INSAN TERPUJI KULIM PEKANBARU TAHUN AJARAN 2011/2012

B. PENELITI/NPM
:
YENNI SARINAH / 086510162

C. PENDAHULUAN

1.
Latar Belakang Masalah

Pembelajaran kolaboratif dapat menyediakan peluang untuk menuju pada kesuksesan praktek-praktek pembelajaran. Sebagai teknologi untuk pembelajaran (technology for instruction), pembelajaran kolaboratif melibatkan partisipasi aktif para siswa dan meminimisasi perbedaan-perbedaan antar individu. Pembelajaran kolaboratif telah menambah momentum pendidikan formal dan informal dari dua kekuatan yang bertemu, yaitu :
1)      Realisasi praktek, bahwa hidup di luar kelas memerlukan aktivitas kolaboratif dalam kehidupan di dunia nyata.
2)      Menumbuhkan kesadaran berinteraksi sosial dalam upaya mewujudkan pembelajaran bermakna.

Ide pembelajaran kolaboratif bermula dari perspektif filosofis terhadap konsep belajar. Untuk dapat belajar, seseorang harus memiliki pasangan. Pada tahun 1916, John Dewey, menulis sebuah buku “Democracy and Education” yang isinya bahwa kelas merupakan cermin masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata. Pemikiran Dewey yang utama tentang pendidikan (Jacob et al., 1996), adalah:
1)      Siswa hendaknya aktif, Learning By Doing.
2)      Belajar hendaknya didasari motivasi intrinsik.
3)      Pengetahuan adalah berkembang, tidak bersifat tetap.
4)      Kegiatan belajar hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa.
5)      Pendidikan harus mencakup kegiatan belajar dengan prinsip saling memahami dan saling menghormati satu sama lain, artinya prosedur demokratis sangat penting.
6)      Kegiatan belajar hendaknya berhubungan dengan dunia nyata dan bertujuan mengembangkan dunia tersebut.
Metode kolaboratif didasarkan pada asumsi-asumsi mengenai siswa proses belajar sebagai berikut (Smith & MacGregor, 1992) :
a)      Belajar itu aktif dan konstruktif
Untuk mempelajari bahan pelajaran, siswa harus terlibat secara aktif dengan bahan itu. Siswa perlu mengintegrasikan bahan baru ini dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Siswa membangun makna atau mencipta sesuatu yang baru yang terkait dengan bahan pelajaran.
b)      Belajar itu bergantung konteks
Kegiatan pembelajaran menghadapkan siswa pada tugas atau masalah menantang yang terkait dengan konteks yang sudah dikenal siswa. Siswa terlibat langsung dalam penyelesaian tugas atau pemecahan masalah itu.
c)      Siswa itu beraneka latar belakang
Para siswa mempunyai perbedaan dalam banyak hal, seperti latar belakang, gaya belajar, pengalaman, dan aspirasi. Perbedaan-perbedaan itu diakui dan diterima dalam kegiatan kerjasama, dan bahkan diperlukan untuk meningkatkan mutu pencapaian hasil bersama dalam proses belajar.
d)      Belajar itu bersifat sosial
                      Proses belajar merupakan proses interaksi sosial yang di dalamnya siswa membangun makna yang diterima bersama.
Menurut Piaget dan Vigotsky, Strategi pembelajaran kolaboratif didukung oleh adanya tiga teori, yaitu :
(1). Teori Kognitif
      Teori ini berkaitan dengan terjadinya pertukaran konsep antar anggota kelompok pada pembelajaran kolaboratif sehingga dalam suatu kelompok akan terjadi proses transformasi ilmu pengetahuan pada setiap anggota.
(2). Teori Konstruktivisme Sosial
      Pada teori ini terlihat adanya interaksi sosial antar anggota yang akan membantu perkembangan  individu dan meningkatkan sikap saling menghormati pendapat semua anggota kelompok.
(3). Teori Motivasi
      Teori ini teraplikasi dalam struktur pembelajaran kolaboratif karena pembelajaran tersebut akan memberikan lingkungan yang kondusif bagi siswa untuk belajar, menambah keberanian anggota untuk memberi pendapat dan menciptakan situasi saling memerlukan pada seluruh anggota dalam kelompok.
Piaget dengan konsepnya “Active Learning” berpendapat bahwa para siswa belajar lebih baik jika mereka berpikir secara kelompok, menurut  pikiran mereka maka oleh sebab itu menjelaskan sebuah pekerjaan lebih baik menampilkan di depan kelas. Piaget juga berpendapat bila suatu kelompok aktif, kelompok tersebut akan melibatkan yang lain untuk berpikir bersama, sehingga dalam belajar lebih menarik (Smith, B.L. and Mac Gregor, 2004).
Dalam menggunakan metode pembelajaran kolaboratif ini, sarana atau alat bantu pembelajaran yang digunakan selama proses penelitian adalah pembuatan hand out untuk pokok bahasan yang dipelajari di SMP Kelas IX, terutama untuk memaparkan pokok materi yang dirasa sulit untuk dijelaskan melalui metode ceramah dan diskusi.
Dari uraian di atas, dapat dipaparkan langkah-langkah pengoptimalisasian pencapaian hasil belajar siswa dengan metode pembelajaran kolaboratif. Berikut ini langkah-langkah pembelajaran kolaboratif :

1)      Para siswa dalam kelompok menetapkan tujuan belajar dan membagi tugas sendiri-sendiri.
2)      Semua siswa dalam kelompok membaca, berdiskusi, dan menulis.
3)      Kelompok kolaboratif bekerja secara bersinergi mengidentifikasi, mendemontrasikan, meneliti, menganalisis, dan memformulasikan jawaban-jawaban tugas atau masalah dalam LKS atau masalah yang ditemukan sendiri.
4)      Setelah kelompok kolaboratif menyepakati hasil pemecahan masalah, masing-masing siswa menulis laporan sendiri-sendiri secara lengkap.
5)      Guru menunjuk salah satu kelompok secara acak (selanjutnya diupayakan agar semua kelompok dapat giliran ke depan) untuk melakukan presentasi hasil diskusi kelompok kolaboratifnya di depan kelas, siswa pada kelompok lain mengamati, mencermati, membandingkan hasil presentasi tersebut, dan menanggapi. Kegiatan ini dilakukan selama lebih kurang 20-30 menit.
6)      Masing-masing siswa dalam kelompok kolaboratif melakukan elaborasi, inferensi, dan revisi (bila diperlukan) terhadap laporan yang akan dikumpulkan.
7)      Laporan masing-masing siswa terhadap tugas-tugas yang telah dikumpulkan, disusun perkelompok kolaboratif.
8)      Laporan siswa dikoreksi, dikomentari, dinilai, dikembalikan pada pertemuan berikutnya, dan didiskusikan.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti dengan Guru IPA Terpadu, kelas IX SMP Insan Terpuji, Kulim, Pekanbaru, yaitu Ibu Kartini S.Pd pada tanggal 28 Juli 2010 (Lampiran 1), terdapat beberapa gejala yang menyebabkan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) tidak optimal, gejala tersebut seperti : (1). Kurangnya pendekatan personal antara guru dengan siswa, (2). Guru sering menggunakan metode ceramah sehingga proses KBM menjadi monoton dan membosankan, (3). Guru terlalu aktif dan siswa terlalu pasif, (4). Guru kesulitan dalam mengajarkan Materi Ajar yang berkaitan dengan rumus dan hafalan bahasa latin, (5). Guru kekurangan media seperti buku cetak dan media pembelajaran lainnya, (6). Guru mengelola tata letak bangku yang masih tradisional, (7). Guru tidak bisa memvariasikan soal karena kemampuan daya serap siswa yang rendah sehingga soal cenderung objektif (pilihan berganda).
Berdasarkan latar belakang dan gejala-gejala yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “PENERAPAN PEMBELAJARAN KOLABORATIF DAN HAND OUT UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS IX SMP INSAN TERPUJI KULIM PEKANBARU TAHUN AJARAN 2011/2012”.


2.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat di identifikasikan masalah sebagai berikut :
1)      Kurangnya pendekatan personal antara guru dengan siswa,
2)      Guru sering menggunakan metode ceramah sehingga proses KBM menjadi monoton dan membosankan,
3)      Guru terlalu aktif dan siswa terlalu pasif,
4)      Guru kesulitan dalam mengajarkan Materi Ajar yang berkaitan dengan rumus dan hafalan bahasa latin,
5)      Guru kekurangan media seperti buku cetak dan media pembelajaran lainnya,
6)      Guru mengelola tata letak bangku yang masih tradisional.
7)      Guru tidak bisa memvariasikan soal karena kemampuan daya serap siswa yang rendah sehingga soal cenderung objektif (pilihan berganda).


3.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang ditemukan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana Penerapan Pembelajaran Kolaboratif Dan Hand Out untuk Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas IX SMP Insan Terpuji Kulim Pekanbaru Tahun Ajaran 2011/2012 ?


4.
Batasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah dan menemukan sasarannya maka penulis memberikan batasan masalah sebagai berikut :
1)          Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas IX SMP Insan Terpuji Tahun Ajaran 2011/2012.
2)          Konsep yang diteliti adalah Penerapan Pembelajaran Kolaboratif Dan Hand Out untuk Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas IX SMP Insan Terpuji Kulim Pekanbaru Tahun Ajaran 2011/2012.


5.
Tujuan dan Manfaat Penelitian


5.1
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitan ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar Biologi siswa kelas IX SMP Insan Terpuji Kulim Pekanbaru Tahun Ajaran 2011/2012 dengan penerapan pembelajaran kolaboratif dan hand out.



5.2
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut :
(1).       Bagi Siswa, dengan penerapan pembelajaran kolaboratif dan hand out diharapkan siswa dapat meningkatkan hasil belajar.
(2).       Bagi Guru, khususnya untuk Guru Biologi di SMP Insan Terpuji Kulim Pekanbaru dapat dijadikan metode mengajar untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, melakukan inovasi baru dalam pembelajaran serta meningkatkan kemampuan dalam proses belajar mengajar.
(3).       Bagi Sekolah, dapat dijadikan bahan pertimbangan atau masukan untuk menentukan strategi pembelajaran yang baik dalam meningkatkan hasil belajar atau mutu pendidikan di sekolah.
(4).       Bagi Peneliti, sebagai bahan masukan dan menambah wawasan mengenai pembelajaran kolaboratif.


6.
Definisi Istilah Judul
Untuk menghindari terjadinya kesalahanpahaman terhadap pengertian judul penelitian ini, perlu penjelasan istilah yang digunakan yaitu :
(1). Pembelajaran Kolaboratif menurut beberapa ahli :
·        Pembelajaran kolaboratif adalah sebuah kelompok yang bekerja bersama-sama untuk tujuan yang telah ditetapkan (Resta dalam Daphne, 1996).
·        Pembelajaran kolaboratif adalah suatu aktifitas pembelajaran dimana siswa terlibat dalam kerja tim untuk mencapai tujuan umum yang ditetapkan. Dalam aktifitas pembelajaran tersebut terdapat elemen-elemen yang merupakan ciri pokok pembelajaran kolaborasi, meliputi : (1). adanya saling ketergantungan yang positif, (2). akuntabilitas individual, (3). memajukan interaksi tatap muka, penggunaan ketrampilan kolaborasi yang sesuai dan adanya proses kelompok (Johnson dan Smith, 1991).
·        Pembelajaran kolaboratif adalah suatu pendekatan kegiatan pendidikan untuk mengajar dan belajar yang melibatkan kelompok-kelompok si belajar yang saling bekerjasama untuk menyelesaikan sebuah problem, menyelesaikan tugas atau membuat sebuah produk (Srinivas, 2005).
·        Pembelajaran kolaboratif adalah suatu pembelajaran yang merujuk kepada sebuah metode pembelajaran dimana si belajar dari berbagai tingkat kemampuan saling bekerjasama dalam kelompok kecil untuk mencapai suatu tujuan (Gokhale, 1995).
(2). Hand Out adalah segala sesuatu yang diberikan kepada peserta didik ketika mengikuti kegiatan belajar mengajar (KBM).
Menurut Nurtain (dalam Chairil 2008) bentuk hand out ada tiga, diantaranya :
·        Bentuk catatan : Hand out ini menyajkan konsep, prinsip, gagasan pokok tentang suatu topik yang akan dibahas.
·        Bentuk diagram : Hand out ini merupakan suatu bagan, sketsa atau gambar, baik yang dilukis secara lengkap maupun yang belum lengkap.
·        Bentuk catatan dan diagram : Hand out ini merupakan gabungan dari bentuk pertama dan kedua.
Menurut Steffen-Peter (dalam Depdiknas , 2008: 19) mengemukakan 2 fungsi hand out yaitu :
·        Guna membantu pendengar agar tidak perlu mencatat.
·        Sebagai pendamping penjelasan si penceramah atau guru.
(3). Hasil Belajar adalah kemampuan – kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2008).


D. Tinjauan Teori dan Hipotesis Penelitian

1.
Tinjauan Teori


1.1
Teori Pembelajaran Konstruktivistik
Berdasarkan teori konstruktivisme belajar adalah kegiatan yang aktif dimana siswa belajar membangun sendiri pengetahuannya dan mencari sendiri makna dari sesuatu yang mereka pelajari, hal ini akan berhubungan dengan model pembelajaran kooperatif. Slavin (1995) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model  pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4-6 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen. Pembelajaran kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kelompok kerja, karena belajar dengan model ini harus ada struktur dorongan dan tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan-hubungan yang bersifat  interdependensi yang efektif di antara anggota kelompok (Agus Minarti, 2009)
Konstuktivis adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi kita sendiri (Von Glaserfelt dalam Yusuf 2005 dalam Arlinda Hidayati 2009). Pembelajaran konstruktivisme menyarankan agar dalam proses pembelajaran siswa membangun sendiri konsep pengetahuan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman langsung (prior knowledge) yang telah dimiliki. Pendekatan konstruktivisme itu mempunyai makna bahwa dalam proses pendidikan siswa diberi fasilitas untuk membangun sendiri kecakapan-kecakapan untuk menerapkannya dalam pembelajaran sains (Susanto, 2004 dalam Arlinda Hidayati 2009).
Salah satu landasan teoretik pendidikan IPA/Biologi modern termasuk pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) adalah teori pembelajaran konstruktivis. Pendekatan ini pada dasarnya menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar lebih diwarnai student centered daripada teacher centered. Sebagian besar waktu proses belaJar mengajar beriangsung dengan berbasis pada aktivitas siswa.
Ide‑ide konstruktivis modern banyak berlandaskan pada teori Vygotsky yang telah digunakan untuk menunjang metode pengajaran yang menekankan pada pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis kegiatan, dan penemuan. Salah satu prinsip kunci yang diturunkan dari teorinya adalah menekankan pada hakikat sosial dan pembelajaran. Ia mengemukakan bahwa siswa belajar melalui interaksi dengan orang dewasa atau ternan sebaya yang lebih mampu (Slavin, 2000 dalam Elfis). Berdasarkan teori ini dikembangkan pembelajaran kooperatif, yaitu siswa lebih mudah menemukan dan memahami konsep‑konsep yang sulit jika mereka saling mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya. Dalam mengubah miskonsepsi siswa menuju konsepsi ilmiah dalam pembelajaran biologi, diperlukan strategi pengubahan konsep (conceptual change) yang tepat dan diberikan pada saat yang tepat pula. Pengubahan konsepsi dapat dilakukan dengan menyajikan konflik kognitif (cognitive conflict). Hal ini dilakukan secara hati‑hati jangan sampal konflik kognitif yang disampaikan justru akan memperkuat stabilitas miskonsepsi siswa. Konflik kognitif yang disajikan dalam proses pembelajaran harus mampu menggoyahkan stabilitas miskonsepsi siswa. Jika siswa sudah menjadi ragu terhadap kebenaran gagasannya, maka dapat diharapkan mereka akan mau merekonstruksi gagasan atau konsepsinya sehingga pada akhir proses pembelajaran di kepala siswa hanya terdapat sains guru yang berupa pengetahuan ilmiah (Sadia, 1997: 12 dalam Elfis). Implikasi penting dalam pembelajaran biologi menurut piaget (Slavin,1994: 45 dalam Elfis) adalah (a) Memusatkan perhatian pada berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya. (b) Memperhatikan peranan dan inisiatif siswa, serta keterlibatannya secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. (c) Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan intelektual.
Sedangkan implikasi utama dalam pembelajaran biologi berdasarkan teori Vygotsky adalah dikehendakinya susunan kelas berbentuk pembelajaran kooperatif antar siswa, sehingga siswa dapat berinteraksi di sekitar tugas‑tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi‑strategi pemecahan masalah yang efektif di dalam masing‑masing zone of proximal development mereka.
Tahapan‑tahapan penerapan model konstruktivis dapat mengikuti langkah‑langkah sebagai berikut: (1) Identifikasi awal terhadap prior knowledge dan miskonsepsi siswa tentang konsep tekanan Pada tahap ini guru mengidentifikasi pengetahuan awal siswa tentang konsep tekanan, guna untuk mengetahui kemungkinan‑kemungkinan akan munculnya miskonsepsi yang menghinggapi struktur kognitif siswa. Identifikasi ini dilakukan dengan tes diagnostik (pra tes) dan interview klinis yang dilaksanakan sebelum pernbelajaran; (2) Penyusunan Program Pembelaiaran dan Strategi Pengubahan Miskonsepsi. Program pernbelajaran dijabarkan dalam bentuk Satuan Pelajaran. Sedangkan strategi pengubahan miskonsepsi diwujudkan dalam bentuk modul tentang konsep‑konsep esensial yang mengacu pada konsepsi awal siswa yang telah dijaring sebelum pernbelajaran dilaksanakan; (3) Orientasi dan Elicitasi. Situasi pembelajaran yang kondusif dan mengasyikkan sangatlah perlu diciptakan pada awal pembelajaran guna membangkitkan minat mereka terhadap topik yang akan dibahas Siswa dituntun agar mereka mau mengemukakan gagasan intuitifnya sebanyak mungkin tentang gejala‑gejala biologi yang mereka amati dalam lingkungan hidupnya sehari‑hari. Pengungkapan gagasan tersebut dapat rnelalui diskusi, menulis, ilustrasi gambar dan sebagainya. Suasana pembeiajaran dibuat santai, agar siswa tidak khawatir dicemoohkan dan ditertawakan bila gagasan‑gagasannya salah; (4) Refleksi. Dalam tahap ini, berbagai macam gagasan‑gagasan yang bersifat miskonsepsi yang muncul pada tahap orientasi dan elicitasi direfleksikan dengan miskonsepsi yang telah dijaring pada tahap awal. Miskonsepsi ini diklasifikasikan berdasarkan tingkat kesalahan untuk memudahkan merestrukturisasinya; (5) Restrukturisasi Ide, berupa: (a) Tantangan. Siswa diberikan pertanyaan‑pertanyaan tentang gejala‑gejala yang kemudian dapat diperagakan atau diselidiki dalam praktikum. Mereka diminta untuk meramalkan hasil percobaan dan memberikan alasan untuk mendukung ramalannya itu; (b) Konflik Kognitif dan Diskusi Kelas. Siswa akan dapat melihat sendiri apakah ramalan mereka benar atau salah. Mereka didorong untuk menguji keyakinan dengan. melakukan percobaan di laboratorium. Bila ramalan mereka meleset, mereka akan mengalami konflik kognitif dan mulai tidak puas dengan gagasan mereka. Usaha untuk mencari penjelasan ini dilakukan dengan proses konfrontasi rnelalui diskusi dengan ternan atau guru yang pada kapasitasnya sebagai fasilitator dan mediator; (c) Membangun Ulang Kerangka Konseptual Siswa dituntun untuk menemukan sendiri bahwa konsep‑konsep yang baru itu memiliki konsistensi internal. Menuniukkan bahwa konsep ilmiah yang baru itu memiliki keunggulan dari gagasan yang lama; (6) Aplikasi. Meyakinkan siswa akan manfaat untuk beralih konsepsi dari miskonsepsi menuju konsepi ilmiah. Menganjurkan rnereka untuk menerapkan konsep iimiahnya tersebut dalam berbagai macam situasi untuk memecahkan masalah yang instruktif dan kemudian menguji penyelesaiaanya secara ernpiris; (7) Review. Review dilaksanakan untuk meninjau keberhasilan strategi pembelajaran yang telah beriangsung dalam upaya mereduksi miskonsepsi yang muncul pada awal pembelajaran. Revisi terhadap strategi pembelajaran dilakukan bila miskonsepsi yang muncul kembali bersifat sangat resisten. Hal ini penting dilakukan agar miskonsepsi yang resisten tersebut tidak selarnanya menghinggapi struktur kognitif, yang pada akhirnya akan bermuara pada kesulitan belajar dan rendahnya prestasi siswa yang bersangkutan.
Berikut ini diberikan 6 keunggulan penggunaan pandangan konstruktivisme dalam pembelajaran di sekolah, yaitu:
Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri, berbagi gagasan dengan temannya, dan mendorong siswa memberikan penjelasan tentang gagasannya.
pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau rancangan kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar siswa memperluas pengetahuan mereka tentang fenomena dan memiliki kesempatan untuk merangkai fenomena, sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang siswa. Pembelajaran konstruktivisme memberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa berpikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi tentang model dan teori, mengenalkan gagasan-gagasanpada saat yang tepat.
Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai konteks, baik yang telah dikenal maupun yang baru dan akhirnya memotivasi siswa untuk menggunakan berbagai strategi belajar.
Pembelajaran konstruktivisme mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan merka setelah menyadari kemajuan mereka serta memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi perubahan gagasan mereka. Pembelajaran konstruktivisme memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar. (Elfis, 2010)
Berdasarkan teori konstruktivisme belajar adalah kegiatan yang aktif dimana siswa belajar membangun sendiri pengetahuannya dan mencari sendiri makna dari sesuatu yang mereka pelajari, hal ini akan berhubungan dengan model pembelajaran kooperatif. Slavin (1995) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model  pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4-6 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen. Pembelajaran kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kelompok kerja, karena belajar dengan model ini harus ada struktur dorongan dan tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan-hubungan yang bersifat  interdependensi yang efektif di antara anggota kelompok.



1.2
Pendekatan Inquiri dalam Pembelajaran Sains



1.3
Paradigma Pembelajaran Biologi



1.4
Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif  yang membedakannya dengan pembagaian kelompok yang dilakukan asal-asalan ( Solihatin, 2007 dalam Agus Minarti), dan pembelajaran kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar koopeartif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat interdepedensi efektif diantara anggota kelompok (Sugandi, 2002 dalam Agus Minarti).
Selanjutnya menurut Arends (2004) Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konsrtuktivisme. Dan pada pembelajran kooperatif diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan.
Lie (2004) mengemukakan lima unsur pokok yang termasuk dalam pembelajaran kooperatif yakni: (1) Saling ketergantungan positif, (2) Tanggung jawab individual, (3) Tatap muka, (4) Komunikasi antar kelompok, (5) Evaluasi  proses kelompok.Untuk memenuhi kelima unsur tersebut membutuhkan proses yang melibatkan niat dan kiat setiap anggota kelompok Setiap siswa harus mempunyai niat untuk bekerja sama dengan yang lainnya yang akan saling menguntungkan.
Menurut Johnson dan Johnson (2008), terdapat perbedaan pada pembelajaran kooperatif dengan kelompok pembelajaran tradisional pada Tabel 1 berikut:
Tabel 1 Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dengan Kelompok
 Pembelajaran Tradisional
Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran Tradisional
Ketergantungan positif
Tidak saling ketergantungan
Tanggung jawab individu
Bukan tanggung jawab individu
Homogen
Heterogen
Kepemimpinan bersama
Terdapat seorang pemimpin
Tanggung jawab bersama untuk satu sama lain
Tanggung jawab hanya untuk diri sendiri
Johnson dan Johnson (2008)
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstuktivis (membangun pengetahuan siswa). Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar bersama, saling mengembangkan pikiran dan bertanggungjawab terhadap pencapaian belajar secara individu maupun kelompok. Pembelajaran kooperatif bertujuan memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses berfikir dalam kegiatan belajar (Slavin, 1995 dalam Linda Sari, 2008).
Ciri-ciri pembelajaran kooperatif yaitu : (1). Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya, (2). Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, rendah, (3). Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin berbeda-beda, (4). Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu (Ibrahim, dkk, 2000 dalam Arlinda Hidayati, 2009).
Pembelajaran yang menggunakan model kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1)      Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menyelesaikan materi belajar.
2)      Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
3)      Jika mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda.
4)      Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu (Ibrahim, 2000 dalam Linda Sari 2008).
Tujuan pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi dimana keberhasilan individu, ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya (Slavin, 1995 dalam Arlinda Hidayati 2009). Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran yaitu :
·        Hasil Belajar Akademik.
Dalam pembelajaran kooperatif meliputi berbagai macam tujuan sosial, pembelajaran kooperatif juga memperbaiki prestasi siswa dan tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan prestasi siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik bagi siswa kelompok bawah maupun siswa kelompok atas yang bekerja sama menyelesaikan tugas-tugas akademik.
·        Penerimaan terhadap perbedaan individu.
Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuann dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar menghargai satu sama lain.
  • Pengembangan keterampilan sosial.
Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan-keterampilan bekerjasama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial (Ibrahim, dkk, 2000 dalam Arlinda Hidayati, 2009).
Pembelajaran kooperatif berpengaruh terhadap kemampuan akademik. Peningkatan belajar terjadi tidak bergantung pada usia siswa, mata pelajaran, atau aktivitas belajar. Tugas-tugas belajar yang kompleks seperti pemecahan masalah, berpikir kritis, dan pembelajaran konseptual meningkat secara nyata pada saat digunakan strategi-strategi kooperatif. Siswa lebih memiliki kemungkinan menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi selama dan setelah diskusi dalam kelompok kooperatif daripada mereka bekerja secara individual atau kompetitif. Jadi materi yang akan dipelajari siswa akan melekat untuk periode waktu yang lebih lama (Nur, 2001 dalam Arlinda Hidayati 2009). Hasil lain pembelajaran kooperatif juga menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang amat positif untuk siswa yang rendah hasilnya (Lungren, 1994 dalam Nur 2001 dalam Arlinda Hidayati 2009).
Ciri-ciri pembelajaran kooperatif adal lima yaitu :
1)      Saling ketergantungan positif dimaksudkan Siswa harus merasa bahwa mereka saling tergantung secara positif dan saling terikat antar sesama anggota kelompok.
2)      Interaksi tatap muka dimaksudkan Belajar kooperatif membutuhkan siswa untuk bertatap muka satu dengan lainnya dan berinteraksi secara langsung. Selain itu siswa juga harus mengembangkan keterampilan berkomunikasi secara efektif.
3)      Pertanggungjawaban individu dimaksudkan Setiap anggota kelompok bertanggungjawab untuk mempelajari materi dan bertanggungjawab pula terhadap hasil belajar kelompok. Dengan cara ini prestasi setiap siswa dapat dimaksimalkan.
4)      Keterampilan berinteraksi antar individu dan kelompok dimaksudkan Keterampilan sosial sangat penting dalam belajar kooperatif dan siswa harus dimotivasi untuk menggunakan keterampilan berinteraksi dalam kelompok yang benar sebagai bagian dari proses belajar.
5)      Keefektifan proses kelompok dimaksudkan Proses kelompok terjadi baik dalam kelompok kecil maupun diseluruh kelas, fase dalam proses ini meliputi umpan balik, refleksi dan peningkatan kualitas kerja (Rahayu, 2004 dalam Linda Sari 2008).



1.5
Pengaruh Penerapan Pembelajaran Kolaboratif
Panitz & Panitz (1998) dalam Siti Zubaidah (2010) menjelaskan bahwa pembelajaran kolaboratif adalah suatu filosofi personal (pribadi), bukan hanya suatu teknik pembelajaran dalam kelas. Dalam semua situasi di mana orang bersama-sama dalam kelompok-kelompok, hal tersebut memerlukan suatu cara dalam menghadapi orang, menghargai kemampuan dan kontribusi individu anggota kelompok. Menurutnya, kolaborasi adalah filsafat interaksi dan gaya hidup yang menjadikan kerjasama sebagai suatu struktur interaksi yang dirancang sedemikian rupa untuk memudahkan usaha kolektif dalam rangka mencapai tujuan bersama. Pada segala situasi, ketika sejumlah orang berada dalam suatu kelompok, kolaborasi merupakan suatu cara untuk berhubungan dengan saling menghormati dan menghargai kemampuan dan sumbangan setiap anggota kelompok. Di dalamnya terdapat pembagian kewenangan dan penerimaan tanggung jawab di antara para anggota kelompok untuk melaksanakan tindakan kelompok. Pokok pikiran yang mendasari pembelajaran kolaboratif adalah konsensus yang terbina melalui kerjasama di antara anggota kelompok sebagai lawan dari kompetensi yang mengutamakan keunggulan individu. Para praktisi pembelajaran kolaboratif memanfaatkan filsafat ini di kelas, dalam rapat-rapat komite, dalam berbagai komunitas, dalam keluarga dan secara luas sebagai cara hidup dengan sesama dan berhubungan dengan sesama.



1.6
Media Pembelajaran / Hand Out


1.7
Hasil Belajar
Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003 dalam Marlinda Fitriani). Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2008 dalam Marlinda Fitriani, 2010).
Ada lima kategori hasil belajar, yakni (a). Informasi Verbal, (b). Keterampilan Intelektual, (c). Strategi Kognitif, (d). Sikap, dan (e). Keterampilan motoris (Gagne dalam Sudjana, 2008 dalam Marlinda Fitriani, 2010).
Sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Bloom yang secar garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotoris.
Adapun hasil belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti yang diutarakan oleh Slamet (2003 dalam Marlinda Fitriani, 2010) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat digolongkan menjadi 2 bagian : (1). Faktor Internal (dari individu yang sedang belajar) meliputi a). Faktor jasmaniah seperti kesehatan dan cacat tubuh, b). Faktor psikologis seperti intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif dan kematangan. (2). Faktor eksternal (dari luar individu yang sedang belajar) meliputi : a). Faktor keluarga seperti cara mendidik anak, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, b). Faktor sekolah seperti metode mengajar, hubungan guru dengan siswa, tugas rumah, dan lain-lain, c). Faktor masyarakat seperti kegiatan siswa dalam masyarakat dan teman.
Hasil belajar sering pula disebut dengan prestasi belajar. Netra (1976) dalam Siti Zubaidah (2010) menyatakan bahwa prestasi belajar adalah kemampuan maksimal yang dicapai oleh seseorang dalam suatu usaha yang menghasilkan pengetahuan-pengetahuan atau nilai-nilai kecakapan. Dimyati (1994) menyatakan bahwa hasil belajar adalah sesuatu yang diperoleh siswa dari pengalaman-pengalaman atau latihan-latihan yang diikutinya selama pembelajaran yang berupa keterampilan kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Hasil belajar kognitif dapat dijadikan sebagai tolok ukur keberhasilan pembelajaran karena berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menyerap dan memahami bahan kajian yang dipelajari. Bloom (1956) yang direvisi Anderson & Krathwohl (2001) memberikan ranah untuk mengukur hasil belajar kognitif, yaitu : (1). mengingat, meliputi mengingat, mengulang, mengungkap kembali; (2). memahami, meliputi kemampuan mengidentifikasi dan menjelaskan; (3). menerapkan, meliputi kemampuan menggunakan, menerapkan, dan membandingkan; (4). analisis, meliputi kemampuan membandingkan, mendeteksi, menginvestigasi; (5). evaluasi, meliputi kemampuan mengukur, mendeduksi, menilai, mengkritisi, dan menyimpulkan; (6). mencipta, meliputi kemampuan menyiapkan, memproduksi, membuat, memprediksi, memodifikasi.
Domain afektif adalah sikap, minat, emosi, nilai hidup, dan apresiasi siswa. Domain afektif meliputi lima komponen yaitu penerimaan, penanggapan, valuing, pengorganisasian, dan karakteristik nilai. Domain psikomotorik adalah mengenai reaksi fisik seperti yang ditampilkan pada waktu melakukan kegiatan yang memerlukan kekuatan otot.


1.8
Hubungan antara Pembelajaran Kolaboratif dengan Peningkatan Hasil Belajar.
Berbagai kajian menunjukkan bahwa pembelajaran kolaboratif sebagai bentuk pembelajaran yang efektif (Dillenbourg, 1996; Gokhale, 1995; Panitz & Panitz, 1996) dalam Siti Zubaidah. Meski demikian, guru belum banyak memanfaatkan pembelajaran kolaboratif dengan berbagai alasan (Panitz, 1997b). Berdasarkan berbagai referensi, Barkley (2004) dalam Siti Zubaidah menyatakan bahwa hasil meta analisis yang luas pada ratusan penelitian, pembelajaran kooperatif ditemukan unggul baik struktur kompetitif atau individualistis pada berbagai pengukuran, dan secara umum menunjukkan prestasi yang lebih tinggi, penalaran tingkat tinggi, lebih sering mengemukakan ide-ide baru dan solusi-solusi, dan transfer yang lebih besar dari apa yang dipelajari dari satu situasi yang lain. Ditemukan fakta pula bahwa siswa yang belajar pada berbagai bentuk peer interaksi, memiliki sikap yang lebih positif terhadap materi pembelajaran, meningkatkan motivasi untuk belajar lebih lanjut tentang suatu topik, dan lebih puas dengan pengalaman mereka dari siswa yang memiliki sedikit kesempatan untuk berinteraksi dengan sesama siswa dan guru. Siswa di kelas pembelajaran kooperatif juga memiliki penalaran dan kemampuan komunikasi yang lebih baik dari siswa yang diajarkan pada pembelajaran atau diskusi kelas.



1.9
Hubungan antara Penggunaan Hand Out dengan Peningkatan Hasil Belajar

2.
Penelitian yang Relevan
Berdasarkan penelitian yang relevan oleh Syukri (2008, dalam Marlinda Fitriani, 2010), maka dapat diketahui bahwa penggunaan media hand out mempunyai pengaruh positif terhadap daya serap siswa mengalami peningkatan pada siklus I dari kategori cukup menjadi katergori baik, dan pada siklus II dari kategori baik menjadi kategori amat baik, dan untuk ketuntasan belajar siswa meningkat dari tidak tuntas menjadi tuntas, pada siswa kelas IX SMP Insan Terpuji Kulim Pekanbaru Tahun Ajaran 2011/2012.


3.
Hipotesis Tindakan
H1 : p (XB > XA) > p (XB < XA)
Peluang meningkatnya hasil belajar biologi lebih besar dari peluang menurunnya hasil belajar biologi siswa kelas IX SMP Insan Terpuji Kulim Pekanbaru Tahun Ajaran 2011/2012 setelah penerapan pembelajaran kolaboratif dengan hand out.

E.
Metodologi Penelitian

1.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Kelas IX SMP Insan Terpuji Kulim Pekanbaru. Penelitian ini akan dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan November 2011 Tahun Ajaran 2011/2012.


2.
Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IX SMP Insan Terpuji Kulim Pekanbaru yang berjumlah 30 siswa, terdiri dari 11 siswa laki-laki dan 19 siswa perempuan. Dasar pengambilan kelas IX sebagai subjek penelitian dilakukan secara acak karena siswa kelas IX SMP Insan Terpuji Kulim Pekanbaru memiliki kemampuan akademik heterogen dan setara.


3.
Metode dan Desain Penelitian


3.1
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yaitu suatu penelitian yang dilakukan dikelas, guna memperbaiki proses pembelajaran yang dapat dilakukan guru untuk dapat menggali permasalahan yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran serta bagaimana usulan untuk mengatasi masalah di dalam proses pembelajaran (Andi Zulkaedah, 2008).



3.2
Desain Penelitian
Desain penelitian berupa Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dapat dilakukan dengan :
1).         Observasi langsung melalui lembar observasi. Teknik ini digunakan untuk mengukur tingkat partisipasi siswa dalam proses pembelajaran kooperatif kolaboratif dengan media hand out yaitu segala sesuatu yang diberikan kepada peserta didik ketika mengikuti kegiatan belajar mengajar (KBM).
2).         Inventori digunakan untuk mendapatkan data tentang Penerapan Pembelajaran Kolaboratif dengan menggunakan media Hand Out.


4.
Prosedur Penelitian


1).
Menentukan jadwal penelitian (Lampiran 2) berdasarkan program semester sekolah (Lampiran 4).


2).
Mempersiapkan instrument penelitian berupa perangkat pembelajaran guru yang terdiri dari :
a.       Standar Isi.
b.      Silabus.
c.       RPP.
d.      Hand Out (Lembar Informasi Lepas) Materi Bergambar.
e.        



3).


5.
Teknik Pengumpulan Data


5.1
Perangkat Pembelajaran Guru (Lampirkan Contoh Silabus, RPP dan Materi Ajar)



5.2
Instrumen Pengumpulan Data (Lampirkan Contoh Tes Pengukur Hasil Belajar)
SMP PPK = (UB) + (QT, PR, Latihan)
KI = (Praktikum/LKS) + (Portofolio) + (Unjuk Kerja)


6.
Teknik Analisis Data


6.1
Teknik Pengolahan Data Hasil Belajar


6.1.1
Pengolahan Data Hasil Belajar Kognitif (PPK)


6.1.2
Pengolahan Data Hasil Belajar Psikomotorik (KI)


6.1.3
Pengolahan Data Hasil Belajar Afeksi


6.2
Teknik Analisis Data Hasil Deskriptif


6.2.1
Analisis Daya Serap


6.2.2
Analisis Ketuntasan Individu


6.2.3
Analisis Ketuntasan Klasikal


6.3
Teknik Analisis Data Inferensial
F.
Daftar Pustaka



1 komentar:

  1. Tunjuk dan ajarnya untuk menyempurnakan latihan menulis proposal ini sangat ana butuhkan. Sila2 komentar.

    BalasHapus